Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Jumat, 30 Desember 2022

PENGARUH POSITIF

Kis 18:1-17

Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, 
menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, 
dan banyak dari orang-orang Korintus, 
yang mendengarkan pemberitaan Paulus, 
menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis. 
(Kisah Pr. Rasul 18:8)


Biasanya kita mencintai, menghormati, merindukan, dan mendoakan orang yang berpengaruh positif dan mendatangkan sukacita dalam kehidupan kita. Saat kita bersama-sama dengan orang itu, ia memperlihatkan nilai-nilai kebajikan yang memberkati kehidupan kita. Ia menolong kita berubah menjadi lebih baik, mewujudkan impian, dan menguatkan kita. Sebaliknya, ada pula orang yang kehadirannya justru membuat kita tertekan dan menghambat kemajuan kita. Saat orang-orang seperti ini pergi, hati kita merasa senang.
Saat Paulus, Silas, dan Timotius berada di Korintus, kehadiran mereka memberikan pengaruh yang positif bagi kota itu. Krispus, seorang kepala rumah ibadah, menjadi percaya kepada Yesus. Seisi rumahnya pun ikut percaya kepada Yesus. Banyak orang Korintus yang menjadi percaya kepada Yesus dan memberi diri mereka dibaptis. Satu tahun enam bulan lamanya, Paulus dibantu Silas dan Timotius memberitakan firman Tuhan di Korintus, menolong mereka bertumbuh di dalam iman dan pengenalan akan Tuhan.

Kita tentu rindu berpengaruh positif bagi sesama. Hal tersebut ditentukan oleh apa yang menguasai hati dan pikiran kita. Kalau hati dan pikiran kita dipenuhi berbagai kejahatan, tak heran jika kita memperlakukan orang lain dengan jahat. Kalau hati kita dipenuhi kasih dan damai sejahtera-Nya, kita akan terdorong untuk mengasihi sesama dan bersaksi tentang kebaikan-Nya. Biarlah di mana pun kita berada, kehadiran kita memberkati sesama.

KITA DIPANGGIL 
UNTUK MENJADI BERKAT 
BAGI SESAMA
DAN MEWARTAKAN KABAR 
TENTANG KEBAIKAN TUHAN

BERINTEGRITAS

MAZMUR 15 : 1 - 5

Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? 
Siapa yang boleh diam di gunung- Mu yang kudus? 
Yaitu dia yang berlaku tidak bercela... 
(Mazmur 15:1,2)

Seorang polantas menjalankan tugasnya dengan penuh integritas. Dalam setiap operasi, ia selalu bertindak tegas pada para pelanggar lalu lintas, tanpa pandang bulu. Siapa pun pelanggarnya, akan ia beri surat tilang tanpa rasa takut. Anggota KPK pun pernah ia tilang. Juga, istrinya sendiri! Ya, ia menilang istrinya yang menerabas lampu merah karena terburu-buru. Sampai-sampai, ketika ia pulang istrinya tak mau membukakan pintu untuknya. Itulah Aiptu Jaelani, Polantas Polres Gresik yang antikompromi. Forum Film Jambi telah membuatkan film pendek atas kisah ini, yang kemudian banyak tersebar melalui jejaring sosial.


Sang pemazmur mengungkap gaya hidup berintegritas yang selayaknya menjadi cerminan orang percaya. Orang yang berintegritas akan menjalani hidup yang tidak bercela, selalu jujur dan adil (ay. 2). Terhadap temannya, ia tidak memfitnah, tidak berbuat jahat, atau menimpakan kesalahan (ay. 3). Terhadap janji, ia berjuang memenuhinya (ay. 4). Ia juga tidak mencari untung bagi diri sendiri dan selalu berpihak pada kebenaran (ay. 5). Dapatkah kita hidup seperti ini?

Ronald dan Robert Beers—para penulis dan editor senior dari penerbit Tyndale dan David C. Cook—mengatakan, integritas adalah menyatunya karakter kita dengan karakter Kristus. Artinya, bukan hati, pikiran, dan tindakan kita sendiri yang mengemuka. Sebab, tentu itu tak cukup. 

Hidup berintegritas tak akan tercapai, tanpa kita bersekutu dengan-Nya, menjalin hubungan yang erat dengan-Nya dan bertumbuh menjadi seperti-Nya. Mari menyatu dengan Kristus, mari berintegritas!


HIDUP BERINTEGRITAS 
TAKKAN TAMPAK MUSTAHIL
BILA KITA IZINKAN 
KRISTUS MEMBUNGKUS 
KITA YANG KERDIL

Sabtu, 24 Desember 2022

FLEKSIBEL

Matius 2:13-18

Yusuf pun bangun, 
diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, 
lalu menyingkir ke Mesir. 
(Matius 2:14)


Sembilan anak dengan kekurangan fisik atau mental bersiap untuk pertandingan lari cepat 100 meter dalam Seattle Special Olympics. Begitu tanda mulai berbunyi, mereka berlari dengan penuh semangat. 

Tiba-tiba, seorang kontestan–anak laki-laki usia 8 tahun–tersandung, terjungkal, dan menangis. Tangisannya begitu keras hingga delapan kontestan yang lain berhenti berlari dan menoleh. Tanpa ragu mereka berbalik, mendekati anak yang jatuh, dan menolongnya berdiri. 


Lalu, kesembilan anak itu berangkulan dan berjalan menuju garis finis bersamasama. Sembilan anak ini memberi pelajaran penting: Jika sesuatu yang buruk terjadi, bersikap fleksibel–memperlambat langkah pribadi dan mengubah rencana–bisa membuahkan hasil terbaik.

Sesaat setelah orang Majus beranjak pulang, Yusuf mendapat-kan mimpi dari malaikat. Ia diminta untuk tidak terus tinggal di tempat, dan membawa Maria serta bayinya ke Mesir. 

Sesegera mungkin. Yusuf pun dengan sigap mengubah rencananya sendiri dan menaati Tuhan. Dan benar, tak lama kemudian Herodes memerintahkan pembunuhan anak bayi di bawah usia 2 tahun di Betlehem dan sekitarnya. 

Adapun di Mesir, karena ada banyak orang Yahudi, kehadiran satu keluarga kecil ini tidak begitu menarik perhatian.

Mungkin ada hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana kita. Namun, bisa saja terjadi hal yang lebih baik saat kita fleksibel untuk berubah. 

Mintalah pertolongan Tuhan agar kita menguasai diri dan bersabar, dan menemukan yang terbaik dalam perubahan itu.

BILA TUHAN SAMPAI MEMBELOKKAN KEADAAN,
DIA PASTI TAHU 
ADA HAL YANG LEBIH BAIK DI DEPAN SANA

TELADAN ORANG TUA

Yesaya 49:14-21


Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, 
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? 
Sekalipun dia melupakannya, 
Aku tidak akan melupakan engkau. 
(Yesaya 49:15)

Sebagai orangtua, kadang saya terintimidasi dengan nasihat bahwa orangtua harus mendidik anaknya bukan hanya dengan perkataan, namun juga dengan teladan. 

Tentu saya ingin menjadi teladan, namun tidak sedikit cara hidup saya yang tidak patut diteladani. Bagaimana menyikapinya?

Untuk menggambarkan kesetiaan Allah, Yesaya antara lain membandingkan kasih Allah dengan kasih ibu. 

Ibu atau orangtua berpotensi melukai dan bahkan meninggalkan anak kandungnya, tetapi Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. 

Mengapa kita tidak menggarisbawahi fakta ini dalam pengasuhan anak?

Matthew Sims, dalam blog Grace for Sinners, bercerita bagaimana ia berjanji kepada anaknya. Anaknya berulang-ulang menagih janji itu. Karena belum dapat menepatinya, ia berkata, “Ayah mengasihimu dan, saat ayah berjanji, ayah akan berusaha keras untuk menepatinya. 

Namun, siapa coba yang tidak pernah melanggar janji? Tuhan. 

Sekalipun ayah sudah berusaha sebaik mungkin, bisa saja terjadi hal-hal yang tak terduga. Namun, tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan. Dia merancangkan segala sesuatu dan memegang kendali atas segala situasi.”

Cara yang inspiratif! 

Dengan itu, anak diarahkan untuk memandang bukan kepada manusia, melainkan kepada Tuhan, dan mengandalkan kedaulatan-Nya. 

Anak juga melihat bahwa orangtuanya cukup rendah hati untuk mengakui kelemahannya dan bersedia berpaling kepada anugerah Tuhan untuk mengatasi kelemahan itu. 

Ini teladan yang bakal sulit dilupakan anak, bukan?

TELADAN TERBAIK 
YANG DAPAT DIBERIKAN ORANGTUA:
MENGARAHKAN ANAK 
UNTUK BERPEGANG TEGUH 
PADA KESETIAAN TUHAN

MENEPATI JANJI

Kejadian 50:1-14


Ayahku telah menyuruh aku bersumpah... 
izinkanlah aku pergi ke sana, 
supaya aku menguburkan ayahku; 
kemudian aku akan kembali. 
(Kejadian 50:5)

Film The Terminal mengisahkan seorang pria yang terpaksa tinggal di terminal bandar udara New York karena situasi negara asalnya. Yang membuat saya tersentuh adalah alasan pria itu pergi ke Amerika dan rela bersusah payah menjalani hari-hari di terminal tersebut. Ternyata ia hendak memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya, yaitu janji untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi jazz idola ayahnya.

Yusuf juga pernah melakukan hal yang serupa, yaitu menepati janji kepada almarhum ayahnya. Janjinya adalah janji untuk menguburkan jenazah Yakub, ayahnya, di tanah Kanaan. Sebetulnya dengan statusnya sebagai seorang petinggi di Mesir, tindakan ini bisa menimbulkan berbagai tanda tanya di kalangan penduduk. Bukankah di Mesir juga banyak tempat pekuburan? Mengapakah ayah seorang pejabat Mesir tidak mau dikuburkan di sana? Selain itu, tidak sedikit usaha yang harus dikeluarkan untuk memindahkan jenazah Yakub ke Kanaan. Tambahan lagi, kalaupun Yusuf memilih untuk tidak menepati janjinya, Yakub pun pasti tidak akan protes karena ia sudah mati. Tetapi, Yusuf memilih untuk menepati janjinya.

Sebuah janji baik itu kepada pasangan, teman, anak, orangtua, Tuhan, maupun seseorang yang sekarang sudah meninggal, dibuat untuk ditepati. Memang kadang tidak mudah sebab banyak tantangan yang bisa menghadang. Tetapi, segala tantangan tersebut sebetulnya adalah ujian terhadap karakter kita. Adakah janji yang masih belum Anda tepati hingga saat ini? 

Tepatilah segera!

JANJI 
DIBUAT UNTUK DITEPATI,
BUKAN 
UNTUK DIINGKARI

CIRI KHAS



Efesus 4:17-32

Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus. 
(Efesus 4:20)

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri ini mencakup hal-hal yang nampak oleh mata maupun yang bersifat kebiasaan atau kepribadian. Ciri khas ini juga menunjukkan identitas seseorang. Sebagai contoh, seseorang yang memakai seragam polisi akan dikira sebagai seorang polisi. Seseorang yang berbicara dengan logat Jawa akan diduga sebagai orang Jawa.


Sebagai pengikut Kristus, kita pun memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas kita dan membuat kita berbeda dari orang lain. Ciri ini tentu bukan bersifat fisik atau penampilan, seperti memakai benda yang bersimbol Kristiani. Sebab orang yang tidak beragama Kristen pun bisa memakai simbol tersebut. Sebaliknya, ciri ini seharusnya mengacu pada sikap hidup yang menampakkan identitas kita sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Kristus dan telah menjadikan Dia sebagai Tuhan kita.

Kesadaran akan keselamatan yang telah kita terima tersebut akan menghadirkan sukacita dan pengharapan yang tiada henti di dalam hati kita. Kita tahu bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, dan pada akhirnya Tuhan akan memulihkan segalanya di surga kelak. Sementara itu, kesadaran akan siapa Tuhan kita memotivasi kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Identitas ini harus terus kita ingat dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita perbuat sehingga hidup kita mencirikan hidup orang percaya. Kemudian, melalui kesaksian itu, kiranya orang lain akan mengenal Tuhan dan hidup kita menjadi berkat bagi mereka.

CIRI KHAS ORANG KRISTEN 
ADALAH 
SIKAP HIDUP SEBAGAI ORANG
YANG TELAH DISELAMATKAN 
DAN 
MENJADIKAN YESUS KRISTUS SEBAGAI TUHAN