Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Rabu, 28 Juni 2023

BULAN JUNI 23

 


PERENCANAANNYA

PELAKSANAAN

MATERI



PENONTON ATAU PENYEMBAH ?

Mazmur 57

“Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; 
aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. 
Bangunlah, hai jiwaku, 
bangunlah, hai gambus dan kecapi …” 
(Mazmur 57:8-9)

"Ah saya tidak bisa menyembah nih. Musiknya tidak pas di hati!” keluh seorang umat di akhir ibadat. Sepintas, keluhan ini terdengar wajar. Namun, keluhan ini berasal dari mentalitas penonton yang kerap kali menjangkiti banyak orang percaya. 
Bagi seorang penonton, ia akan bernyanyi jika musik berhasil menggugah dirinya. Dengan kata lain, penyembahannya tergantung dari musik. Jika musiknya tak sesuai selera, ia mogok menyembah Tuhan. Ia melemparkan kesalahan pada musik. Sikap apakah yang diinginkan Tuhan ketika kita menyembah-Nya?

Mazmur 57, yang ditulis Daud ketika lari dari kejaran Saul, meneladankan sikap seorang penyembah yang sejati. Perhatikan urutannya. Hati harus siap sebelum bernyanyi (ayat 8). Jiwa harus bangkit sebelum alat musik dimainkan (ayat 9). Hati mesti bergelora menyembah-Nya bahkan sebelum musik mengalun. Hati penyembahan tidak didikte atau dibatalkan oleh musik. Prioritasnya tidak tertuju pada selera musik melainkan pada kebenaran Tuhan (ayat 11). Ia tidak meninggikan “kemuliaan musik”, tetapi kemuliaan Tuhan (ayat 12).

Setiap Minggu kita mengikuti Ekaristi di gereja. Periksalah diri kita dengan jujur, apakah kita datang sebagai seorang penonton atau penyembah? Apakah kita seperti “mesin diesel” yang harus dipanaskan terlebih dulu oleh musik supaya kita bisa menyembah-Nya? Atau, apakah kita menghampiri hadirat Tuhan dengan kerinduan dan kekaguman akan Dia? Berhentilah menjadi penonton dalam ibadah. Jadilah penyembah-Nya!

SEORANG PENONTON MERINDUKAN “HADIRAT MUSIK”.
SEORANG PENYEMBAH MERINDUKAN HADIRAT TUHAN.

PELAYAN RESTORAN VS TUHAN

Keluaran 16:1-12


Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel; 
katakanlah kepada mereka: 
Pada waktu senja kamu akan makan daging 
dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; 
maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, Allahmu. 
(Keluaran 16:12)


Pernah ke restoran? Di sana kita dilayani oleh para pelayan. Kita memanggil mereka apabila perlu saja, lalu kita tinggal menunggu pesanan kita. Kalau makanan lama muncul, kita menggerutu. Kalau cepat, kita cukup berkata “terima kasih”. Kita tidak merasa perlu kenal lebih jauh dengan si pelayan. Yang penting mereka melaksanakan tugasnya dengan baik, kita senang dan puas.

Perhatikan sikap orang Israel dalam bacaan kita hari ini: mereka bersungut-sungut ketika butuh makanan (ayat 2). Dulu, mereka bersyukur memuji Tuhan ketika dibebaskan dari perbudakan Mesir (lihat Keluaran 15). Akan tetapi, kini mereka jengkel karena Tuhan tidak menyediakan makanan pada saat dibutuhkan (ayat 3). Sikap bangsa Israel tersebut persis seperti memperlakukan seorang pelayan, bukan? Tuhan kemudian memang mengirim makanan, bahkan dengan cara yang luar biasa. Manna di pagi hari dan burung puyuh di petang hari. Bukan karena Tuhan bisa seenaknya disuruh, melainkan karena Dia menginginkan agar umat-Nya tahu dan kenal dengan sungguh-sungguh bahwa Dialah Tuhan, Allah yang berkuasa memelihara mereka (ayat 12).

Apakah kita juga memperlakukan Tuhan seperti pelayan restoran? Berdoa hanya di kala butuh, lalu harap-harap cemas menunggu jawaban-Nya. Bersungut-sungut apabila jawaban-Nya terlambat atau tidak seperti yang kita minta. Bersyukur sebentar jika doa terkabul, kemudian melupakan-Nya di tengah kesibukan. Apabila ada kebutuhan mendesak, barulah kita kembali bersimpuh kepada-Nya. Mari membuat komitmen hari ini, untuk tidak berseru pada Tuhan hanya dalam situasi sulit, melainkan mencari wajah-Nya senantiasa.

ALLAH YANG MEMELIHARA KITA BUKAN PELAYAN. DIA TUHAN
YANG MENGUNDANG KITA MENGENAL-NYA DALAM SEGALA SITUASI.

NAFAS ALLAH

2 Timotius 3:10-17


Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, 
untuk menyatakan kesalahan, 
untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 
(2 Timotius 3:16)

Tahukah Anda bahwa KITAB SUCI yang kita miliki sekarang ini merupakan kumpulan dari 66 buku, yang terdiri lebih dari 30 ribu ayat, ditulis dalam 3 bahasa, oleh 40 orang berbeda, dalam waktu kurang lebih 1500 tahun? 


Kebanyakan penulisnya tidak saling mengenal karena hidup dalam kurun dan tempat yang berbeda. Mereka juga memiliki latar belakang yang sangat beragam, mulai dari rakyat biasa sampai seorang raja. Meskipun demikian, tulisan-tulisannya selaras saling berkesinambungan, sejalan tanpa saling bertentangan.

Sebenarnya apakah rahasianya? 

Ada satu Pribadi, yaitu Allah, yang memberi inspirasi atau ilham bagi semua penulis KITAB SUCI (ayat 16a). Kata “diilhamkan Allah” berasal dari kata Theopneustos yang berarti “ Allah yang menapaskan”. 

Gambarannya seperti seorang meniup seruling, yang mengembuskan napasnya ke dalam seruling sehingga menghasilkan nada-nada yang indah. Seruling tidak akan menghasilkan suara apa pun jika tidak ada yang meniup. Allah memberi wahyu kepada para penulis untuk menyampaikan isi hati-Nya kepada manusia. 

KITAB SUCI dapat menuntun pembaca untuk percaya kepada Pribadi Kristus yang memberikan keselamatan (ayat 15). 

Tulisan-tulisannya mengajar dan mengubah kita untuk hidup di dalam jalan kebenaran-Nya (ayat 16). 

Segala Firman-Nya memperlengkapi tiap-tiap kita untuk setiap pekerjaan baik (ayat 16-17).

Ingatlah bahwa meski Alkitab ditulis oleh manusia biasa, tetapi Allah adalah Pengarangnya. 
Bagaimana Anda menempatkan firman yang telah “dinapaskan” Allah itu dalam hidup Anda?

KITAB SUCI ADALAH SEBUAH MUKJIZAT.
TULISAN YANG MEMBAWA KESELAMATAN DAN MENGUBAH KEHIDUPAN.

BEDA SELERA

Lukas 19:1-10

Melihat hal itu, semua orang mulai bersungut-sungut, 
katanya, “Ia menumpang di rumah orang berdosa". 
(Lukas 19:7)

Coba bayangkan kejadian ini. Suatu malam kita melihat seorang imam sedang duduk bercengkerama dengan para pemuda di pos ronda. 

Apa reaksi spontan kita? Kita merasa tidak nyaman karena berpendapat bahwa iman tersebut tidak bisa menjaga wibawanya. Ataukah kita merasa senang dan kagum karena ada seorang rohaniwan yang bersedia membaur dengan orang kebanyakan?

Menarik sekali untuk mencari tahu mengapa orang banyak bersungut-sungut terhadap keputusan Tuhan Yesus yang akan menginap di rumah Zakheus (ayat 7). 

Pastilah karena mereka tidak sepakat dengan keputusan tersebut. Hati mereka terusik karena mereka tahu siapa itu Zakheus. 

Mereka berkeyakinan bahwa tidak sepatutnya orang saleh bergaul rapat dengan orang yang mereka anggap kurang baik hidupnya. 

Celakanya lagi mereka dengan cepat menganggap dirinya ada di kubu orang saleh, sehingga mereka sangat terganggu. 

Di sinilah akar masalahnya. Mereka memiliki cara pandang yang berseberangan dengan Tuhan Yesus. Ironisnya, mereka berharap Tuhan Yesus-lah yang menyesuaikan diri dengan cara berpikir mereka, dan bukan sebaliknya.

Apakah kita sering merasa terganggu dengan apa yang Allah putuskan? Apakah kita sering merasa tidak mengerti jalan pikiran dan tindakan Allah, lalu kita bersungut-sungut? 

Kalau keyakinan kita banyak yang berseberangan dengan Allah, kita akan banyak menemukan konflik dengan-Nya. 

Mari kita lihat ulang keyakinan-keyakinan kita. Lalu bandingkan dengan isi hati Allah. Ketika ada yang tidak sejalan dengan selera-Nya, kitalah yang perlu menyesuaikan diri dengan-Nya. Bukan sebaliknya!

KETIKA KITA BERBEDA SELERA DENGAN ALLAH,
KITA AKAN MENGHADAPI BANYAK MASALAH.