Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Rabu, 07 Agustus 2024

TERANG BAGI NEGERI

Matius 5:13-16

Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah tempayan, 
melainkan di atas kaki pelita sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 
(Matius 5:15)

Kedua anak perempuan teman saya, nama Dita dan Dina punya cita-cita istimewa. Yang sulung ingin menjadi hakim. Yang bungsu ingin menjadi jaksa. Mereka ingin menjadi para penegak kebenaran dan pembela yang lemah. Saya bertanya bagaimana mereka bisa punya cita-cita semulia itu. 

Dengan mimik serius layaknya orang dewasa, Dina menjawab, “Aku belajar dari Alkitab, Tuhan sangat menentang ketidakadilan dan kejahatan. Namun, itulah yang banyak terjadi sekarang.” 

Tiap mengingat mereka saya terharu. Kedua anak itu rindu menjadi terang di tempat yang dianggap banyak orang kotor, penuh kegelapan.

Yesus mengingatkan murid-murid-Nya bahwa untuk memenuhi fungsinya, terang harus berada di tempat yang tepat, yaitu di tempat yang bisa dilihat orang (ayat 16). Bukankah “dilihat orang” itu terkesan sombong? 

Dalam konteks ini tidak, karena tujuannya adalah orang dibawa memuji Tuhan, bukan kebaikan manusia. Berada di tempat yang tepat dimaksudkan agar fungsi terang itu maksimal (ayat 15). 

Di manakah terang paling berfungsi jika bukan di tempat yang gelap? 
Kapan orang membutuhkan cahaya untuk melihat kota di atas gunung 
atau beraktivitas di dalam rumah? 
Bukankah pada saat gelap meliputi?

Kerap kali pelita orang kristiani “tersembunyi” selama hari kerja, karena yang dianggap pelayanan hanyalah aktivitas hari Minggu di gereja. 

Padahal, dunia yang butuh diterangi itu mencakup semua bidang kehidupan—hukum dan pemerintahan, bisnis dan ekonomi, kesehatan dan pendidikan, media, bahkan seni, dan hiburan. 

Ketika menjumpai “kegelapan” di negeri ini, biarlah kita tidak putus harapan, tetapi justru bersemangat, karena di sanalah kesempatan yang sesungguhnya menjadi terang dunia.

DI MANAKAH ANDA DAN SAYA SEHARUSNYA BERADA
AGAR BANYAK ORANG MELIHAT KEBENARAN DAN MEMULIAKAN TUHAN?

Minggu, 04 Agustus 2024

Menyangkal Diri

Lukas 9:22-27

Kata-Nya kepada mereka semua:
 “Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, 
memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." 
(Lukas 9:23)


Menyangkal diri biasanya sering diartikan dengan meninggalkan sesuatu yang baik dan diinginkan seperti keberhasilan karir dan kenyamanan materi, demi mengikut Kristus. 

Namun, banyak yang enggan meninggalkan karakter yang buruk demi mengikut Kristus. Mungkin kita pernah mendengar orang yang berkata: “Aku memang pemarah. Itu sudah turunan, tidak bisa diubah.” Atau, “Aku begini ya karena keluargaku berantakan.” 
Keluarga, masa lalu, dan situasi bisa jadi kambing hitam ketidakmauan orang untuk berubah.

Yesus sangat jelas dengan tanggung jawab personal dalam mengikut Dia. 
“Setiap orang” punya tanggung jawab untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus. Apa pun latar belakang dan situasi orang itu. 

Ketika kita menyangkal tanggung jawab atas kebiasaan buruk kita, bukankah itu sama saja dengan berkata: “Tuhan, kalau aku disuruh berubah, aku tidak bisa ikut Engkau. Tuhan kan tahu situasiku.” Kita sama saja dengan orang yang berusaha “menyelamatkan diri sendiri” dan menyalahkan semua yang lain, termasuk Tuhan. Kita mau ikut Dia dengan catatan kita bebas menentukan bagaimana caranya. Bukankah itu menunjukkan bahwa kita sebenarnya sedang menolak mengikut Dia?

Yesus menghendaki kita mengikuti Dia, meneladani hidup-Nya yang memuliakan Allah. 
Adakah kebiasaan buruk yang harus kita tinggalkan demi hal itu? Mari mengakui kebiasaan buruk itu sebagai kesalahan kita pribadi, bukan orang lain, masa lalu, atau situasi di sekitar kita. Meninggalkannya mungkin butuh perjuangan. 
Namun, itulah kehendak Yesus bagi kita. Dia yang memanggil akan memampukan kita untuk melakukannya!

MENYANGKAL DIRI TERMASUK MENINGGALKAN SIFAT BURUK
YANG SELAMA INI NYAMAN KITA LAKUKAN.

Menjadi Orang Kecil

Lukas 10:21-24

... bergembiralah Yesus ... dan berkata, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, ... 
karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, 
tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 
Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 
(Lukas 10:21)

“Kita bisa belajar banyak dari orang-orang kecil,” mungkin Anda pernah mendengar kalimat bijak semacam ini. Orang kecil di sini jelas bukan berarti orang yang memiliki tubuh kecil. 
Maksudnya adalah orang yang sederhana, jauh dari gelimang harta, mungkin hanya pegawai rendahan yang tidak dianggap siapa-siapa. Melihat kondisi mereka, orang-orang yang memiliki taraf hidup lebih baik diingatkan untuk belajar bersyukur dan lebih menghargai apa yang mereka miliki.

Yesus juga bersukacita karena pernyataan Bapa kepada orang kecil (ayat 21). 

Apakah yang dimaksudkan sama dengan “orang kecil” yang biasa kita pahami? Ternyata tidak. 

Dalam bahasa aslinya, Yesus menggunakan kata yang berarti “anak kecil”. Melihat konteks Lukas 10, Yesus mengatakan hal ini pada waktu tujuh puluh murid-Nya kembali dari pelayanan dan berkisah bahwa mereka mengalami pernyataan kuasa Tuhan secara luar biasa (ayat 17-20). 

Yesus bersukacita karena pernyataan Bapa kepada mereka. Jelas mereka bukan anak kecil. Ini adalah kiasan untuk menunjukkan kerendahan hati anak kecil: bergantung penuh dan menyambut pertolongan yang dibutuhkan (bandingkan Matius 18:3; 19:14). 

Dengan demikian orang bijak dan orang pandai yang dikontraskan di sini dapat diartikan sebagai mereka yang sombong, mengandalkan diri sendiri, tidak butuh pertolongan Tuhan.

Bagaimana Tuhan akan menyatakan diri jika kita merasa “sudah tahu”, “sudah bisa”, dan tak mau dengan rendah hati membuka diri untuk diajar? 
Jika ini mewakili sikap Anda, ingatlah selalu, 
Tuhan bersuka cita menyatakan diri kepada orang-orang kecil.

ALLAH MENENTANG ORANG YANG CONGKAK, 
TETAPI MEMBERI ANUGERAH
KEPADA ORANG YANG RENDAH HATI—
1 PETRUS 5:5

Penghargaan

Lukas 17:7-10

Demikian jugalah kamu. 
Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, 
hendaklah kamu berkata: 
Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan. 
(Lukas 17:10)

Cukup sering saya merasa gagal ketika menyelesaikan suatu tugas. Perasaan kecewa dan menyalahkan diri semakin kuat bila tugas yang saya kerjakan itu dilihat oleh banyak orang. Selidik punya selidik, perasaan gagal itu ternyata terkait dengan tanggapan orang lain. Ketika hasil kerja saya tampaknya kurang dihargai, saya merasa kecewa. Saya berharap pujian, tetapi justru kritiklah yang lebih banyak saya terima.

Keinginan mendapatkan penghargaan merupakan salah satu penghalang kita melayani Allah. Itu sebabnya Yesus mengingatkan murid-murid-Nya dengan mengutip tata krama seorang hamba terhadap tuannya sebagaimana kebiasaan pada zaman itu. Ketika melakukan tugas, kita bukanlah tuan yang berhak menerima pujian. 

Sebaliknya, kita adalah hamba. Bahkan, bukan hanya pujian yang tidak layak kita terima, sekadar ucapan terima kasih pun tidak boleh kita harapkan. Apakah dengan demikian Allah adalah Tuan yang kejam? Sama sekali tidak. 

Karena Yesus, Allah yang menjadi manusia itu memberikan teladan bagi kita. Yesus menggenapkan seluruh tugas yang dibebankan Allah, yaitu sampai mati di atas kayu salib dalam kehinaan tiada tara.

Apakah Anda merasa lesu melayani Tuhan? 
Anda bermaksud meninggalkan tugas pelayanan yang Tuhan percayakan? Atau Anda tidak ingin melayani karena merasa pelayanan itu tidak ada gunanya? 

Bila keinginan itu muncul, cobalah selidiki, apakah hal itu terkait oleh tiadanya penghargaan atau pujian yang Anda terima. Lalu, pandanglah Kristus yang telah meninggalkan teladan dengan hidup sebagai hamba, sekalipun Dia adalah Tuan kita.

BERSYUKURLAH KEPADA KRISTUS YANG TELAH MELAYANI KITA.
BANGKITKAN KEMBALI SEMANGAT PELAYANAN DENGAN MENELADANI-NYA.

Keramahan dari Hati

Titus 3: 1-7

Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. (Titus 3:2)

Banyak bangsa mengedepankan keramahan sebagai nilai lebihnya di mata bangsa lain. Bangsa kita pun demikian. Namun, kadangkala upaya ini membuat keramahan tak lagi muncul dari hati. Misalnya saja, saat kita mengunjungi bank, kita menerima sapaan pegawai atau pun petugas keamanannya. Kata-kata sapaannya tertata dan seragam, tetapi tanpa rasa dan tak kontak dengan yang disapa. Mimik wajah dan bahasa tubuh terlihat tak alamiah. Hasil latihan. Sebaliknya, sekalipun mungkin bukan dengan bahasa “sekolahan”, di toko-toko kelontong kecil ataupun di pasar, kita sering lebih merasa hangat disambut. Keramahan yang muncul karena tugas atau dari hati, dapat dirasakan bedanya.

Paulus berpesan melalui Titus agar jemaat, pengikut Yesus, selalu ramah terhadap semua orang. Berlaku ramah bukan hanya kepada sesama pengikut Yesus, melainkan juga kepada semua orang, kepada mereka yang berlaku baik terhadap jemaat maupun yang tak menyukai jemaat. Mengapa? Paulus mengingatkan, bahwa kita diselamatkan juga bukan karena perbuatan baik kita (ayat 4-5). Semuanya adalah anugerah Tuhan. Anugerah itulah yang kita teruskan kepada sesama melalui sikap yang ramah.

Keramahan bagi sebagian orang butuh pembiasaan. Dalam suasana Idul Fitri ini, bagaimanakah kita menunjukkan keramahan kepada kerabat, handai taulan, tetangga, mitra usaha, atau pun rekan sejawat yang merayakannya? Mintalah Roh Kudus menolong Anda merangkai kata yang tepat, sehingga mereka bisa melihat kasih Tuhan yang meluap dari hati Anda.

NYATAKANLAH KERAMAHAN DALAM KATA-KATA
YANG MELUAP DARI HATI YANG PENUH KASIH KRISTUS.

Maha Karya Tuhan

Yesaya 43:1-7

... semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku, yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan! (Yesaya 43:7)

Istilah mahakarya biasanya dipakai untuk menyebut karya-karya berbobot tinggi dan diakui publik sepanjang masa. Dalam bidang seni, sebut saja lukisan Leonardo Da Vinci, pahatan Michelangelo, atau lagu-lagu Chrisye yang belakangan sering dikonserkan. Karya-karya sebagus itu tak hanya membuat penciptanya dipuji, tetapi juga memicu orang meniru, atau membuat replikanya, untuk disebarluaskan. Sebagian bahkan dimuseumkan agar generasi mendatang bisa mengetahui bahwa pernah ada karya sebagus itu.

Adakah kita menyadari bahwa tiap hari kita sebenarnya diperhadapkan dengan mahakarya Tuhan? Bacaan kita menceritakan janji penyelamatan umat manusia yang diberikan melalui umat Israel. Mengapa manusia begitu berharga di mata Tuhan? Ayat 7 menjawab: sebab manusia diciptakan untuk kemuliaan-Nya! Penebusan memungkinkan manusia yang sudah jatuh dalam dosa kembali menyatakan keagungan Pencipta-Nya! Akar kata kemuliaan dalam bahasa aslinya adalah kabod, yang berarti bobot. Pikirkanlah ini: Tuhan tak sekadar memproduksi seorang Adam dalam jumlah banyak. Dia membuat manusia dengan jenis kelamin berbeda, Hawa. Belum cukup sampai di situ, Dia menciptakan anak-anak melalui mereka. Hari ini ada lebih dari 7 miliar manusia yang memenuhi dunia, masing-masing dengan sidik jari, ukuran, warna kulit, dan kepribadian yang berbeda!

Mahakarya mana di dunia ini yang bobotnya menyamai bobot mahakarya Tuhan? Bagaimana kesadaran akan hal ini memengaruhi sikap kita terhadap Tuhan dan sesama? Bagaimana agar generasi kita dan yang akan datang juga ikut menyadari dan memberi penghargaan yang semestinya terhadap Tuhan dan mahakarya-Nya?

MAKIN DALAM KITA MENGENAL BOBOT KARYA DAN PRIBADI TUHAN,
MAKIN BESAR PENGHORMATAN DAN KASIH KITA KEPADA-NYA.

Selasa, 30 Juli 2024

Kegiatan Penyuluh Katolik bulan Juli 24

Pembinaan dan pendampingan bagi warga binaan yang tergabung dalam kelompok kitab suci yang diadakan setiap Rabu sore di Griya Sumilir Bambanglipuro 



Pendampingan dan Pengembangan hidup bersama di Lingkungan Gabriel, Paroki Santo Paulus Pringgolayan dengan berbagai kegiatan bersama.






PENGEMBANGAN DIRI melalui Mengikuti Kegiatan Pelatihan Jarak Jauh yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Semarang dengan tema Penyuluhan Berbasis TIK 1







Pendamping Iman Anak Katolik di Panti Asuhan Bina Putra BANTUL