Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Kamis, 02 Mei 2024

PIKIRAN POSITIF

Filipi 4:2-9

Jadi akhirnya, 
Saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, 
semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, 
semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 
(Filipi 4:8)

Orang yang memiliki masalah dengan gambar diri sering dinasihati untuk mengenali pikiran yang timbul dalam benaknya. Mereka perlu menolak pikiran negatif dan merusak seperti “Aku adalah orang yang gagal” atau “Aku orang yang malang”, kemudian menggantinya dengan pikiran positif dan membangun seperti “Meskipun aku gagal kali ini, aku bisa berhasil di kemudian hari jika aku belajar dengan baik”. William Backus, seorang psikolog Kristen, menyebutnya sebagai “mengatakan kebenaran kepada diri sendiri”.

Hal yang senada juga dinasihatkan oleh Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Filipi. Dari dalam penjara, Paulus menasihatkan jemaat untuk mengisi pikiran mereka dengan kebenaran dan kebajikan (ay. 8). Ia juga mendorong mereka bersukacita (ay. 4), menyatakan kebaikan hati (ayat 5), tidak khawatir, dan berdoa dengan mengucap syukur (ay. 6). Dengan memikirkan dan melakukan hal-hal itu, damai sejahtera Allah akan melingkupi dan menyertai hati dan pikiran (ay. 7, 9).

Dari pikiran, akan timbul perbuatan. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Dari kebiasaan itu akan terbentuklah karakter. Jadi, semuanya dimulai dari pikiran. Jika kita ingin membentuk karakter yang baik, maka mari kita mulai mengisi pikiran dengan hal-hal yang positif dan membangun, yaitu dengan kebenaran firman Tuhan.

BUANGLAH DARI PIKIRAN KITA HAL-HAL YANG NEGATIF;
ISILAH PIKIRAN KITA DENGAN HAL-HAL YANG POSITIF.

JADI LEBIH BAIK

2 Raja-Raja 5:1-14

Bukankah Abana dan Parpar... 
lebih baik dari segala sungai di Israel? 
(2 Raja-Raja 5:12)

Kata “pemulihan” memiliki arti diubah menjadi persis seperti semula. Ketika kita mengalami sakit, kita melakukan pemeriksaan dan berobat ke dokter agar tubuh kita pulih dan sehat seperti sediakala; pada saat bisnis kita merosot, kita berharap kelak bisnis itu pulih dan lancar seperti semula; kita juga berharap seseorang pulih menjadi orang yang baik seperti sediakala. Demikianlah kita memandang arti pemulihan.

Tidak demikian cara Tuhan memulihkan umat-Nya. Jika Tuhan memulihkan sesuatu, Dia tidak hanya mengembalikannya seperti sediakala, namun malah lebih baik dari keadaan semula atau sempurna! Demikianlah Tuhan memulihkan Naaman dari kustanya. Penyakitnya bukan saja disembuhkan, namun kulitnya pun dipulihkan seperti kulit seorang anak, sempurna! Pemulihan ini terjadi ketika Naaman bersedia merendahkan dirinya dan tunduk kepada firmanTuhan. Apa yang terjadi jika waktu itu Naaman tetap pada pendiriannya, memegang erat-erat harga dirinya, dan tidak mau tunduk dan melakukan firman Tuhan? Jelas pemulihan itu tidak akan terjadi.

Ketaatan untuk melakukan firmanTuhan adalah harga untuk mengalami pemulihan dari Tuhan. Cara Tuhan bekerja memulihkan kita adalah dengan menghancurkan kesombongan dan harga diri kita sampai kita belajar sungguh-sungguh mengandalkan kekuatan Tuhan. Sebab itu, mari uji hati kita, jika Tuhan memberi kita perintah yang bertolak belakang dengan keinginan hati kita, apakah kita bersedia tunduk dan melakukannya dengan taat?

KETAATAN MELAKUKAN KEHENDAK TUHAN ADALAH
HARGA UNTUK KITA MENGALAMI PEMULIHAN-NYA

TAMENG KEHIDUPAN

Yohanes 10:1-18

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, 
Akulah pintu bagi domba-domba itu... 
siapa saja yang masuk melalui Aku, 
ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. 
(Yohanes 10:7, 9)

Pada 20 Mei 2013, tornado dahsyat menerjang Oklahoma, Amerika Serikat. Angin kencang 300 km/jam itu meluluhlantakkan semua daerah yang diterjangnya. Ada guru di SD Plaza Towers yang menjadi “tameng hidup” bagi murid-muridnya. Bagaimana tidak? Ia berbaring di atas tubuh enam murid di kamar mandi sekolah, agar anak-anak itu tak tercabut oleh pusaran tornado! Akibatnya, ia mengalami luka cukup serius di sekujur tubuh. Ya, ia bukan hanya guru yang mentransfer ilmu, tetapi juga mentransfer hidup bagi murid-muridnya.

Itulah ciri gembala yang sesungguhnya—menurut Yesus. Gembala upahan akan lari saat ada bahaya. Sebaliknya, setiap petang gembala sejati membawa seluruh dombanya masuk ke kandang, lalu ia akan tidur di pintu kandang. Ia tidur di situ agar bisa cepat tahu bila ada binatang buas yang hendak memasuki kandang untuk menerkam domba-dombanya.

Yesus adalah Gembala sejati manusia. Dia berkata: “Akulah pintu ke domba-domba itu”. Di bukit Kalvari, Dia memasang badan-Nya menjadi “tameng hidup” yang menyelamatkan domba-domba-Nya dari maut. Dan, salib Kalvari menjadi pintu menuju surga—tempat teraman dari semua badai keganasan dunia yang sedang menuju kehancuran. Yesus bukan hanya mengajarkan jalan keselamatan, Dia sendirilah jalan keselamatan itu. Dia mengurbankan hidup-Nya demi memperdamaikan manusia dengan Allah, agar setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal. Sudahkah Anda memercayai-Nya dan menyambut keselamatan-Nya?

SIKAP DAN KEPUTUSAN KITA TERHADAP YESUS SAAT INI
MENENTUKAN NASIB KITA DALAM KEKEKALAN

Minggu, 28 April 2024

Jumat Pertama Jumat Berkat

Para pendengar
Yang terkasih dalam Kristus Yesus
BERKAH DALEM!

Apa khabar hari ini?
semoga semuanya dalam keadaan sehat dan bahagia, penuh sukacita dalam Kasih TUHAN YESUS KRISTUS.

Kita bertemu kembali dalam siaran penyejuk iman Katolik bersama saya, Rogatianus Slamet Widiantono, dari Bimas Katolik Kabupaten Bantul, Kemenag DIY.

Para pendengar yang terkasih,
Hari ini saya mengajak untuk mendalami Jumat Pertama, Jumat Berkat!

Kita sering mengikuti dan merayakan Ekaristi Jumat Pertama. Apakah kita tahu dan memahami mengapa dalam Gereja Katolik ada tradisi ini?

Apa keistimewaan dari Misa Jumat Pertama ini?

Para pendengar terkasih,
Sebelumnya, saya akan mengajak saudara-saudari semua untuk mencoba mengenali sejarah Devosi kepada Hati Kudus Yesus.

Ya, Sejarah Devosi kepada Hati Kudus Yesus sebagai dasar adanya Misa Jumat Pertama.

Para pendengar,
Devosi berfokus kepada Hati Yesus yang maha kudus yang melambangkan kasih Kristus yang menebus dosa manusia. Walaupun tradisi mengatakan bahwa praktek devosi ini telah dimulai sekitar tahun 1000, atau pada jaman St. Anselmus dan St. Bernard (1050-1150) dan juga telah dianjurkan oleh banyak orang kudus di abad pertengahan, seperti St. Albertus Agung, St. Catherine dari Siena, St. Fransiskus dari Sales, dan juga para Benediktin, Dominikan dan Carthusian; namun Santa yang paling sering diasosiasikan dengan devosi Hati Kudus Yesus adalah St. Margaret Mary Alacoque (1647-1690).

Para pendengar terkasih,
St. Margaret memperoleh wahyu pribadi dari Tuhan Yesus yang menghendaki perayaan liturgis Hati Kudus Yesus dan praktek mempersembahkan silih (reparation) terhadap dosa- dosa yang dilakukan terhadap Sakramen MahaKudus, pada setiap hari Jumat pertama dalam setiap bulan.

Pada tahun 1856 Paus Pius IX menetapkan Pesta (perayaan liturgis) Hati Kudus Yesus. 
Pada tahun 1928 Paus Pius XI mengeluarkan surat ensiklik Miserentissimus Redemptor tentang silih kepada Hati Kudus Yesus; 
sedangkan tahun 1956 Paus Pius XII mengeluarkan surat ensiklik tentang Haurietis aquas, tentang devosi kepada Hati Kudus Yesus.

Devosi umumnya dilakukan menjelang perayaan Pesta Hati Kudus Yesus yang jatuh pada hari Minggu kedua setelah hari raya Pentakosta. Kemudian, devosi kepada Hati Kudus Yesus ini diadakan setiap bulan, yaitu pada hari Jumat pertama.

Para pendengar
Kasih kepada Yesus Kristuslah yang seharusnya menjadi dasar devosi dari umat Katolik. 

Kurangnya devosi kepada Hati Kudus Yesus menjadi sebab bagi jatuhnya seseorang kepada dosa yang serius, sebab ia tidak memberikan perhatian yang cukup dan tidak cukup terdorong untuk mempunyai kasih kepada Kristus, padahal kasih inilah yang mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan…. Kita tidak akan sungguh dibentuk menjadi gambaran Tuhan, atau bahkan menginginkan untuk dibentuk menjadi serupa dengan-Nya, jika kita tidak merenungkan kasih yang telah ditunjukkan oleh Kristus.

Untuk maksud inilah maka Tuhan Yesus menyatakan kehendak-Nya kepada St. Margaret Mary Alacoque, agar devosi dan perayaan Hati Kudus Yesus diadakan dan disebarluaskan di Gereja. Melalui devosi ini yaitu melalui adorasi dan doa, umat beriman membuat silih bagi segala luka yang diterima oleh Hati Kudus Yesus karena umat manusia yang tidak berterimakasih dan menghina Sakramen Maha Kudus.

Para pendengar,
“Lihatlah Hati itu”, seperti yang dikatakan oleh Yesus kepada St. Margaret, 
“yang telah mengasihi umat manusia dan memberikan segala- galanya kepada mereka, bahkan menyerahkan dirinya sediri sebagai jaminan kasih-Nya, tetapi menerima dari sebagian besar umat manusia, bukan balasan kasih, melainkan rasa tidak berterimakasih, dan penghinaan kepada Sakramen Kasih.”

Maka devosi Hati Kudus tidak lain adalah ekspresi kasih kepada Penyelamat kita. Obyek dari devosi ini adalah Hati Yesus yang menyala oleh karena kasih kepada semua umat manusia.

Para pendengar,
Hari Jumat Pertama
Adalah menjadi kerinduan Tuhan Yesus, seperti yang dinyatakan kepada St. Margaret, bahwa setiap hari Jumat pertama setiap bulan dikhususkan untuk devosi dan adorasi kepada Hati Kudus Yesus. 

Untuk mempersiapkannya, adalah baik jika pada malam sebelumnya kita membaca tentang devosi ini, atau Jalan Salib/ Kisah sengsara Tuhan Yesus dan untuk mengunjungi Sakramen Maha Kudus. 

Pada hari Jumat tersebut, begitu bangun tidur, kita mempersembahkan diri kita dan mengkonsekrasikan, seluruh pikiran, perkataan dan perbuatan kita kepada Tuhan Yesus, agar Hati Kudus-Nya dapat dihormati dan dimuliakan. 

Kita mengunjungi gereja, berlutut di hadapan-Nya yang hadir di tabernakel, agar kita dapat membangkitkan di dalam jiwa kita rasa duka cita (deep sorrow) atas begitu banyaknya penghinaan/ perlawanan yang ditujukan kepada Hati Kudus-Nya di dalam Sakramen Maha Kudus, [dan kemudian mengikuti Misa Kudus]. 

Tidaklah sulit untuk melakukan hal ini jika kita memiliki sedikit saja kasih kepada Kristus. Jika kita menjadi suam-suam kuku, mari mengingat kembali begitu banyaknya alasan yang kita miliki untuk memberikan hati kita kepada Kristus. 

Setelah itu, kita harus mengakui segala kesalahan kita atas kekurangan hormat kita di dalam hadirat Allah dalam Sakramen Maha Kudus, atau melalui kelalaian kita untuk mengunjungi dan menerima Dia di dalam Komuni kudus.

Komuni pada hari itu dipersembahkan untuk membuat silih terhadap segala bentuk penghinaan yang diterima Kristus dalam Sakramen Maha Kudus, dan semangat kasih yang sama harus menghidupkan segala tindakan kita sepanjang hari.

Meskipun devosi ini diadakan sekali sebulan (pada hari Jumat Pertama) namun latihan- latihan rohani ini tidak terbatas hanya sebulan sekali pada hari itu. Yesus layak dihormati setiap saat. 

Dengan demikian mereka yang terhalang untuk merayakan devosi Hati Kudus Yesus pada hari Jumat pertama, dapat melakukannya pada hari- hari lainnya pada bulan itu.

Kamis, 18 April 2024

Ingin Bertemu Yesus

YOHANES 12:20-36

Orang-orang itu pergi kepada Filipus, 
yang berasal dari Betsaida di Galilea, 
lalu berkata kepadanya,
 “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” 
(Yohanes 12:21)

Saya membaca tentang beberapa gereja yang di mimbarnya tertulis, “Kami Ingin Bertemu Yesus”. Ini sebagai peringatan bagi para pengkhotbah untuk berfokus memberitakan Kristus, bukan diri sendiri atau hal-hal lain yang melenceng dari kebenaran. Diharapkan, jemaat akan bertemu Yesus melalui pewartaan sabda-Nya.

Yesus sedang menghadiri perayaan Paskah sebelum penyaliban-Nya. Sesuai Taurat Musa, semua orang Yahudi diwajibkan berkumpul dan merayakannya untuk mengingat kelepasan mereka dari Mesir. Jadi saat itu, banyak sekali orang berkumpul di Yerusalem. Mereka mengelu-elukan Yesus sebagai Raja yang akan menyelamatkan Israel dari penjajahan Roma. Itulah sebabnya, bertemu Yesus di tengah kerumunan itu bukanlah hal mudah, terlebih bagi orang-orang Yunani. Maka mereka pergi kepada Filipus, yang kemudian menyampaikannya kepada Andreas, dan selanjutnya menyampaikannya kepada Yesus.

Yesus berkata bahwa setelah kematian-Nya, Dia akan menarik semua orang datang kepada-Nya (ay. 32). Artinya, banyak orang akan mengikuti-Nya. Hingga saat ini, kita menyaksikan banyak orang ingin bertemu Yesus. Sebagian mereka mendatangi orang-orang Kristen dan bertanya-tanya tentang Yesus. Sebagian lain diam-diam mengamati kehidupan para pengikut Yesus. Seperti Filipus dan Andreas yang menjadi penghubung yang mempertemukan orang-orang Yunani dengan Yesus, kita pun memiliki tanggung jawab serupa. Melalui teladan hidup kita, kiranya kita menuntun orang-orang kepada Kristus, bukan justru menghalangi mereka.

HIDUP KITA DAPAT MEMBUAT ORANG-ORANG MENDEKATI ATAU MENJAUHI KRISTUS,
KARENANYA KITA PERLU MEWASPADAI SETIAP LANGKAH KITA

Mental Bersaing

MARKUS 3:1-6

Mereka mengamat-amati Yesus, 
kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, 
supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. 
(Markus 3:2)

Berbahaya sekali jika seseorang memiliki mental bersaing karena iri hati dalam hidupnya. Ia tidak segan-segan mencari kesalahan orang lain dan berusaha menjatuhkannya agar dirinya tetap terlihat lebih unggul di mata orang lain. Di mana-mana mental bersaing seperti itu ada. Di dunia pekerjaan, bangku kuliah bahkan pelayanan sekalipun. Kerjasama yang baik malah semakin terabaikan dan mulai tergantikan dengan aktualisasi diri yang tidak sehat.

Gambaran itu juga mewakili keberadaan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang selalu mencari celah untuk menjatuhkan dan membinasakan Yesus (ay. 2, 6). Sekalipun apa yang dilakukan oleh Yesus adalah hal yang berguna, tetaplah mereka menganggap itu adalah kesalahan besar. Perkataan sindiran terucap dari mulut Yesus, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuhnya?” (ay. 4). Yesus mulai populer dalam pelayanan dan ia membawa dampak baik bagi masyarakat. Inilah yang membuat orang Farisi dan ahli Taurat iri kepadanya.

Hendaklah ini menjadi teguran bagi setiap orang percaya. Terkadang fokus pelayanan untuk memuliakan nama Tuhan mulai kabur karena kita melihat ada orang yang lebih dipakai Tuhan daripada kita. Kita sulit bekerja sama dengannya karena pikiran kita mulai fokus kepada diri sendiri yang ingin dihormati orang lain. Dalam pekerjaan sekalipun, prestasi seseorang tidak membuat kita bangga dan makin belajar dari dia. Mari kita miliki sikap untuk bekerja sama dengan sehat dan bukan mental persaingan.

MENTAL PERSAINGAN TIDAK AKAN MEMBUAT
KITA BELAJAR BANYAK DARI ORANG LAIN

BABAK BARU

YOHANES 11:1-44

Jawab Yesus kepadanya, 
“Akulah kebangkitan dan hidup; siapa saja yang percaya kepada-Ku,
 ia akan hidup walaupun ia sudah mati, 
dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, 
tidak akan mati selama-lamanya.”
 (Yohanes 11:25-26)

Kematian bukanlah realitas yang menakutkan bagi Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog dan pendeta ternama dari Jerman. Hal itu terungkap melalui kata-kata terakhir yang meluncur dari bibir Bonhoeffer menjelang eksekusi atas dirinya: “This is the end for me, the beginning of life.” Kematian menjadi semacam babak baru bagi pria yang menjadikan Yesus Kristus dan Alkitab sebagai rujukan utama dalam hidupnya.

Peristiwa kebangkitan Lazarus adalah bukti yang tak terbantahkan. Bonhoeffer memandang kebangkitan laki-laki yang sudah berada di dalam kubur selama empat hari itu sebagai bukti, bahwa pernyataan Yesus bukan bualan belaka dan layak untuk dipercaya. Kebangkitan Lazarus—bahkan kebangkitan Yesus sendiri—menunjukkan Dia adalah Tuhan yang berkuasa atas kematian.

Kebangkitan dan hidup menjadi daya tarik dan sumber kekuatan bagi siapa pun yang mengakui kuasa keilahian Yesus. Dengan begitu kematian, dalam bentuk dan dengan cara apa pun, bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Tak ada alasan bagi orang percaya untuk berduka cita di ujung hidupnya. Babak baru dalam hidupnya justru bermula ketika dunia memandang kematian sebagai akhir dari segala-galanya.

Hidup Bonhoeffer berakhir di kamp konsentrasi Flossenbürg pada 9 April 1945 ketika Hitler menjatuhkan hukuman gantung. Namun, ia menjadi bukti yang tak terbantahkan untuk harapan akan babak baru kehidupan yang bergulir selepas jiwa terlepas dari raga.

BABAK BARU DALAM HIDUP PARA PENGIKUT KRISTUS
BERAWAL SAAT HELAAN NAFAS BERAKHIR