Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Minggu, 26 Juni 2022

KEBENARAN dan PENGHARGAAN

Lukas 4:16-30

Kemudian berkatalah Ia kepada mereka, “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” (Lukas 4:23)

Mendapat penghargaan memang menyenangkan dan bisa menjadi salah satu pendorong semangat bagi kita untuk berkarya. Namun, penghargaan tak boleh membuat kita mengabaikan kebenaran.

Yesus pun tidak mengabaikan kebenaran hanya demi penghargaan banyak orang. 

Ketika Dia mulai mengajar (ay. 21), banyak orang memberikan penghargaan (ay. 22). Tetapi, penghargaan itu serta-merta berubah ketika ada yang berkata, “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” Di balik pernyataan itu, mereka menghina dan tak lagi menghargai apalagi memercayai kuasa Yesus. Yesus lalu menyingkapkan kebenaran yang terpendam dalam pikiran mereka, “Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" (ay. 23). 

Yesus tak melakukan seperti yang mereka kehendaki, malah menyamakan mereka dengan orang-orang pada zaman Elia dan Elisa yang tak mendapat berkat (ay. 24 - 27). Mereka jadi marah, dan hendak melemparkan Yesus dari tebing. 

Cermati reaksi Yesus: Dia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka lalu pergi (ay. 30). Dia tak tersentuh oleh kemarahan orang-orang yang menolak kebenaran itu.

Yesus datang untuk menggenapi firman dan memberitakan kebenaran. Dia tidak tergantung pada penghargaan, juga bukan bertindak demi menyenangkan kemauan orang. 

Kita pun dipanggil untuk setia menyatakan kebenaran di mana pun dan apa pun pekerjaan kita. Andaikan kita harus pergi karena orang tak senang, kita pergi dengan kebenaran.

ENTAH DIHARGAI ATAU TIDAK DIHARGAI,
KEBENARAN ADALAH KEBENARAN

SMS yang terbatas

Mazmur 90

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, 
hingga kami beroleh hati yang bijaksana. 
(Mazmur 90:12)

Provider telepon seluler saya memiliki program SMS tak terbatas. Saya dapat menggirim SMS kapan pun berkali-kali tanpa cemas kehabisan pulsa. Namun, beberapa bulan kemudian, provider itu menggantinya dengan program baru. 

Jumlah SMS gratis per hari dibatasi. Hasilnya, saya tidak dapat lagi mengirim SMS secara asal-asalan. Saya perlu “lebih bijaksana” dalam melakukannya. Setiap kali mau mengirim SMS, saya menimbang-nimbang apakah pesan itu memang penting untuk disampaikan.

Lalu, bagaimana kita memandang masa hidup, yang sama-sama terbatas, namun jauh lebih penting dari SMS? 

Alkitab menulis bahwa umur manusia itu singkat, antara 60 hingga 70 tahun saja, kalaupun kuat 80 tahun. Tidak sedikit orang yang bahkan tidak mencapai usia sepanjang itu. 

Kita memiliki pilihan untuk mengisi kehidupan: menggunakannya dengan bijaksana atau menyia-nyiakannya. Jika kita menyadari hidup ini singkat, kita perlu menghargai waktu yang kita lewati. 

Banyak orang mengisi kehidupan dengan kesia-siaan dan secara sembrono. Tidak memiliki waktu untuk keluarga, mengembangkan diri, dan beribadah.

Kiranya kita sungguh-sungguh menyadari keterbatasan masa hidup ini sehingga kesadaran itu memengaruhi cara pandang kita terhadap hari-hari yang kita lewati. 
  • Aktivitas apa saja yang akan kita lakukan? 
  • Apakah aktivitas yang berguna? 
  • Atau kita melewati hari begitu saja tanpa melakukan hal yang bermakna? 
  • Apa yang kita lakukan menjadi berkat bagi orang lain? 
  • Menginspirasi? 
  • Membuat diri kita bertumbuh?
KESADARAN AKAN KETERBATASAN MASA HIDUP
MENGGUGAH KITA UNTUK BIJAK 
DALAM MENJALANI HIDUP

HIDUPKU NO MONOPOLI

Efesus 5:15–21

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, 
bagaimana kamu hidup, 
janganlah seperti orang bebal, 
tetapi seperti orang arif. 
(Efesus 5:15)

Seandainya hidup itu sebuah permainan monopoli tentu enak. Dalam waktu singkat, kita dapat memiliki banyak uang, tanah, rumah, dan hotel. 

Nyatanya, hidup tidak bisa seperti itu. Hidup berjalan bukan tergantung pada angka dadu yang muncul. Hidup itu harus direncanakan, dijalani dengan hati-hati, dan dievaluasi dengan tekun.

Alkitab memandang masa hidup sebagai pemberian Tuhan, yang kita terima karena anugerah-Nya. 

Dalam Efesus 5:15-16, Paulus menegaskan, sebagai anak-anak terang (ay. 1-14) semestinya kita tidak menjalani hidup dengan sembrono seperti orang yang tidak bijaksana, melainkan hidup dengan benar dan baik secara konsisten. 

Untuk itu, kita perlu mengevaluasi penggunaan masa hidup yang kita lalui. 

Socrates, seorang filsuf Yunani, berkata, ”Hidup yang tidak pernah dievaluasi adalah hidup yang tidak layak dihidupi.” 

Masalahnya, di dunia yang penuh kesibukan ini, kita kerap merasa tidak punya kesempatan untuk rehat sebentar dan mulai memikirkan dengan sungguh-sungguh: 
  • “Apakah yang menjadi prioritas saya?”; 
  • “Apakah tujuan Tuhan mengaruniakan hidup ini kepada saya?”; 
  • “Sudahkah yang saya kerjakan menyenangkan hati-Nya?”
Sebagai anak terang, kita bukan semata-mata berusaha meraih pencapaian yang dianggap membanggakan, namun rindu untuk semakin mengenal Tuhan dalam setiap bagian dari hidup kita. 

Kita rindu agar hidup yang sedang kita jalani ini bukan kesia-siaan untuk pemuasan nafsu duniawi, melainkan merupakan pelayanan yang memuliakan Tuhan.

MENYIA-NYIAKAN WAKTU 
BERARTI MENDUKAKAN 
SANG PEMBERI WAKTU

SUARA RAKYAT

1 Samuel 8:1-22

Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan 
mereka berkata: “Tidak, harus ada raja atas kami; 
maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; 
raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” 
(1 Samuel 8:19-20)

Vox populi vox Dei. Frasa bahasa Latin ini berarti “suara rakyat adalah suara Tuhan”. 

Sebagian orang memaknainya sebagai kehendak Tuhan itu tercermin dalam kehendak rakyat. Tetapi, sebagian lagi berargumen frasa ini dicetuskan justru untuk membantah pemahaman tersebut. 

Suara rakyat cenderung mudah dipengaruhi oleh emosi dan histeria massa sehingga menjadi tidak rasional dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Hal inilah yang terjadi ketika bangsa Israel meminta raja.

Sejak awalnya bangsa Israel adalah bangsa yang unik. Mereka tidak memiliki raja, melainkan dipimpin langsung oleh Tuhan. 

Selama itu pula, asalkan mereka taat, mereka aman dan sejahtera. 

Suatu hari mereka ingin menjadi sama dengan bangsa lain. Mereka meminta seorang raja. Samuel berusaha mengajak mereka berpikir ulang. Tetapi, karena histeria massa yang terjadi, mereka tidak lagi bisa berpikir jernih sehingga mengambil keputusan yang tidak bijaksana.

Ketika bangsa Indonesia ini melaksanakan pemilihan umum. Berbagai cara akan dipakai untuk membujuk masyarakat memilih seorang calon, termasuk dengan memanipulasi emosi masyarakat. 

Hendaklah kita tidak ikut terjebak dan memilih berdasarkan emosi, melainkan meneliti calon yang ada dengan saksama dan memastikan bahwa kita memilih orang yang tepat. 

Kita juga dapat mengajak orang-orang di sekitar kita berbuat demikian. Kiranya pemimpin yang terpilih nanti memang orang yang tepat, dan suara rakyat sungguh-sungguh cerminan kehendak Tuhan.

MEMILIH SECARA BIJAKSANA 
BERARTI MEMILIH DENGAN PERTIMBANGAN YANG MATANG,
BUKAN HANYA MENURUTI GEJOLAK EMOSI

CAPEK HATIKAH KAMU?

Yunus 2:1-10

Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, 
teringatlah aku kepada TUHAN, dan 
sampailah doaku kepada-Mu, 
ke dalam bait-Mu yang kudus. 
(Yunus 2:7)

“Aduh, Pak, sudah capek hati saya mengurusnya.” 

Beberapa kali saya mendengar para ibu mengeluh seperti itu. Ternyata dalam melakukan sesuatu, kita tidak hanya mengeluarkan energi jasmani yang mendatangkan kelelahan secara fisik, tetapi juga menguras energi jiwa yang membuat kita jadi “capek hati”.

Bisa jadi perasaan semacam itu yang dialami Yunus ketika berada di perut ikan. 

Ia menggambarkan dirinya di lemparkan ke dalam pusat lautan dan terangkum arus air (ay. 3), seperti tenggelam ke dasar bumi yang pintunya tertutup rapat (ay. 6). Kepalanya seperti dililit lumut laut (ay. 5), perumpamaan tentang pikiran yang kalut. 

Seperti orang yang hatinya sudah capek, Yunus tercekam oleh keputusasaan. Ia sampai merasa dirinya telah terusir dari hadapan mata Tuhan (ay. 4).

Mungkin kita pernah mengalami hal yang sama. 

Kita mengalami kesesakan dan Tuhan seakan tidak peduli. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, namun kita kerap lalai dan tidak peka akan penyertaan-Nya tersebut.

Dari kisah Yunus, kita dapat memetik pelajaran. Ia tidak berhenti berharap untuk bisa kembali menyaksikan bait Tuhan, lambang hadirat-Nya (ay. 4). 

Ia berseru kepada Tuhan (ay. 2), bukan berpaling kepada berhala kesia-siaan karena ia yakin akan kasih setia Tuhan (ay. 8). Tuhan mengabulkan doa Yunus dan melepaskannya dari kesesakan (ay. 10). 

Saat hati terasa capek, kepada siapa lagi kita akan berpaling kalau bukan kepada Tuhan, sumber kelegaan dan pemulihan?

Minggu, 05 Juni 2022

Ulurkan Tanganmu

Kisah Rasul 25:13-21
Yohanes 21:15-19

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" 
Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" 
Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" 

Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." 

Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."

Sabda ini berkisah tentang Yesus yang memberi tugas perutusan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. 

Kisah ini terjadi setelah Yesus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya di pantai danau Tiberias dalam Yohanes 21:1-14. Yang aneh adalah sebelum Yesus memberi tugas Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, Ia bertanya kepada Petrus sampai tiga kali, dengan pertanyaan yang sama, "Apakah engkau mengasihi Aku?" 

Pertanyaan itu membuat Petrus menjadi sedih, karena Tuhan bertanya hingga tiga kali. Mengapa Yesus bertanya dan memberi tugas perutusan hingga tiga kali? Ini untuk menegaskan komitmen dan kesanggupan Petrus. Maklumlah ia dulu pernah menyangkal Yesus hingga tiga kali.

Di samping Yesus menanyakan kesanggupan dan komitmen Petrus, Tuhan juga memberikan sabda yang teramat penting: "Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." (ay.18). 

Sabda ini sejatinya mengandung makna tentang arti kedewasaan, baik kedewasaan diri maupun kedewasaan iman yang menuntut tanggung jawab. 

Ketika masih muda, remaja apalagi anak-anak kita sejatinya mengalami kebebasan yang sebebas-bebasnya dan miskin tanggungjawab. Artinya tindakan kita tak terikat oleh tanggungjawab atau pihak lain. 

 Namun ketika kita sudah dewasa (apalagi berkeluarga) kita tak mungkin lagi hidup dalam kebebasan yang sebebas-bebasnya karena kita harus terikat dengan pasangan hidup, anak dan sederet tanggungjawab baik dalam keluarga, di tempat kerja maupun dalam hidup bermasyarakat dan bersosialitas. 

Kita harus rela diikat dan diatur oleh beragam hal dan berbagai pihak. Itulah berarti kita harus rela mengulurkan tangan. Karenanya semakin dewasa, justru terbatasi kebebasan kita. 

Semoga di mana pun dan kapan pun serta apa pun panggilannya, kita dapat mempersembahkan hidup yang terbaik bagi Tuhan dan sesama. 

Kita harus siap mengulurkan tangan dan siap diikat demi tugas dan tanggung jawab itu..
 
Tujuh belas Agustus tahun empat lima,
itulah hari kemerdekaan kita.
Ulurkan tangan pada sesama,
layani dengan penuh cinta.

Sabtu, 04 Juni 2022

Datanglah ROH KUDUS

Kis 2:1-11
Mzm 104:1,24,29-31,34
Rm 8:8-17
Yoh 14:15-16,23b-26

Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, 
yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, 
Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu 
dan akan mengingatkan kamu 
akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.
Yoh.14:26

Ketika mendengar cerita tentang Roh Kudus, dulu saya merasa aneh dan bingung. 

Apa itu Roh Kudus dan bagaimana pengaruhnya dalam hidup kita, masih belum saya pahami betul. 

Namun sesudah saya mengalami hidup baru, akhirnya saya bisa melihat begitu berbedanya cara hidup lama saya tanpa Roh Kudus dan hidup baru saya yang sudah dijiwai oleh Roh Kudus. 

Hidup saya berbalik 180 derajat. Kalau dahulu saya orangnya cuek dan selalu bersikap masa bodoh dengan orang-orang di sekitar saya, sekarang saya boleh berubah menjadi orang yang penuh kasih serta perhatian pada sesama, tidak lagi bersikap masa bodoh melainkan penuh kepedulian terhadap mereka 

Roh Kudus adalah penggerak yang menjadikan kita mengambil langkah 100% ikut Tuhan, apapun yang terjadi dalam hidup ini. 

Kita selalu ingin membawa Roh kebenaran Allah. Bukan lagi diri kita sendiri, tetapi ada Roh Allah yang menyala-nyala dalam hati kita untuk hidup penuh pelayanan, menolong sesama, membawa kasih Tuhan pada dunia, dan yang pasti membuat orang lain melihat bahwa ada Roh Allah yang membuat sikap kita berubah menjadi baik. 

Betapa dahsyatnya Tuhan! 

Hari Pentakosta HARI YANG LUAR BIASA.

Marilah kita rayakan dengan sukacita dan bersoraklah bagi Allah, sebab Tuhan sangat baik. 

Sudahkah saya menerima Roh Kudus dan membiarkan-Nya berkarya dalam hidup saya?