Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Senin, 04 Desember 2023

CIRI KHAS

Efesus 4:17-32

Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus. 
(Efesus 4:20)

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri ini mencakup hal-hal yang nampak oleh mata maupun yang bersifat kebiasaan atau kepribadian. Ciri khas ini juga menunjukkan identitas seseorang. 


Sebagai contoh, seseorang yang memakai seragam polisi akan dikira sebagai seorang polisi. Seseorang yang berbicara dengan logat Jawa akan diduga sebagai orang Jawa.

Sebagai pengikut Kristus, kita pun memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas kita dan membuat kita berbeda dari orang lain. 

Ciri ini tentu bukan bersifat fisik atau penampilan, seperti memakai benda yang bersimbol Kristiani. Sebab orang yang tidak beragama Kristen pun bisa memakai simbol tersebut. 

Sebaliknya, ciri ini seharusnya mengacu pada sikap hidup yang menampakkan identitas kita sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Kristus dan telah menjadikan Dia sebagai Tuhan kita.

Kesadaran akan keselamatan yang telah kita terima tersebut akan menghadirkan sukacita dan pengharapan yang tiada henti di dalam hati kita. Kita tahu bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, dan pada akhirnya Tuhan akan memulihkan segalanya di surga kelak. 

Sementara itu, kesadaran akan siapa Tuhan kita memotivasi kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Identitas ini harus terus kita ingat dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita perbuat sehingga hidup kita mencirikan hidup orang percaya. Kemudian, melalui kesaksian itu, kiranya orang lain akan mengenal Tuhan dan hidup kita menjadi berkat bagi mereka.

CIRI KHAS ORANG KRISTEN ADALAH 

SIKAP HIDUP SEBAGAI ORANG
YANG TELAH DISELAMATKAN 
DAN MENJADIKAN YESUS KRISTUS SEBAGAI TUHAN

PEMBAWA KABAR DAMAI

Yesaya 52:1-15

Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, 
yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, 
yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: 
“Allahmu itu Raja!” 
(Yesaya 52:7)

Saat gempa mengguncang Yogyakarta pada 2006, ada saja oknum tidak bertanggung jawab yang memperkeruh suasana. Tersebar isu bahwa tsunami segera menyusul. Sungguh ironis, ketika orang tengah ditimpa musibah dan memerlukan uluran tangan, ada oknum yang malah meniupkan kabar simpang-siur. Bukannya mendatangkan penghiburan dan ketenangan, kabar ini jelas membuat warga yang sudah kalut menjadi semakin panik.


Bacaan Kitab Suci ini, sebaliknya, berbicara tentang seorang pembawa kabar damai, kabar baik, dan kabar keselamatan bagi Sion. 

Waktu itu, umat Allah sedang tertekan karena runtuhnya Yerusalem dan penindasan Babel. Di tengah tekanan tersebut, Tuhan menyapa dan menenteramkan mereka melalui Nabi Yesaya. Dia memberi janji tentang datangnya pembawa damai dan keselamatan sejati, yakni Yesus Kristus. 

Dan, itu sungguh benar. Lihatlah bagaimana si lumpuh, si buta, si bisu, si tuli, si kusta, dan orang yang kerasukan setan disembuhkan-Nya. 

Lihatlah bagaimana Dia memberikan nyawa-Nya, agar setiap pendosa yang menerima-Nya mendapati jalan pendamaian dengan Allah (bandingkan dengan Roma 10:4-15).

Anda dan saya adalah pendosa yang sudah ditebus oleh-Nya. 

Maka, kita diutus untuk menjadi saksi yang meneruskan berita damai ke seluruh dunia. 


Di mana saja kita berada, biarlah berita damai itu diberitakan. Baik melalui tutur kata, terlebih melalui tindakan nyata dalam kasih, hingga Kabar Baik Injil pun menyejukkan dan mengubah hidup mereka yang gerah akan dosa. Dan, Allah kita dirajakan.

PEMBAWA BERITA KEBENCIAN, KEKERASAN, FITNAH, DIKUTUKI ORANG,
TETAPI PEMBAWA DAMAI DICINTAI DAN DISAMBUT BANYAK ORANG

TERIMA YANG BURUK

Ayub 2:1-10

Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! 
Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, 
tetapi tidak mau menerima yang buruk?”..
(Ayub 2:10)

Timbul sebuah pertanyaan dalam pikiran saya ketika merenungkan jawaban Ayub atas pernyataan istrinya. 

Saya membayangkan betapa jengkel dan marahnya istri Ayub saat melihat kondisi suaminya yang begitu menyedihkan. Ia bahkan memaksa Ayub untuk mengutuki Allah, yang ia anggap bertanggung jawab atas semua tragedi yang menimpa mereka. Tetapi, Ayub dengan bijaksana menjawab bahwa ia tidak hanya mau menerima hal yang baik dari Allah, tetapi juga hal yang “buruk”.


Pertanyaannya, pernahkah Allah memberikan hal yang buruk kepada umat-Nya? Tidak pernah, bukan? Allah selalu memberikan hal yang terbaik untuk umat-Nya! 

Tragedi bukanlah pemberian Allah, namun Dia mengizinkan hal itu menimpa kita, agar kita lebih mengenal kuasa-Nya. Iman kita makin teruji ketika menghadapi dan melewati kondisi yang buruk itu. Reaksi dan respon kita terhadap sebuah tragedi memperlihatkan seberapa besar pengenalan kita akan Allah.

Ayub memandang tragedi yang dialaminya dengan cara yang benar. 

Ia tidak pernah mempersalahkan Allah sebab ia tahu bahwa Allah tidak pernah salah. 


Jujur saja, ketika mengalami sebuah tragedi hidup, kita acapkali dengan mudah merasa bahwa Allah tidak berlaku adil terhadap kita. Kita lupa bahwa semua itu pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan. 

Sekalipun saat ini kita tidak tahu kapan dan apa “hal terbaik” yang akan Tuhan nyatakan, kita dapat memilih bagian yang terbaik: percaya. 

Ya, percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan.

ALLAH DAPAT MENGGUNAKAN HAL-HAL YANG TAMPAK BURUK SEKALIPUN
UNTUK MENYATAKAN KEBAIKAN-NYA DALAM HIDUP KITA

TELADAN ORANG TUA

Yesaya 49:14-21

Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, 
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? 
Sekalipun dia melupakannya, 
Aku tidak akan melupakan engkau. 
(Yesaya 49:15)

Sebagai orangtua, kadang saya terintimidasi dengan nasihat bahwa orangtua harus mendidik anaknya bukan hanya dengan perkataan, namun juga dengan teladan. Tentu saya ingin menjadi teladan, namun tidak sedikit cara hidup saya yang tidak patut diteladani. 

Bagaimana menyikapinya?

Untuk menggambarkan kesetiaan Allah, Yesaya antara lain membandingkan kasih Allah dengan kasih ibu. Ibu atau orangtua berpotensi melukai dan bahkan meninggalkan anak kandungnya, tetapi Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. 

Mengapa kita tidak menggarisbawahi fakta ini dalam pengasuhan anak?

Matthew Sims, dalam blog Grace for Sinners, bercerita bagaimana ia berjanji kepada anaknya. Anaknya berulang-ulang menagih janji itu. Karena belum dapat menepatinya, ia berkata, “Ayah mengasihimu dan, saat ayah berjanji, ayah akan berusaha keras untuk menepatinya. 

Namun, siapa coba yang tidak pernah melanggar janji? Tuhan. Sekalipun ayah sudah berusaha sebaik mungkin, bisa saja terjadi hal-hal yang tak terduga. Namun, tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan. 


Dia merancangkan segala sesuatu dan memegang kendali atas segala situasi.”

Cara yang inspiratif! 

Dengan itu, anak diarahkan untuk memandang bukan kepada manusia, melainkan kepada Tuhan, dan mengandalkan kedaulatan-Nya. 

Anak juga melihat bahwa orangtuanya cukup rendah hati untuk mengakui kelemahannya dan bersedia berpaling kepada anugerah Tuhan untuk mengatasi kelemahan itu. 

Ini teladan yang bakal sulit dilupakan anak, bukan?

TELADAN TERBAIK YANG DAPAT DIBERIKAN ORANGTUA:
MENGARAHKAN ANAK UNTUK BERPEGANG TEGUH PADA KESETIAAN TUHAN

JANGAN LENGAH

I Petrus 5:1-11

Sadarlah dan berjagajagalah! 
Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum 
dan mencari orang yang dapat ditelannya. 
(1 Petrus 5:8)

Bruce Lee, aktor laga terkenal dari Hong Kong era 1960-1970-an, pernah berkata demikian, ”Jangan pernah memalingkan matamu dari lawan, bahkan pada saat kamu dalam posisi menunduk!” 

Saat bertarung, lawan adalah fokus sasaran kita. Sekali saja kita lengah, ia akan dapat menjatuhkan kita dengan kekuatan yang mungkin tak pernah kita perkirakan. Sekalipun kita terpaksa harus menundukkan kepala, seperti kata Lee, pandangan kita harus tetap terarah pada lawan.

Petrus juga mengingatkan jemaat agar sadar dan berjaga-jaga akan serangan Iblis. 

Apakah ini berarti kehidupan oang Kristen jadi serba tegang dan was-was kalau-kalau mendadak entah dari mana lawan kita menerkam? Syukurlah, tidak begitu. 

Fokus peringatan ini bukanlah kecemasan dalam menghadapi serangan musuh, melainkan pentingnya berserah pada Tuhan dan mengandalkan anugerah-Nya. Dalam pemeliharaan-Nya, kita mendapatkan kekuatan dan senjata untuk menghadapi tipu muslihat lawan.

Catatan kecil namun menarik dari Petrus adalah: “semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama”. 


Dengan kata lain, kita tidak perlu berjuang seorang diri. Kita memiliki komunitas saudara seiman yang dapat mendukung kita: dengan saling mendoakan, dengan saling mengingatkan untuk tetap berpegang teguh dalam iman, dengan saling menghibur dan menguatkan. 

Dalam perlindungan dan pemeliharaan Allah serta dalam persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman, kita dikuatkan agar tetap teguh dan tidak goyah.

PENYERAHAN DIRI KEPADA TUHAN DAN PERSEKUTUAN DENGAN
SAUDARA SEIMAN MEMPERKUAT KITA DALAM MENGHADAPI PENCOBAAN

DIBALIK SILSILAH

Matius 1:1-17

Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. 
(Matius 1:1)

Nama dan sejarah menjadi pokok penting dalam karya Allah, dan mengandung makna yang mendalam bagi umat Yahudi. 


Abraham adalah leluhur termasyhur yang menerima Perjanjian Rahmat. Daud, meskipun memiliki catatan negatif, dianggap sebagai raja ideal, dan melalui garis keturunannya akan lahirlah harapan Israel dalam diri Mesias, Sang Pembebas. Adapun pembuangan ke Babel adalah pengalaman mahapahit, namun sekaligus menjadi penanda dan juga realitas pembaharuan hidup yang hadir melalui air mata dan pertobatan. 

Jadi, ada karya Allah bagi hidup umat melalui perjanjian rahmat, pengharapan, dan pembaharuan hidup. Semua ini terpola dan terarah kepada Kristus dalam rangkaian sejarah keselamatan.

Menarik pula, jika kita cukup teliti membacanya, kita akan mendapati munculnya beberapa nama perempuan istimewa dalam daftar silsilah ini: Tamar, Rahab, Rut, istri Uria, dan Maria. 


Mengapa mereka istimewa? Maria jelas. Rut perempuan asing. Tamar dan istri Uria (Betsyeba) memiliki masa lalu yang kelam. Inilah istimewanya karya Tuhan.

Karya Allah dalam sejarah menggunakan dan mengatasi kelemahan manusia dalam pergumulannya. 

Bukankah itu melegakan? Melalui kita pun dalam pergumulan dan bahkan kegagalan kita Allah dapat menguntai karya damai sejahtera ketika kita berserah kepada-Nya. 

Kiranya kita menjadi “rajutan” yang indah dalam ”kain” sejarah yang sedang dipintal oleh-Nya.

DI TANGAN ALLAH,
KITA SEMUA BERHARGA, AMAT BERHARGA!

Senin, 13 November 2023

MENS SANA IN CORPORE SANO

Matius 9:1-8

Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, 
dosa-dosamu sudah diampuni... 
Bangunlah, angkat tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu! 
(Matius 9:2,6)

Judul renungan ini berarti "jiwa yang sehat ada di dalam tubuh yang sehat". 

Kesehatan jiwa mendukung kesehatan tubuh. Dunia kedokteran menunjukkan, banyak penyakit yang disebabkan oleh gangguan jiwa, seperti kecemasan, dendam, iri, putus asa. 

Di Palestina kuno pada zaman Yesus ada kepercayaan: orang yang sakit tidak akan sembuh jika dosanya belum diampuni. Tentu saja, tidak semua penyakit merupakan ganjaran dari dosa. Di sisi lain, semua manusia telah jatuh ke dalam dosa (Rom. 3:2).

Si lumpuh mungkin merasa terbelenggu dosa sehingga apatis dan putus asa, pasrah terhadap nasib. 

Syukurlah, teman-temannya peduli dan membawanya kepada Yesus. Dan Yesus Sang Mesias menyapanya, "Dosa-dosamu sudah diampuni. Bangun dan bawalah tilammu dan pulanglah ke rumahmu." 

Keyakinan bahwa dosanya diampuni menyebabkan si lumpuh itu segera bangun, lalu pulang. 

Para ahli Taurat menuduh Yesus menghujat Allah sebab hanya Allah yang dapat mengampuni dosa manusia. 

Tetapi, Yesus memberikan kepastian bahwa Dialah Anak Manusia, yaitu Allah Sang Putra yang mempunyai hak dan kuasa mengampuni dosa (ay. 6).

Dosa menyebabkan kita tidak lagi berpaut kepada Allah, dan kita hidup hanya dengan mengandalkan diri sendiri atau hal-hal lain. 

Akibatnya, jiwa kita menjadi sakit, dan tak jarang tubuh kita menjadi terganggu dan jatuh sakit pula. 

Kita dapat belajar mengembangkan persekutuan dengan teman-teman seiman yang rindu untuk menolong kita senantiasa dekat dengan Yesus; Dia pasti akan memedulikan kita.

DIA MAMPU MENYEMBUHKAN JIWAMU, 
DIA PEDULI PADAMU,
SEBAB DIALAH YESUS KRISTUS, 
GEMBALA JIWAMU