Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Senin, 16 Desember 2024

MENJAGA HATI

Matius 1:18-25

Karena Yusuf suaminya, 
seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya 
di depan umum, 
ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. 
(Matius 1:19)



Salah satu tokoh dalam peristiwa kelahiran Yesus Kristus adalah Yusuf. Dari keempat Injil, hanya Injil Matius yang memberikan deskripsi tentang suami Maria ini, yang digambarkan sebagai seseorang yang tulus hati.

Dalam kehidupan masyarakat Yahudi, tahap pertunangan sama pentingnya dengan pernikahan, namun pasangan yang bertunangan belum diperbolehkan melakukan hubungan suami-istri. Ketidaksetiaan semasa pertunangan dianggap zinah dan, jika masyarakat mengetahui, hukuman rajam sudah menanti. 

Buku Tafsiran Alkitab Masa Kini menyebutkan bahwa ketulusan hati Yusuf mendorongnya melakukan hal yang benar secara hukum, tanpa harus mempermalukan tunangannya. Ia berencana memberikan surat talak kepada Maria di depan dua orang saksi atau “menceraikannya dengan diam-diam”.

Ketulusan hati Yusuf berlanjut dengan ketaatannya kepada perintah Tuhan. 

Tanpa banyak kata, ia melaksanakan permintaan Tuhan, yaitu mengambil Maria sebagai istrinya, namun tidak bersetubuh dengannya sampai anak yang dikandungnya lahir. Karena tulus dan taat, Yusuf tidak bersikeras dengan rencananya dan tidak mengutamakan kehendaknya sendiri. 

Ia juga tidak berhitung untung-rugi saat harus menerima kehadiran anak yang bukan darah dagingnya.

Sudahkah kita bersikap sebagai pribadi yang tulus hati sekaligus taat kepada-Nya dalam menjalankan peran kehidupan masingmasing? 

Baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, maupun dalam pelayanan di gereja?

KETULUSAN HATI MENDORONG KITA
UNTUK TAAT DAN MENGUTAMAKAN KEHENDAK TUHAN

HIDUP ITU INDAH

2 Korintus 11:23-33

Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. 
(Filipi 1:21)


Alice Herz-Sommer adalah pianis Yahudi yang dimasukkan ke kamp konsentrasi oleh pemerintah NAZI, Jerman, pada 1940-an. Karena kemampuannya bermain musik, ia tidak dibunuh. 

Bagaimanapun, hidup di kamp konsentrasi bukanlah sesuatu yang menggembirakan. Tak terbayangkan bagi kita saat ini. Sampai ajal menjemputnya, ia tidak getir terhadap kehidupan. 

Sebaliknya, dengan tersenyum, ia berkata bahwa hidup itu indah.

Kisah Alice ini mengingatkan saya akan Paulus dan kutipannya di Filipi 1:21. 

Kutipan ini terasa benar-benar luar biasa kalau dilihat dalam konteks kesusahan hidup yang ia uraikan kepada jemaat Korintus. Bayangkanlah, seseorang yang mengabdikan dirinya untuk Tuhan sedemikian rupa, tetapi justru harus menerima penderitaan yang sedemikian berat. 

Adalah manusiawi kalau kemudian ia rindu untuk mati saja, agar semua kesusahannya berakhir dan ia bertemu dengan Tuhan. 

Sungguh luar biasa, ia tidak putus asa. Sebaliknya, ia melihat hidup yang masih Tuhan berikan sebagai kesempatan untuk bekerja bagi Kristus. 

Hasilnya, Paulus kita kenal sebagai pengikut dan pelayan Kristus yang tekun dan setia sampai akhir hidupnya.

Bagaimana dengan kita? 
Apakah hidup kita berat dan kita putus asa? 

Teladanilah Paulus. Jangan menjadi getir. Sebaliknya, isilah hidup yang masih Tuhan berikan untuk menghasilkan hal-hal yang baik sesuai dengan kehendak-Nya. 

Apakah hidup kita lancar-lancar saja? 

Jangan lupa bahwa suatu hari kematian akan menjemput. 

Siapkah kita mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan Kristus, sang Hakim Agung, pada saat itu?

JANGANLAH GETIR ATAU LENGAH DALAM HIDUP INI,
MELAINKAN JALANILAH HIDUP UNTUK KRISTUS

TAK TINGGAL DIAM

Daniel 9:1-19

Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, 
bukalah mata-Mu dan lihatlah 
kebinasaan kami dan kota yang disebut dengan nama-Mu, 
sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu 
bukan berdasarkan jasa-jasa kami, 
tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah. 
(Daniel 9:18)



Siapa yang tidak bersukacita mendapatkan janji pemulihan di tengah ketidakberdayaan? 

Ketika Anda sakit parah dan dokter menyatakan bahwa satu minggu lagi Anda dipastikan pulih total. Ketika usaha Anda mengalami kebangkrutan, namun rekan bisnis menjamin tidak sampai satu bulan semua kerugian Anda akan teratasi. Ketika anak Anda memilih untuk meninggalkan Tuhan, namun akhirnya kembali lagi.

Setelah mempelajari kitab Nabi Yeremia yang berisi peringatan kepada orang Israel, Daniel menyadari alasan Allah membuang Israel ke Babel. 

Yeremia menubuatkan pembuangan itu akan berlangsung selama tujuh puluh tahun. Barulah kemudian bangsa Israel dipulihkan. 

Tetapi, Daniel tak hanya berdiam diri menantikan masa pemulihan itu. 

Ia memanjatkan doa kepada Allah dan berpuasa. Dalam doanya, Daniel mengakui kebesaran Allah, kasih setia-Nya, dan kemurahan-Nya kepada orang yang mengasihi dan menaati-Nya. 

Ia juga mengaku dosa, menyamakan dirinya dengan umat Israel yang telah berdosa dan memberontak terhadap Allah. Ia memohon ampun kepada Tuhan bagi raja-raja, pemimpin-pemimpin, dan seluruh umat Israel.

Apakah kita memiliki kepedulian yang sama dengan Daniel? 

Apakah kita menyediakan waktu khusus untuk berdoa, mengaku dosa, dan memohon anugerah serta belas kasih Tuhan 
bagi sesama kita yang mengalami pergumulan hidup, 
para pemimpin, serta bangsa kita 
supaya pertobatan dan kebangkitan rohani terjadi?

JANGAN HANYA BERDIAM. 
BERDOALAH KEPADA TUHAN
SUPAYA PEMULIHAN TERJADI BAGI BANYAK ORANG

MAGNIFICAT BERSAMA MARIA

Lukas 1:26-56

Kata Maria, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; 
jadilah padaku menurut perkataanmu itu... 
Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira 
karena Allah, Juruselamatku.” 
(Lukas 1:38; 46-47)


Pada waktu saya tinggal di asrama putra semasa SMA, setiap sore penghuni asrama mendaraskan fiat (penyerahan diri atas kehendak Tuhan, Lukas 1:38) dan magnificat (nyanyian Maria memuliakan, Lukas 1:46-47). 

Saat itu saya hanya menganggapnya sebagai sebuah rutinitas tanpa memahami maknanya. Seiring dengan berjalannya waktu, jika membaca kembali perikop ini, terlebih pada masa adven ini , saya menemukan keindahan hati Maria yang luar biasa. 

Keindahan jiwa seorang perempuan yang berbalut ketaatan iman kepada Tuhan terhadap segala rancangan dan kehendak-Nya.

Semula Maria memang terkejut dan bertanya-tanya ketika malaikat Gabriel mengunjunginya dan menyampaikan warta yang terasa mustahil bagi pikirannya sebagai seorang perawan. 

Namun, ketaatannya kepada Allah menyingkirkan keraguan, ketakutan, dan kecemasannya. 

Maria pun menyatakan fiat-nya, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (fiat adalah kata bahasa Latin yang berarti “terjadilah”). Nantinya Maria menyanyikan pujian, memuliakan Allahnya (magnificiat adalah kata bahasa Latin yang berarti “muliakanlah”). 

Nyanyian ini mengungkapkan pengenalannya akan Allah, Sang Juruselamat. Ia mengumandangkan kebaikan dan kesetiaan Tuhan yang turun-temurun. 

Ia memuji Tuhan yang kasih-Nya berlimpah kepada semua orang. Ia mengingat janji-janji Tuhan yang selalu tepat sejak zaman Abraham.

Hidup ini penuh dengan kejutan, baik yang menyenangkan maupun yang merepotkan. 

Dalam segala warna hidup itu, bersediakah kita tetap memercayai dan mengagungkan Allah?

SETIAP LANGKAH HIDUP KITA ADALAH KESEMPATAN
UNTUK MENAATI KEHENDAK ALLAH DAN MEMULIAKAN NAMA-NYA

Refleksi Evaluasi 2