Mewartakan Kerajaan Allah di tengah dunia modern sambil menyadari bahwa aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut Perkataan dan kehendakMU.
Semoga Tuhan memberkati langkah perjuangan dan tugas perutusan kita. AMIN.
dan sebelum aku menaruh jariku ke dalam bekas paku itu
dan menaruh tanganku ke lambung-Nya,
sekali-kali aku tidak akan percaya.”
(Yohanes 20:25)
No pic hoax! Komentar ini lumayan populer di antara pengguna jejaring sosial, khususnya Twitter.
Jika ada orang yang mengabarkan suatu hal yang unik, mengejutkan, atau mengherankan, namun tanpa melampirkan foto sebagai pendukung, biasanya ada orang lain yang menimpali dengan komentar itu.
Tanpa bukti berupa foto, kabar itu dianggap bohong.
Tomas bersikap seperti itu ketika murid-murid lain menceritakan perjumpaan mereka dengan Tuhan yang telah bangkit. Ia ingin melihat sendiri dan menyentuh sendiri bekas luka pada tubuh Tuhan sebelum percaya akan kebangkitan-Nya.
Kita kerap merendahkan iman Tomas itu, menganggapnya sebagai iman kelas dua. Menariknya, para murid lain tidak berkomentar apa-apa terhadap keraguan Tomas. Mereka tetap menerimanya. Buktinya, Tomas bersama dengan mereka saat Yesus menampakkan diri lagi.
Tuhan Yesus juga tidak mencela sikap Tomas, melainkan langsung menyodorkan bukti yang Tomas harapkan. Berhadapan dengan bukti itu, Tomas mengucapkan pengakuan iman yang tajam: "Ya Tuhanku dan Allahku!” (ay. 28).
Meskipun kemudian Yesus menunjukkan jalan iman yang lebih baik—“tidak melihat, namun percaya” (ay. 29)—toh Dia memberi ruang pada keraguan Tomas.
Bagaimana kita menanggapi keraguan atau pertanyaan kritis seputar iman?
Segera mencela dan menepiskannya?
Atau memberi orang itu ruang untuk bergumul, mendampinginya tanpa bersikap merendahkan (bdk. Roma 14:1)?
Ketika keraguan itu memperoleh jawaban, kita akan menemukan pengakuan iman yang kokoh.
DALAM IMAN, KERAGUAN BUKANLAH JALAN BUNTU, MELAINKAN CELAH MENUJU PENGERTIAN YANG BARU
Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.
(Yohanes 3:30)
Charles Dickens pernah memberikan pernyataan tentang siapakah sebenarnya orang yang disebut terbesar itu. Ia berkata, “Ada orang besar yang menjadi besar dengan cara mengecilkan dan merendahkan orang lain. Tetapi, seorang besar sejati adalah seorang yang mampu membuat setiap orang merasa dirinya besar.”
Hampir setiap orang ingin menjadi nomor satu dan terkemuka. Tidak semua orang mempunyai kebesaran hati untuk menjadi orang nomor dua. Namun, Yohanes Pembaptis memahami benar arti sebuah kebesaran sejati.
Di saat begitu banyak orang mulai ribut dan membanding-bandingkannya dengan Yesus, Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kebesaran hatinya.
Pernyataannya bahwa Yesus harus makin besar, tetapi ia harus makin kecil menunjukkan betapa ia tidak berusaha membesarkan dirinya sendiri. Ia tahu panggilan Tuhan baginya sebagai pembuka jalan bagi Mesias yang akan datang (ay. 28).
Tujuan hidupnya adalah mengarahkan hati orang-orang kepada Yesus, Sang Mesias, dan bukan kepada dirinya sendiri.
Bagaimana dengan kita?
Bagaimana reaksi kita ketika di hadapan kita berdiri orang-orang yang siap menggantikan posisi kita?
Apa reaksi kita ketika banyak orang mulai membanding-bandingkan kemampuan kita dengan orang lain?
Apakah kita mulai terganggu?
Seorang besar sejati tentu tidak akan terganggu dengan semua itu.
Sebaliknya, ia akan menunjukkan kebesaran hatinya untuk membuat orang lain merasa dirinya besar. Ia akan memberi dukungan dan turut senang dengan keberhasilan orang lain.
ORANG YANG MEMILIKI KEBESARAN HATI AKAN TERBEBAS DARI GODAAN UNTUK BERSAING
terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru: "Kelaliman! Aniaya!"
Sebab firman TUHAN telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari.
(Yeremia 20:8)
Yeremia melayani di tengah situasi yang sulit. Pada saat usianya masih muda, ia harus bernubuat bagi bangsa Yehuda yang dipimpin oleh para imam dan nabi senior serta raja.
Yang lebih menyulitkan, pesan Tuhan yang harus disampaikannya berbeda dengan nubuat yang disampaikan oleh kebanyakan nabi saat itu.
Seorang diri melawan mayoritas. Ia sangat tidak populer sebab menubuatkan kejatuhan Yehuda dan runtuhnya Bait Allah, sedangkan mayoritas nabi dan imam menubuatkan yang sebaliknya.
Tentu saja Yeremia menghadapi masalah besar.
Tidak banyak orang bersedia mendengarkan pesannya. Kebanyakan orang lebih mempercayai mayoritas nabi senior daripada Yeremia. Untuk mempertahankan kebenaran yang ia percayai, Yeremia harus menerima perlakuan yang tidak menyenangkan: dipukul, dipasung, diejek, bahkan diancam akan dibunuh. Tetapi, Yeremia tetap berpegang teguh pada keyakinannya sebab ia tahu pesan itu berasal dari Tuhan walaupun tidak ada orang yang berpihak padanya.
Di tengah dunia yang semakin pelik ini, kita perlu memiliki iman seperti Yeremia. Terkadang kita sulit mengenali kebenaran karena tertutup oleh pendapat mayoritas.
Jika banyak orang di sekitar kita melakukan hal yang salah, hal itu akan tampak sebagai sesuatu yang benar; sebaliknya, orang yang melakukan kebenaran akan kelihatan ganjil.
Namun, seperti Yeremia peka akan suara Tuhan dan taat kepada-Nya, kita perlu peka untuk mengenali suara kebenaran di tengah keriuhan suara mayoritas.
MAYORITAS BELUM TENTU BENAR; BERPEGANGLAH PADA KEBENARAN
Ada seorang teman yang telah dinyatakan mengidap kanker kelenjar getah bening stadium IIIB. Banyak doa dinaikkan untuk kesembuhannya.
Kami yakin bahwa Tuhan berkuasa melakukan hal yang mustahil menurut ukuran manusia. Firman-Nya meneguhkan iman kami. Setelah menjalani serangkaian kemoterapi, keadaan teman semakin buruk dan penderitaannya bertambah parah.
Pada suatu saat, dengan cara yang sungguh indah, ia meninggalkan dunia selamanya untuk memasuki kekekalan bersama Yesus.
Meskipun permohonan agar teman dipulihkan tak dikabulkan, kami percaya bahwa Tuhan telah mengaruniakan yang terbaik.
Rencana Tuhan tidak sama dengan rencana manusia (ay. 8).
Begitu pula cara-Nya, sangat berbeda dari cara kita. Pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya jauh lebih besar, bagaikan jarak langit dari bumi (ay. 9).
Bagaimana mungkin kita menuntut agar Tuhan mencocokkan agenda-Nya dengan agenda kita?
Kita hanya mampu melihat sejauh mata memandang. Tidak tahu apa yang menanti sesudah belokan. Kita memiliki keterbatasan, sedangkan Tuhan tak terbatas.
Mengapa kita tidak menyerahkan hidup dan segala masalah kita kepada Dia?
Memang, tak selalu doa kita dijawab oleh Tuhan sesuai dengan harapan kita. Wewenang Tuhanlah untuk memberikan atau tidak memberikan yang kita pinta.
Doa kita seyogyanya, “Jadilah kehendak-Mu, ya Bapa.” Dengan demikian, kita mempersilakan Tuhan bertindak dengan leluasa, bukannya memaksakan keinginan kita sendiri.
APABILA KITA MENYESUAIKAN DIRI DENGAN RANCANGAN TUHAN, DAMAI SEJAHTERA AKAN MELIPUTI HATI KITA
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
(Filipi 1:21)
Para pendengar dan sahabat BATIK
(BABAGAN NITI KABECIKAN) yang terkasih, selamat pagi, salam damai dalam kasih Kristus, Berkah Dalem.
Sutresno Budoyo untuk beberapa menit kedepan akan saya temani untuk berbagi permenungan tentang perutusan kita sebagai para murid Kristus dengan mengambil tema "SIAP HIDUP SEKALIGUS SIAP MATI" bersama SAYA ROGATIANUS SLAMET WIDIANTONO penyuluh agama katolik BANTUL.
Sebelumnya marilah kita nikmati lagu dan doa "HIDUP INI ADALAH KESEMPATAN"
Sebuah Ungkapan Jiwa
Bapa yang berbelas kasih, Pujian dan syukur senantiasa kami lambungkan kepadaMu atas segala kemurahan kasihMu yang luar biasa dan istimewa serta dengan penuh sukacita Kauberikan kepada kami dengan cuma-cuma, gratis. Semoga kamipun dapat berbagi kasih kami kepada sesama kami, makhluk ciptaanMu tanpa mengharap kembali.
Engkaupun telah memberikan keteladanan hidup perutusan di dunia ini kepada kami melalui Yesus Kristus Sang Gembala kehidupan untuk melaksanakan kehendakMu juga dengan membawa kabar baik dan kabar gembira demi terciptanya Kerajaan Allah di dunia ini.
Semoga rahmat kehidupan yang telah kami terima ini memampukan kami untuk menjadi dan berbagi BERKAT untuk sesama kami dan mendatangkan RAHMAT BERLIMPAH sebagaimana menjadi tugas perutusan kami. Demi Kristus Tuhan kami Amin.
1:12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,
1:13 sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus.
1:14 Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut.
1:15 Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik.
1:16 Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil,
1:17 tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara.
1:18 Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita,
1:19 karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.
1:20 Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
1:21 Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
1:22 Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
1:23 Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergidan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik;
1:24 tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.
1:25 Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman,
1:26 sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu.
Sutresno Budoyo, ada 2 pernyataan yang akan ungkapan.
Pertama
Orang-orang yang serius menjalani hidup akan senang dengan pepatah ini, “Hiduplah hari ini seolah-olah engkau akan mati esok hari.”
Kedua
Sementara orang-orang yang sudah putus asa menghadapi hidupnya akan beralih pada pemikiran ini, “Bersenang-senanglah hari ini karena besok mungkin engkau sudah tidak ada lagi.”
Nah, Sutresno Budoyo
Dua pandangan ini sebenarnya sama-sama menitikberatkan pentingnya hidup daripada mati.
Saya ajak Panjenengan sedaya belajar dari Paulus yang tersirat di Filipi.
Paulus punya cara pandang yang unik dalam melihat hidupnya.
Baginya hidup dan mati sama-sama penting.
Apa buktinya?
Ia hidup untuk bersukacita menyaksikan pertumbuhan iman jemaat Filipi yang ia layani (ay. 3-11) dan rela menderita demi memberitakan Injil (ay. 12-17).
Mengapa Paulus dapat menjalani hidupnya dengan sukacita meski menderita?
Kuncinya adalah Kristus.
Sutresno Budoyo
Ya, kuncinya adalah Kristus.
Kristus memberikan makna baru baik pada kehidupan maupun kematian.
Paulus menekankan bahwa bila ia hidup, ia ingin terus melayani dan berbuah bagi Kristus.
Sebaliknya, apabila ia mati, ia memandangnya sebagai suatu keuntungan karena hal itu berarti ia berbahagia hidup bersama-sama dengan Kristus (ay. 18-26).
Sutresno Budoyo
Dunia akan menuntun kita untuk hanya mementingkan hidup.
Tetapi, Kristus telah mati dan bangkit agar kita mendapatkan jaminan hidup kekal setelah kita meninggalkan dunia ini kelak.
Sutresno Budoyo, pertanyaan refleksi untuk kita
Hidup seperti apakah yang kita hidupi saat ini?
Sudahkah Kristus menjadi pusat hidup kita?
Sudahkah kita merindukan hidup bahagia dalam kekekalan bersama Kristus kelak?
Sutresno Budoyo
KUALITAS HIDUP KITA DI DUNIA DITENTUKAN OLEH KERINDUAN KITA AKAN TUHAN
"Ah saya tidak bisa menyembah nih. Musiknya tidak pas di hati!” keluh seorang umat di akhir ibadat. Sepintas, keluhan ini terdengar wajar. Namun, keluhan ini berasal dari mentalitas penonton yang kerap kali menjangkiti banyak orang percaya.
Bagi seorang penonton, ia akan bernyanyi jika musik berhasil menggugah dirinya. Dengan kata lain, penyembahannya tergantung dari musik. Jika musiknya tak sesuai selera, ia mogok menyembah Tuhan. Ia melemparkan kesalahan pada musik. Sikap apakah yang diinginkan Tuhan ketika kita menyembah-Nya?
Mazmur 57, yang ditulis Daud ketika lari dari kejaran Saul, meneladankan sikap seorang penyembah yang sejati. Perhatikan urutannya. Hati harus siap sebelum bernyanyi (ayat 8). Jiwa harus bangkit sebelum alat musik dimainkan (ayat 9). Hati mesti bergelora menyembah-Nya bahkan sebelum musik mengalun. Hati penyembahan tidak didikte atau dibatalkan oleh musik. Prioritasnya tidak tertuju pada selera musik melainkan pada kebenaran Tuhan (ayat 11). Ia tidak meninggikan “kemuliaan musik”, tetapi kemuliaan Tuhan (ayat 12).
Setiap Minggu kita mengikuti Ekaristi di gereja. Periksalah diri kita dengan jujur, apakah kita datang sebagai seorang penonton atau penyembah? Apakah kita seperti “mesin diesel” yang harus dipanaskan terlebih dulu oleh musik supaya kita bisa menyembah-Nya? Atau, apakah kita menghampiri hadirat Tuhan dengan kerinduan dan kekaguman akan Dia? Berhentilah menjadi penonton dalam ibadah. Jadilah penyembah-Nya!
SEORANG PENONTON MERINDUKAN “HADIRAT MUSIK”. SEORANG PENYEMBAH MERINDUKAN HADIRAT TUHAN.