Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Rabu, 03 Januari 2024

MERASA LEBIH

Lukas 18:9-14

Sebab siapa saja yang meninggikan diri, 
ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. 
(Lukas 18:14)

Ketika media massa banyak menyoroti peristiwa kecelakaan lalu-lintas yang memakan korban jiwa, saya dan teman-teman sempat membicarakannya. 
Salah satu pernyataan yang sering terlontar, "Sekarang ini susah. Kita sudah berhati-hati, masalahnya orang lain ceroboh, kita jadi korban." 
Orang itu bermaksud mengatakan bahwa dirinya sudah mengemudi dengan lebih hati-hati. Nyatanya, hampir semua orang pernah mengemudi dengan kurang hati-hati sehingga menabrak atau menyenggol sesuatu.

Ada kecenderungan merasa diri kita lebih baik dari orang lain. 
Paling parah jika sikap ini berkaitan dengan dosa. Orang Farisi dalam perumpamaan Yesus merasa diri benar karena memiliki kedudukan terhormat dalam masyarakat. Ia juga berupaya melakukan aktivitas keagamaan dengan ketat. Ia mengira dirinya diterima Allah. 

Padahal, ia sama saja dengan pemungut cukai itu: sama-sama berdosa dan tidak layak di hadapan Allah yang kudus. Dan, pemungut cukai itu dibenarkan karena tidak membenarkan diri, melainkan memiliki hati yang hancur.


Merasa diri lebih baik dari sesama itu sikap yang pongah. 
Sikap ini merintangi kita menghampiri hadirat Tuhan. Kita akan sulit mengucap syukur atas anugerah pengampunan dan pengurbanan Tuhan Yesus, seolah kekudusan dapat kita peroleh melalui aktivitas ibadah dan perbuatan baik. 

Sebaliknya, Tuhan berkenan akan ibadah kita bila kita menghampiri-Nya dengan kerendahan hati, dengan menyadari bahwa hanya oleh anugerah-Nya kita dapat dikuduskan.

HAMPIRILAH HADIRAT-NYA DENGAN KERENDAHAN HATI,
DAN BIARLAH ANUGERAH-NYA MENGUDUSKAN KITA

TAHU JALAN KITA

Ayub 23:1-17

Karena Ia tahu jalan hidupku; 
seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.
(Ayub 23:10)

“Mengapa ini semua harus terjadi Tuhan?” 

Pertanyaan ini sering keluar dari mulut kita. Dalam Kitab Suci, banyak orang melontarkannya kepada Tuhan, mulai dari bangsa Israel yang bersungut-sungut karena tidak memiliki makanan dan minuman sampai pada Paulus yang mempunyai duri dalam dagingnya. 

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sarat dengan cerita bahwa umat Tuhan tidak luput dari permasalahan hidup. Salah satunya kisah Ayub, laki-laki yang taat kepada Tuhan.

Dalam perikop ini, Ayub bertanya kepada Tuhan mengapa masalah itu menimpanya. Ayub ingin membela diri, mengajukan perkaranya kepada Tuhan, berkeluh kesah bahwa ia tidak sepatutnya mengalami musibah tersebut. Tuhan seakan diam, tidak memberikan jawaban yang melegakannya. 

Ada pun para sahabatnya menyalahkannya, menganggapnya kena tulah karena berbuat dosa. Namun, di tengah kebimbangan dan keraguan itu, ada satu pengakuan yang mengandung kepastian: bahwa Tuhan tahu yang terbaik bagi dirinya. Jika Tuhan mengujinya, ia akan menjadi seperti emas. 

Ia tidak mengatakan “mungkin”, tetapi “akan”, menunjukkan pengharapan dan keyakinan yang teguh.

Kiranya kita memiliki pengertian seperti Ayub: bahwa Allah tahu jalan hidup yang terbaik bagi kita. 
Pemahaman semacam ini akan menolong kita untuk tetap teguh di tengah terpaan berbagai kebimbangan dan keraguan. Saat masalah hidup menerpa kita, kita diteguhkan bahwa Dia tidak meninggalkan kita, namun tengah membentuk kita menjadi emas yang semakin murni.

PENGERTIAN YANG BENAR 
TENTANG ALLAH MENJADI SUMBER PENGHIBURAN
SAAT KESESAKAN MENERPA KEHIDUPAN KITA

HARAP TENANG

Mazmur 62

Curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; 
Allah ialah tempat perlindungan kita. 
(Mazmur 62:9)

Daud bukanlah manusia yang bebas dari masalah. Bahkan ia pernah diburu dan terancam bahaya maut justru karena ia melakukan hal yang benar. Karena Raja Saul iri hati kepada nya, Daud berada dalam kejaran pedang. 

Kesesakan dan ketakutan menjadi kawan akrabnya. Tetapi, Daud mendapatkan ketenangan sewaktu datang pada Allah. Ia tahu bahwa Allah menyertai dan melindunginya. Ia mencurahkan segala isi hati kepada Allah yang hidup. Dia memercayakan diri sepenuhnya kepada Allah.


Selama kita hidup di dunia, masalah akan selalu ada. 

Tetap saja, kita merasa panik ketika hal itu terjadi. Rasa bingung lebih cepat menyergap kita daripada ide cemerlang untuk mengatasi masalah tersebut. Sampai pada taraf tertentu, hal itu masih wajar. 

Namun, kita juga perlu mengingat bahwa kita memiliki tempat yang tepat untuk mencurahkan segala kegalauan kita. Ketika gundah gulana meliputi hati, kita dapat datang menghampiri Allah. Kita dapat tetap tenang, tidak dikuasai kepanikan, dan menyapa Allah dalam doa.


Allah selalu mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidup kita. Dan jika Dia mengizinkan hal itu terjadi, Dia tentu mempersiapkan jalan keluar bagi kita. 

Seperti sikap Daud, marilah kita datang kepada Allah, sumber jawaban dan jalan keluar bagi setiap masalah dalam hidup kita. Kita dapat datang dan bersujud di hadapan-Nya, menaikkan doa, mencurahkan keluhan dan kesesakan di dada. Dan nantikanlah kelegaan dan jalan keluar dari-Nya.

SOLUSI DAN ALLAH HANYALAH SEJAUH DOA.

SETIA SAMPAI MATI

Wahyu 2:8-11

Hendaklah engkau setia sampai mati, 
dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. 
(Wahyu 2:10)

Sewaktu berkunjung ke Jepang, seorang teman sempat berfoto di depan patung Hatchiko di Stasiun Shibuya, Tokyo. Hatchiko seekor anjing yang sangat setia. 

Menurut cerita, setiap hari ia selalu mengantar dan menjemput tuannya di Stasiun Shibuya. Suatu hari tuannya meninggal dunia di kantor. Hatchiko pun menunggu tuannya di stasiun ini sampai mati karena tuannya tidak pernah pulang lagi. Patung Hatchiko didirikan sebagai lambang kesetiaan.

Orang percaya dipanggil untuk setia. 
Setia kepada siapa? 

Smirna dikenal sebagai kota yang sangat loyal pada pemerintahan Romawi. 
Sebaliknya, orang Kristen di kota itu mengalami kesulitan secara ekonomi dan berbagai macam penderitaan karena mereka menolak untuk setia dan loyal kepada Kaisar. 

Mereka hanya mau tunduk kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan. Yesus meyakinkan orang percaya di Smirna bahwa Dia tahu segala penderitaan yang mereka alami. Dia dapat turut merasakannya karena Dia pernah menderita, disalibkan, dan mati. Namun Dia bangkit kembali, hidup, dan menang. Hanya Dialah yang dapat merasakan penderitaan orang percaya dan yang dapat memberikan kekuatan untuk melewati penderitaan itu. Yesus berkata, "Hendaklah engkau setia sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."


Sebagaimana Yesus setia sampai mati di atas kayu salib, Dia mendorong orang percaya untuk setia sampai mati. 

Marilah kita terus melayani Tuhan sambil mengarahkan mata kita kepada Dia karena mahkota kehidupan ada di tangan-Nya.

MEMANDANG DIA YANG DISALIBKAN
MEMBANGKITKAN MOTIVASI UNTUK SETIA MENGIKUTI-NYA

MELANGKAH DI ATAS GELOMBANG

Matius 14:22-33

Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, 
memegang dia dan berkata: 
"Hai orang yang kurang percaya, 
mengapa engkau bimbang?"
(Matius 14:31)

Seorang anak berusia satu tahun diajar berjalan oleh ibunya. Tiap akan melangkah, ia menoleh ke kanan ke kiri, memandang lantai di depannya, sekilas ke arah ibunya, lalu duduk karena takut melangkah. Begitu berulang kali. 

Ibunya berseru, "Nak, lihat Ibu saja, Nak! Sini, lihat Ibu! Ayo, sekarang jalan. Jalan!" Ibu itu berusaha membangkitkan keberanian si anak. Akhirnya si anak, sambil terus memandang wajah ibunya, melangkah pelan-pelan.

Murid-murid Yesus melawan gelombang yang menerjang perahu mereka pada pagi buta. Bisa jadi mereka mulai putus asa saat badai kian mengganas. Sudah begitu, Yesus mendatangi mereka dengan cara yang tidak terduga. Tak heran mereka ketakutan. 

Untuk mengusir keraguan, Petrus meminta diizinkan berjalan di atas air mendekati Yesus. Selama matanya tertuju kepada Yesus, ia dapat melangkah di atas gelombang danau yang sedang mengamuk. Namun, saat perhatiannya beralih pada situasi sekitarnya, rasa takut menyergapnya, imannya goyah, dan ia mulai tenggelam.
Kita mungkin menghadapi situasi serupa, harus berjalan di tengah situasi yang pelik. 

Apakah Anda sedang diterpa rasa takut, seperti hendak tenggelam ditelan arus masalah? Selama mata Anda tertuju pada Yesus, Anda dapat melangkah di atas gelombang hidup ini. 

Fokuskan pandangan pada Yesus, bukan pada besarnya masalah. 

Ulurkan tangan untuk mendapatkan pertolongan-Nya. 
Yesus berkata, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!".

BERSAMA YESUS KITA DAPAT MELANGKAH

ARTI SEBUAH KELUARGA

Roma 15:1-13

Sebab itu terimalah satu sama lain, 
sama seperti Kristus juga telah menerima kita, 
untuk kemuliaan Allah. 
(Roma 15:7)

Ketika masih kecil, saya pernah bertengkar dengan adik. Hingga beberapa hari kami tidak bertegur sapa. Saya lupa persisnya penyebab pertengkaran itu. 

Namun, saya tidak dapat lupa nasihat Ibu, “Apa pun kesalahannya, ia adalah adikmu. Suka atau tidak suka, ia tetap adikmu. Tidak ada yang dapat mengubah itu. Mau sampai kapan kamu bertengkar?” 

Ibu selalu mengajarkan kepada kami untuk dapat menerima saudara kami. Kami harus saling mengampuni dan mengasihi karena kami adalah saudara dan tidak ada yang dapat mengubah hal itu.

Kita juga satu keluarga di dalam Kristus. Kita tidak pernah dapat memilih siapa yang menjadi keluarga kita. Keluarga adalah anugerah yang Tuhan berikan. 

Paulus pun menasihati jemaat di Roma agar dapat menerima satu sama lain sebagaimana Kristus telah menerima kita dengan semua kelemahan kita. Kita harus meneladani Kristus. Kita yang kuat harus menanggung mereka yang lemah dan tidak mencari kesenangan diri sendiri.
Dalam berhubungan dengan saudara seiman, kita juga sering menemui masalah karena perbedaan kepribadian, kesalahpahaman, perbedaan pendapat, dll. Ketika hal itu terjadi, ingatlah bahwa bagaimanapun juga mereka adalah saudara kita dalam keluarga Allah. 

Janganlah menjauhi atau mengucilkan mereka. Sebaliknya, kita harus menerima, mengampuni, dan mengasihi mereka sama seperti Kristus telah menebus kita, orang berdosa. 

Ketika kita saling mengasihi, dunia akan melihat bahwa kita adalah anak-anak Allah. Nama-Nya dipermuliakan.

KRISTUS MENGINGINKAN AGAR KITA SEBAGAI SATU KELUARGA
SALING MENERIMA, MENGAMPUNI, DAN MENGASIHI DI DALAM KASIH-NYA

BONUS UMUR PANJANG

2 Raja-raja 20:1-11

Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi 
dan Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan Raja Asyur. 
(2 Raja-raja 20:6)

Chairil Anwar, dalam sebuah puisinya, mengungkapkan: “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Harapan senada sering kita temukan dalam acara ulang tahun: “Semoga diberi panjang umur”. 

Memiliki umur panjang, sehat, dan bahagia menjadi dambaan banyak orang. Persoalannya, tidak ada orang yang dapat menambah umur atau membelinya sekalipun ia adalah orang berduit. Kematian tetap saja membayangi dan membatasi masa hidup manusia.

Kenyataan akan singkatnya hidup dan misteri kematian pernah dihadapi oleh Raja Hizkia. Ia menderita suatu penyakit dan nabi Yesaya menyatakan bahwa ia tidak akan sembuh dan segera mati. 

Vonis kematian ini membuat Hizkia sangat sedih. Namun, ia menyadari kepada siapa ia harus membawa kepedihan hatinya. Ia mencurahkan isi hatinya dan meminta belas kasihan kepada Allah. 

Dalam kemurahan-Nya, Allah mendengarkan doa Hizkia tersebut. Sang raja tidak akan segera mati, bahkan Tuhan berkenan memberinya bonus tambahan umur sepanjang lima belas tahun.

Bisa jadi kita pernah diperhadapkan pada situasi yang tidak kita inginkan. Mungkin kita merasa sudah lama berdoa, tetapi sepertinya tak juga ada jawaban. Kita tidak mendapatkan kepastian yang gamblang seperti yang diterima Raja Hizkia. 

Bagaimanapun, yakinlah bahwa kehendak Tuhan jauh lebih indah dari apa yang kita pikirkan. 

Sepanjang masa hidup yang masih boleh kita jalani ini, baiklah kita menggunakannya untuk memuliakan Dia.

YANG TERPENTING 
BUKANLAH BERAPA PANJANG UMUR KEHIDUPAN KITA,
MELAINKAN 
BAGAIMANA KITA MENGISI DAN MENGGUNAKANNYA

HIDUP YANG BERBEDA

Lukas 3:1-22

Prajurit-prajurit juga bertanya kepadanya, 
“Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?”
Jawab Yohanes kepada mereka, 
“Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.” 
(Lukas 3:14)

Di tengah citra buruk seputar korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan para penegak hukum, nyatanya ada sosok polisi yang tetap bersikap sebagai pengayom masyarakat. 

Salah satunya adalah anggota Satlantas Polres Gresik, Aiptu Jailani. Ia dijatah uang saku sebesar dua ratus ribu rupiah per bulan oleh sang istri. Jumlah yang terbatas. Toh bintara muda ini tidak tergoda menambah uang sakunya dari penyalahgunaan tugas. 

Predikat polisi lalu lintas yang akrab dengan “uang damai” tidak berlaku untuknya. Baginya, siapa pun yang melanggar aturan lalu lintas harus ditindak dan mendapatkan surat tilang. Termasuk istrinya sendiri! Ketegasan dan kejujuran Aiptu Jailani patut diacungi jempol.

Selain pemungut cukai, profesi prajurit pada zaman Yesus mendapat cap negatif dari masyarakat karena tindak pemerasan dan perampasan yang kerap mereka lakukan. Salah satu alasannya bisa jadi gaji yang kecil. 

Namun, di tengah penilaian negatif itu, beberapa prajurit mengakui kesalahannya dan ingin berubah. 

Apakah yang sepatutnya mereka lakukan untuk memperbaiki diri di tengah masyarakat? Yohanes Pembaptis menasihati mereka, “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu”.

Orang percaya dipanggil untuk menjadi sosok yang berbeda di tengah lingkungannya. 

Berbeda karena memiliki prinsip yang kuat untuk berlaku jujur dan berpegang teguh pada kebenaran firman Tuhan di tengah maraknya budaya korupsi. 

Berbeda karena menolak berkompromi dengan dosa.

MEMEGANG TEGUH KEJUJURAN 
DI TENGAH LINGKUNGAN YANG TIDAK JUJUR,
PRINSIP INILAH YANG MENJADIKAN ORANG KRISTIANI ITU BERBEDA!

MATERI PENYULUHAN BULAN SEPTEMBER 2024

BULAN SEPTEMBER 2024   TGL HARI SUMBER AYAT EMAS KS TEMA INSPIRASI KITAB SUCI NILAI KEUTAMAAN ...