Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Sabtu, 27 Mei 2023

GAJI PPPK

Ketentuan mengenai gaji PPPK sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Perpres ini menyebutkan, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja adalah WNI yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu, dalam rangka menjalankan tugas jabatan pemerintahan.PPPK bisa memperoleh kenaikan gaji secara berkala atau kenaikan gaji istimewa yang pelaksanaannya sesuai dengan perundang-undangan.

Gaji PPPK berdasarkan golongannya:

  • - Golongan I: Rp 1.794.900-2.686.200
  • - Golongan II: Rp 1.960.200-2.843.900
  • - Golongan III: Rp 2.043.200-2.964.200
  • - Golongan IV: Rp 2.129.500-3.089.600
  • - Golongan V: Rp 2.325.600-3.879.700
  • - Golongan VI: Rp 2.539.700-4.043.800
  • - Golongan VII: Rp 2.647.200-4.214.900
  • - Golongan VIII: Rp 2.759.100-4.393.100
  • - Golongan IX: Rp 2.966.500-4.872.000
  • - Golongan X: Rp 3.091.900-5.078.000
  • - Golongan XI: Rp 3.222.700-5.292.800
  • - Golongan XII: Rp 3.359.000-5.516.800
  • - Golongan XIII: Rp 3.501.100-5.750.100
  • - Golongan XIV: Rp 3.649.200-5.993.300
  • - Golongan XV: Rp 3.803.500-6.246.900
  • - Golongan XVI: Rp 3.964.500-6.511.100
  • - Golongan XVII: Rp 4.132.200-6.786.500

Gaji PPPK untuk S1
Kemudian, untuk mengetahui besaran gaji PPPK untuk S1, perlu diketahui bahwa dalam Permenpan RB Nomor 72 Tahun 2020, golongan untuk PPPK guru, dosen, tenaga kesehatan, dan penyuluh ditetapkan berdasarkan jabatan dan jenjang pendidikan.

Keempat jabatan fungsional tersebut akan mengisi golongan V hingga XI. Berdasarkan Permenpan yang sama untuk jenjang pendidikan Sarjana linier (S1) atau Diploma Empat (D4) akan mengisi golongan IX.

Sedangkan berdasarkan daftar gaji PPPK dalam Perpres Nomor 98 tahun 2020 di atas, untuk golongan IX memiliki gaji minimal Rp 2.966.500 untuk PPPK dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Gaji maksimal untuk golongan yang sama adalah Rp 4.872.000 dengan masa kerja d iatas 25 tahun, atau tepatnya 32 tahun.

Dengan kata lain besaran gaji PPPK untuk S1 sebesar Rp 2.966.500-4.872.000. Meski demikian, sama halnya dengan PNS, PPPK juga berhak untuk menerima sejumlah tunjangan.

Adapun hal itu telah tertuang dalam Perpres 98 Tahun 2020 pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa WNI yang diangkat sebagai PPPK mendapatkan tunjangan sesuai dengan tunjangan pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pemerintah tempat PPPK yang bersangkutan bekerja. Apa saja tunjangan yang didapatkan?

Tunjangan PPPK:
1. Tunjangan keluarga
2. Tunjangan pangan
3. Tunjangan jabatan struktural
4. Tunjangan jabatan fungsional, atau
5. Tunjangan lainnya.

Sebagai catatan, seperti yang disebutkan pada pasal keenam perpres ini, gaji dan tunjangan PPPK dikenakan potongan pajak penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan serta tidak ditanggung oleh pemerintah.

PENGISIAN DRH PPPK

Peserta yang dinyatakan lulus dalam pengumuman hasil Seleksi Kompetensi PPPK 2022 selanjutnya akan ke tahapan pengisian DRH dan pemberkasan PPPK 2022.

Pengecekan pengumuman hasil Seleksi Kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2022 di laman https://daftar-sscasn.bkn.go.id/login dapat dilakukan dengan menyiapkan username atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan password akun yang telah dibuat sewaktu registrasi.

Berikut ini cara cek pengumuman hasil Seleksi Kompetensi PPPK 2022:

  • Buka laman https://daftar-sscasn.bkn.go.id/login.
  • Masukan username (NIK) dan password akun.
  • Halaman akan menampilkan pengumuman Lulus atau Tidak Lulus setelah peserta berhasil login ke akun.
  • Apabila peserta Lulus akan muncul dropdown untuk memilih apakah melanjutkan ke tahap pengisian Data Riwayat Hidup (DRH) dan pemberkasan atau mengundurkan diri.


Syarat Pemberkasan PPPK 2022

Peserta yang dinyatakan Lulus kemudian menghendaki ke tahapan pengisian DRH dan pemberkasan PPPK 2022 sebaiknya mempersiapkan beberapa data. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah mengisi beberapa data yang diminta diunggah dalam tahapan DRH.

Berikut ini beberapa syarat pemberkasan PPPK 2022:
  1. Pasphoto terbaru
  2. Scan berwarna ijazah asli
  3. Scan berwarna transkrip nilai asli
  4. Printout Daftar Riwayat Hidup (DRH) dari SSCASN
  5. Surat Pernyataan 5 poin
  6. Surat Lamaran
  7. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
  8. Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani
  9. Surat keterangan tidak mengonsumsi atau menggunakan Napza
  10. Surat rekomendasi pengalaman kerja dan berkinerja baik

Cara Pengisian DRH PPPK 2022

Peserta yang lulus dan melakukan pengisian DRH akan melewati beberapa tahapan. Peserta harus memperhatikan beberapa tahapan-tahapan tersebut supaya tidak menimbulkan kerugian. Berikut ini tata cara pengisian DRH:

Langkah 1 Pengisian Biodata

Peserta lulus yang akan melanjutkan ke tahap pemberkasan dapat memilih “Ya” dan mengklik Pengisian Data Perorangan yang memuat biodata calon PPPK. Kolom yang ditandai dengan warna merah adalah biodata yang wajib diisi.

Apabila kecamatan dan kelurahan tinggal calon PPPK tidak terdaftar, peserta dapat memilih “Lainnya” lalu mengetik nama-nama wilayah di kolom bawah.

Setelah data biodata dirasa telah benar, maka klik tombol “Selanjutnya”. Data tidak akan tersimpan apabila menekan tombol “Resume.”

Langkah 2 Pengisian Riwayat Pendidikan

Pada kolom ini peserta dapat mengisi riwayat pendidikan dan kursus. Pendidikan yang digunakan ketika melamar formasi otomatis muncul, namun dapat dilengkapi kembali di kolom-kolom tersedia.

Perubahan data dapat dilakukan dengan mengklik tombol “Ubah”. Klik “Simpan” setelah data benar.

Langkah 3 Pengisian Riwayat Pekerjaan

Pada halaman ini peserta diwajibkan mengisi riwayat pekerjaan, penghargaan, dan prestasi yang pernah diraih.

Riwayat pekerjaan, penghargaan, dan prestasi yang diisikan adalah yang ada sebelum lulus dan menjadi Calon PPPK.

Langkah 4 Pengisian Riwayat Keluarga

Peserta diwajibkan mengisi seluruh data anggota keluarga seperti pasangan (istri/suami), anak, orang tua kandung (bapak dan ibu), saudara kandung (kakak dan adik), dan mertua (bapak dan ibu).

Apabila pasangan seorang PNS, silahkan ketika NIP pasangan dan nama. Sistem otomatis akan menampilkan data terkait. Sementara jika suami non PNS, silahkan isi kolom-kolom yang diberi tanda bintang lengkap.

Pengisian beberapa anggota keluarga yang non atau PNS tidak hanya berlaku pada pasangan.

Langkah 5 Pengisian Organisasi

Peserta diwajibkan mengisi riwayat organisasi dan data lain yang dibutuhkan dalam proses pemberkasan PPPK.

Langkah 6 Unggah Dokumen

Peserta diwajibkan melakukan dua kali klik DRH yang telah diisikan dengan tombol Cetak DRH Perorangan dan Cetak DRH Riwayat. Peserta kemudian diharuskan menulis beberapa data dengan tulisan tangan di DRH yang telah dicetak, dan wajib diunggah kembali ke SSCASN lengkap tanda tangan.

DRH yang telah ditandatangani wajib diunggah dengan multipage atau hasil cetakan DRH Perorangan dan DRH Riwayat discan menjadi satu halaman. Peserta dapat melakukan perubahan pengisian data sebelum mengklik “Akhiri Proses DRH”.

Tombol “Akhiri Proses DRH” dapat diklik setelah semua data persyaratan lengkap diunggah.

Minggu, 21 Mei 2023

PANDANGLAH PADA YESUS

Mazmur 121

Pertolonganku ialah dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. 
(Mazmur 121:2)

Apakah Anda mengenal lagu “Pandanglah Pada Yesus”? Lagu ini ditulis Helen H. Lemmel dalam kondisi hidup yang tidak menyenangkan. Pada pertengahan usia hidupnya, ia menderita kebutaan yang membuatnya ditinggalkan suami. Ia juga beberapa kali mengalami serangan jantung. Lagu yang digubahnya itu menjelaskan “rahasia” yang membuat ia mampu bertahan melalui berbagai situasi yang menyesakkan hingga akhir hidupnya.

Jauh sebelum Helen mengalami berbagai pergumulannya, pemazmur mengalami kerumitan hidup yang tak kalah besar dan menggubah pula pujian yang indah dalam Mazmur 121. Dalam kesulitan, ia berusaha mencari pertolongan. Ia memandang ke gunung-gunung (ayat 1) dan Tuhan (ayat 2). Gunung-gunung batu yang kokoh secara fisik memang dapat menjadi tempat perlindungan yang baik dari serangan musuh. Namun, pemazmur tahu bahwa gunung-gunung itu tidak dapat menjamin keamanan seutuhnya. Ia menyadari bahwa pertolongan sejati itu datang dari Tuhan, meski Dia secara fisik tak tampak. Ia yakin bahwa hanya Tuhan yang mampu menjagainya 24 jam, menaunginya dari segala bahaya, dan yang tidak pernah terlelap (ayat 3-8). Pertolongan Tuhan itulah yang memampukannya melewati setiap pergumulan.

Hidup yang kita jalani tidak mudah. Ada tantangan dan badai yang harus dilalui. Di tengah berbagai kesulitan hidup, kepada apa atau siapa kita mengarahkan pandangan kita—meminta kekuatan dan pertolongan? Adakah hal-hal lain, selain Tuhan, yang menjadi sumber pengandalan diri kita? Pandanglah kepada Yesus—Pribadi yang dapat memberi pertolongan sejati, dan memampukan melewati pergumulan dengan cara-Nya.

LELAH DAN SUSAHKAH JIWAMU, 
SERTA GELAP GULITAKAH?
PANDANGLAH T’RANG JURUS’LAMATMU, 
HIDUPMU ‘KAN BAHAGIALAH.

HATI PENUH PUJIAN

1 Tesalonika 5:12-22

Bersukacitalah senantiasa. 
Tetaplah berdoa. 
Ucapkanlah syukur dalam segala hal, 
sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. 
(1 Tesalonika 5:16-18)


Pada 1960, Dean Denler, suami Ruth Meyers (penulis 31 Days of Praise), dirawat karena kanker terminal. Saat itulah ia memutuskan untuk membuat kamar rumah sakitnya suatu tempat kediaman istimewa bagi Tuhan. “Aku akan memuji Tuhan sepanjang kekekalan,” katanya kepada Ruth, “tapi hanya selama waktuku yang singkat di bumi aku dapat membawa kesukaan bagi-Nya dengan memuji Dia di tengah kesakitan.” Ketika meninggal, teman dekatnya berkata, “Kamar Dean menjadi suatu tempat suci, ranjangnya sebuah mimbar; dan semua yang datang untuk menghiburnya diberkati.” 

Lagu pujian memang tidak menyembuhkan fisik Dean. Namun, orang dapat mencermati bagaimana pujian yang lahir dari hati penuh syukur mengubah cara pandangnya terhadap penyakit; dan membawa orang lain memuliakan Allah.

Paulus juga berpesan agar jemaat di Tesalonika bersyukur dalam segala hal (ayat 18). Mengapa? Sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Ya, Anda tidak salah baca. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Kristus. Sukacita dan syukur jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi banyak orang, bukan karena segala sesuatu lancar bagi mereka (lihat 1 Tesalonika 1:6-9). 

Penindasan tidak menghalangi hati yang dipenuhi syukur melahirkan pujian bagi Tuhan.

Dalam hal apa atau saat-saat seperti apakah Anda memuji Tuhan bersukacita dan bersyukur kepada-Nya? Apakah pujian Anda kepada Tuhan kerap dipengaruhi keadaan sekitar? Pujilah Tuhan, sebab itulah kehendak-Nya. Itu menyukakan hati-Nya, dan membawa orang lain memandang kemuliaan-Nya.

BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL.
TUNJUKKAN 
BETAPA TUHAN 
LAYAK DIPUJI 
DALAM SEGALA SITUASI.

Minggu, 14 Mei 2023

Laporan Bulanan Penyuluh melalui Aplikasi

 BULAN MARET 2023


Silakan KLIK

Disini disajian beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan melalui media yang dapat diunggah.

BULAN APRIL 2023


BULAN MEI 2023



Kamis, 04 Mei 2023

NERAKA

2 Tesalonika 1:1-12

Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, 
dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya 
(2 Tesalonika 1:9)

Salah satu topik gurauan yang cukup sering dibuat oleh orang Kristiani adalah tentang neraka. Banyak cerita lucu atau tidak serius mengenainya sehingga bisa sampai kepada kesimpulan: “tidak ada yang perlu ditakuti dengan neraka.” Ini ibarat seorang penjinak bom yang sedang menjinakkan bom berbahaya sambil bergurau dengan temannya. Ia sedang menyepelekan sesuatu yang bisa merenggut nyawanya.

Sebagaimana surga, Alkitab juga menandaskan kepastian adanya neraka. Alkitab di beberapa tempat menggambarkan sekilas mengenai tempat ini dan mereka yang akan menghuninya. Neraka dalam banyak hal dikontraskan dengan surga. Ia adalah tempat di mana tidak akan pernah dirasakan kehadiran Allah. Mereka yang dihukum di sana akan mengalami penderitaan fisik dan tentu juga batin. Dan, penghukuman tersebut akan tidak berkesudahan. Di tempat ini, pertobatan dan penyelesalan sudah tidak ada gunanya. Ini bukanlah bentuk kekejaman Allah, melainkan lebih merupakan konsekuensi bagi mereka yang menolak dan memberontak terhadap Dia. Neraka adalah tempat terjadinya keterpisahan dan keterasingan antara manusia dan Allah selama-lamanya (ayat 9).

Neraka sungguh ada karena Allah mengatakannya. Tentu kita tidak akan pernah berharap untuk berada di sana. Namun, mungkin saja kita akan terkejut karena menjumpai sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Kemudian kalau kita juga peduli supaya tidak banyak orang yang menghuninya, jangan bergurau tentangnya. Ceritakan fakta sebenarnya tentang neraka agar semua orang mencari tahu jalan untuk menghindarinya. Sudahkah Anda melakukannya?

NERAKA ADALAH TEMPAT MENGERIKAN
YANG TIDAK PANTAS DIJADIKAN GURAUAN

KESEMPATAN BERSAKSI

Lukas 21:7-19

Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. 
(Lukas 21:13)


Menurut Anda, kapan saja waktu yang baik bagi kita untuk bersaksi? Apakah saat ada program penginjilan dari gereja? Apakah saat ada pembicara besar datang untuk mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani? Apakah saat Anda sudah cukup membangun persahabatan yang erat dengan orang-orang di lingkungan Anda?

Perkataan Yesus yang kita baca cukup mengejutkan: Kesempatan bersaksi akan melimpah saat hal-hal buruk terjadi! Pernyataan ini diberikan Yesus dalam rangka menjawab pertanyaan para murid tentang tanda-tanda menjelang akhir zaman (ayat 7). Dia tidak memberikan gambaran yang cukup menyenangkan bagi para pengikut-Nya. Mereka tidak akan luput dari dampak perang, bencana, sakit penyakit, juga pengaruh ajaran sesat (ayat 8-12). Mereka bahkan akan mengalami permusuhan dan kebencian serta aniaya dan penjara dari orang luar dan orang-orang terdekat (ayat 12, 16-17). Yesus mendorong para murid untuk bertahan dan bersaksi. Dia berjanji akan memberi hikmat ketika saat itu tiba (ayat 13-15, 19).

Penderitaan jelas bukan momen yang menyenangkan. Mungkin itu berarti kita terbaring tak berdaya selama berbulan-bulan, kehilangan rumah dan pekerjaan, atau bahkan dipenjara. Apakah kita memandang penderitaan seperti Yesus? Bukan sebagai penghambat hidup atau nasib buruk yang membuat harapan pudar dan hati bersungut. Namun, sebagai kesempatan-kesempatan mempermuliakan Tuhan dan menyatakan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali. Jika penderitaan mulai menyapa, mari mohon penyertaan yang dijanjikan Tuhan: hikmat dalam memakai momen-momen sulit itu untuk bersaksi bagi-Nya (ayat 13-15).

JANGAN SIA-SIAKAN PENDERITAAN.
JADIKAN ITU KESEMPATAN UNTUK MENYAKSIKAN TUHAN.

PENGHALANG CINTA

Kisah Para Rasul 10:1-48

Lalu mulailah Petrus berbicara, 
“Sesungguhnya aku telah mengerti, 
bahwa Allah tidak membedakan orang.” 
(Kisah Pr. Rasul 10:34)

Konflik horizontal, baik yang berlatar belakang agama atau suku di berbagai tempat, menyisakan banyak cerita pilu dan menyedihkan. Luka-luka batin menggores hati dan perasaan pihak-pihak yang berseteru. Dan, luka yang muncul tidak mudah untuk dipulihkan. Tidak jarang kemudian muncul kebencian yang mendalam terhadap kelompok lain. Kalaupun tidak ingin membalas dendam, paling tidak mereka tidak akan lagi mau bersentuhan dengan kelompok yang mereka anggap sebagai musuh.


Allah bermaksud mengutus Petrus untuk menyampaikan Injil kepada Kornelius, seorang non-Yahudi yang takut akan Allah. Petrus pernah menerima pesan Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Namun, ketika kesempatan untuk menjangkau bangsa lain itu ada di depan mata, Petrus memiliki keberatan pribadi. Darah Yahudi dan rasa bangga yang salah membuat ia sulit untuk mengasihi orang-orang non-Yahudi. Kendati Petrus tahu Kornelius sangat membutuhkan Injil, hatinya belum mampu menuruti keyakinannya itu. Maka melalui penglihatan, Allah membenahi konsep Petrus. Allah ingin menggarisbawahi Amanat Agung-Nya dengan memperlihatkan kasih dan kepedulian-Nya kepada segala bangsa.

Apakah kendala kita memberitakan Injil? Apakah kita punya daftar orang-orang yang tidak kita sukai dan karenanya kita anggap “tidak layak” mendengar Injil? Ataukah kita merasa ada sekelompok orang yang “lebih pantas” didahulukan untuk diselamatkan? 

Kalau kita percaya bahwa Injil diperuntukkan bagi semua orang, mari buktikan dengan memberikan cinta yang sama kepada setiap manusia, siapa pun mereka.

BUKALAH MATA, 
SADARILAH 
BAHWA SETIAP JIWA 
DI SEKELILING KITA,
SIAPA PUN MEREKA, 
AMATLAH BERHARGA.

PERTEMUAN ILAHI

Kisah Para Rasul 8:26-40

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, 
“Bangkitlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, 
menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” 
Jalan itu jalan yang sunyi.
 Lalu Filipus bangkit dan berangkat. 
(Kisah Para Rasul 8:26-27a)

Saya sering kagum dengan para penjaja makanan atau barang dagangan. Mereka tahu bahwa tidak semua orang yang mereka tawari akan membeli. Akan tetapi, toh mereka terus tanpa jemu menjajakannya karena yakin bahwa sekali waktu akan ada yang tertarik dan membeli. 

Hal ini berbeda dengan salah satu alasan yang dimiliki oleh orang kristiani dalam menolak membagikan Kabar Baik. Mereka takut menghadapi penolakan dan karena itu mereka memilih untuk tidak berangkat dan memberitakannya.

Kita mungkin tidak pernah menduga akan ada orang seperti sida-sida dari Etiopia ini. Ia sedang dalam perjalanan sembari membaca gulungan kitab Yesaya. Firman Allah dan Roh Kudus melakukan pekerjaan ajaib di dalam kesenyapan. Ia sangat mengharapkan ada seseorang yang menerangkan arti Firman tersebut. Ya, ia seperti ikan yang mencari nelayan! 

Ketika Filipus berangkat menjumpainya, ia berhadapan dengan sebuah tugas yang relatif mudah. Filipus seperti memasukkan kail ke mulut ikan yang menganga. Sebuah kesempatan yang tidak selalu didapatkan, tetapi kalau ia enggan untuk berangkat maka kesempatan ini pun akan lewat.

Sangat mungkin ada orang-orang yang sedang menunggu pertemuan ilahi dengan kita. 
Ada orang-orang yang sudah sangat siap untuk mendengarkan Injil dan memberikan respons yang tepat. Mungkin itu adalah salah satu kesempatan yang hanya bisa kita dapatkan ketika kita mau berangkat. Maka, taat dan berangkatlah! 

Berdoalah agar kita menjumpai pertemuan-pertemuan ilahi yang telah Dia persiapkan.

PERTEMUAN ILAHI TAK AKAN KITA JUMPAI
KALAU KITA TIDAK PERNAH MAU MEMULAI BERSAKSI

MEMPERSEMBAHAN HIDUP

Lukas 21:1-4

“Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, 
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, 
bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.” 
(Lukas 21:4)

Kita terkadang bingung jika ditanya tentang persembahan. Sepersepuluh dari penghasilankah? Atau, berapa nominal persembahan yang menyukakan-Nya? Sebuah pelajaran penting bisa kita dapat dari kisah janda miskin yang menghaturkan persembahan.

Jika saat itu kita ada di Bait Allah, kita akan melihat pemandangan yang kontras: di antara orang-orang kaya yang memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan, ada janda miskin yang memasukkan “hanya” dua uang tembaga—pecahan uang paling kecil (ayat 2)! 
Manakah dari kedua persembahan itu yang Tuhan apresiasi? 
Tak disangka, persembahan si janda miskin menyukakan hati-Nya. Meski jumlahnya sangat tak bernilai untuk dipuji, tetapi di mata Tuhan Yesus, persembahannya lebih bernilai dibandingkan persembahan orang-orang kaya (ayat 3). 
Tuhan melihat arti uang sejumlah itu bagi si janda miskin. Itu jumlah uang yang ia miliki untuk melanjutkan hidupnya—nafkahnya (ayat 4). 
Dalam soal memberi kepada Allah, janda miskin tak perhitungan. Ia memberikan seluruh miliknya. 
Kemiskinan bukan alasan baginya untuk tak memberi persembahan kepada Allah! Ia percaya Allah memelihara hidupnya. Ia meletakkan kepercayaannya kepada Allah, bukan pada uang yang ia miliki! 
Inilah persembahan yang menyukakan Tuhan!

Randy Alcorn, dalam Prinsip Harta, menulis: “Selama saya memiliki sesuatu, saya meyakini bahwa sayalah pemiliknya. Namun, saat saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kekuasaan, dan harga diri yang mengiringi kekayaan ... saya menyadari bahwa Allah-lah Sang Pemilik.” 
Sudahkah kita menghaturkan persembahan dengan diiringi keyakinan bahwa Dialah pemilik harta kita? Selamat mempersembahkan yang terbaik.

PERSEMBAHKAN HIDUP ANDA KEPADA TUHAN, 
ITULAH IBADAH YANG SEJATI

SEHATI SEPIKIR

1 Korintus 1:10-17

Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, 
demi nama Tuhan kita Yesus Kristus,
 supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, 
tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. 
(1 Korintus 1:10)

Perselisihan di dalam komunitas orang percaya? “Ah, sudah biasa,” kata seorang teman. Jemaat Tuhan kan tidak terdiri dari para malaikat, tetapi orang-orang berdosa yang sudah diampuni? Ya, benar. Namun, kalau perselisihan tidak diselesaikan, apalagi perpecahan dihasilkan, bukankah hal itu menyedihkan?

Komunitas orang percaya di Korintus juga mengalami perselisihan (ayat 11-12). Kepada mereka Paulus menasihatkan: Bersatulah! Kesatuan seperti apa yang Paulus maksudkan? Dalam bahasa aslinya kata “sehati sepikir” adalah satu di dalam nous [akal budi] dan gnome [rasio]. Jadi, Paulus tidak sedang mengatakan: “Oke, tidak apa-apa kalian berbeda pendapat, yang penting kalian rukun satu sama lain.” Sebaliknya, Paulus mendesak mereka menggunakan akal budi dan rasio untuk memahami kebenaran. Selera dan kepentingan pribadi atau kelompok semestinya ditundukkan di bawah kebenaran itu. Ini selaras dengan nasihat-nasihat Paulus dalam suratnya yang lain (lihat Roma 15:5-6; Efesus 4:1-6, 13). 

Kesatuan jemaat harus dilandaskan pada apa yang benar agar dengan satu suara jemaat dapat memuliakan Tuhan.

Apakah ada perbedaan pendapat di dalam komunitas Anda? 
Mari duduk bersama dan mencari tuntunan Tuhan.
Mohon Roh Kudus memberi kejelasan melalui Firman Tuhan, apa yang benar dan berkenan pada-Nya. Jika pendapat kita keliru, dengan rendah hati kita mengaku dan menyelaraskan diri dengan Firman Tuhan. 
Jika pendapat kita benar, tetaplah rendah hati dan dengan kasih merangkul rekan yang tadi keliru, lain waktu mungkin kitalah yang perlu diluruskan.

KETIKA JEMAAT TUHAN SEHATI SEPIKIR 
DI DALAM KEBENARAN,
FIRMAN DITERAPKAN, TUHAN DIMULIAKAN.

HARKAT SEJATI

Matius 5:27-30

Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, 
sudah berzina dengan dia di dalam hatinya 
 (Matius 5:28)

Apa yang kita ingat dari hari Kartini? Kebaya dan sanggul klasik? Atau perjuangannya mengangkat harkat perempuan, yang pada zamannya dianggap lebih rendah daripada laki-laki? 
Ya, Kartini gemas karena perempuan di zamannya dianggap sebagai makhluk lemah, kodratnya hanya untuk melayani laki-laki dan mengerjakan urusan remeh-temeh di rumah. Sebab itu, perempuan tak perlu berpendidikan tinggi. Cukup laki-laki saja.

KITAB SUCI mengajar kita bahwa laki-laki dan perempuan memiliki harkat yang sama, karena keduanya diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27). Kita tentu berharap Israel, umat pilihan Allah, menjunjung tinggi nilai ini. Namun, peringatan keras Yesus kepada mereka yang memandang perempuan serta menginginkannya (maksudnya, memandang dengan nafsu berahi) memberi indikasi bahwa ada kecenderungan tersebut dalam masyarakat pada zaman-Nya.

Kini perempuan tak lagi direndahkan dalam pendidikan dan karier. Namun, benarkah harkat perempuan masa kini lebih dihargai dibanding zaman Kartini? Apakah sosok perempuan yang diangkat berbagai industri media dan hiburan di sekitar kita menunjukkan harkat perempuan sebagai gambar Allah yang terhormat; atau justru mendorong lebih banyak orang memandang perempuan dengan cara yang tak pantas?

Bagaimana kita menyikapinya? 

Pikirkan prinsip seorang pemimpin kristiani berikut ini: “Para laki-laki yang mengikut Yesus menjaga mata mereka demi kebaikan para perempuan dan kemuliaan Tuhan yang menciptakannya. Para perempuan yang mengikut Yesus memperlakukan tubuhnya menurut nilai-nilai Yesus, bukan nilai-nilai dunia.”


MENJUNJUNG KESAMAAN HARKAT ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
BERARTI SALING MENGHORMATI SEBAGAI SESAMA GAMBAR ALLAH

MERASA AMAN

Amsal 28:1-10

Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, 
tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda 
(Amsal 28:1)

Pernahkah Anda berusaha tak terlihat ketika kendaraan polisi lewat, padahal ia tidak sedang mengejar Anda? Pernahkah kita berusaha membela diri dalam percakapan, padahal sebenarnya tidak ada orang yang mengkritik perkataan kita? 
Kalau pernah, kita takkan menemui kesulitan saat membaca ayat 1: “orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya”.

Ada sesuatu yang membuat orang fasik lari. Jelas bukan karena mereka orang-orang penakut. Pada kenyataannya, orang fasik dalam kebodohannya bisa melakukan tindakan-tindakan yang berisiko tinggi, misalnya: menerobos lampu merah, memakai obat terlarang, korupsi, dan sebagainya. 

Namun, seperti Adam yang bersembunyi ketika mendengar langkah Tuhan (Kejadian 3:8), ada nurani yang Tuhan berikan untuk memberi tahu bahwa ia “tidak aman” di hadapan Tuhan (bandingkan Roma 1:18). 

Sebaliknya, “orang benar merasa aman seperti singa muda”. Siapa mereka? 

KITAB SUCI tidak memaksudkan mereka yang mengandalkan kebenarannya sendiri, tetapi orang-orang yang dibenarkan oleh Tuhan (Mazmur 32:1-2), yang hatinya telah dibersihkan dari nurani yang jahat sehingga beroleh keberanian menghadap Tuhan, hati mereka tidak lagi menuduh mereka (1 Yohanes 3:21).

Jika kita telah dibenarkan Tuhan, kita akan hidup menundukkan diri pada Sabda-Nya. Aturan manusia yang sesuai dengan Sabda Tuhan kita penuhi bukan karena dikejar rasa bersalah. Aturan manusia yang tidak sesuai dengan Sabda Tuhan kita tentang dengan berani dan berhikmat. 

Kebenaran Tuhan itulah modal kita untuk “merasa aman” di hadapan Tuhan dan manusia.

RASA AMAN SEJATI 
DATANG DARI HIDUP YANG SUDAH DIBENARKAN
DAN DISELARASKAN 
DENGAN KEBENARAN TUHAN

MANUSIA TANPA DOSA

Yohanes 8:42-47

Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? 
Apabila Aku mengatakan kebenaran, 
mengapa kamu tidak percaya kepada-Ku? 
(Yohanes 8:46)

Seorang guru sekolah bertanya di kelasnya, “Siapa di antara kalian yang belum pernah berbohong?” Seorang anak dengan cepat mengacungkan tangannya. Ketika semua mata memandangnya dengan kagum, perlahan ia menurunkan tangannya sambil berbisik lirih, “Maaf, saya telah berbohong.”

Ketika Tuhan Yesus menantang orang untuk menunjukkan adanya dosa yang pernah Dia perbuat (ayat 46), tak seorang pun yang bergegas bisa menyebutnya. Tantangan ini diberikan Yesus bukan di tempat yang asing atau di tempat yang baru ditinggali-Nya. Dia telah lama bersama-sama dengan orang-orang itu. Kalau selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun yang dapat merekam satu kesalahan pun dari diri-Nya, ini sungguh membuktikan kesempurnaan hidup-Nya. Keberanian-Nya untuk mengajukan tantangan ini juga menunjukkan keyakinannya akan ketidak-berdosaan-Nya. 

Ini sekaligus klaim kuat bahwa Yesus adalah Allah, karena hanya Allah-lah yang sempurna dan tidak berdosa. Dengan demikian, setiap perkataan yang keluar dari mulut-Nya adalah kebenaran. Kekudusan hidup-Nya ditopang utuh oleh perkataan, pikiran, dan perbuatan-Nya yang tanpa cela.

Sebagai pribadi yang tidak berdosa, Tuhan Yesus tidak memerlukan penebus bagi diri-Nya dan sekaligus Dia memenuhi syarat untuk menjadi penebus. Kita bersyukur mengalami karya sempurna dari Tuhan Yesus. Biarlah kecemerlangan dan kesempurnaan Tuhan Yesus menjadi inspirasi dan pendorong bagi kita untuk hidup kudus. Mari tingkatkan rasa hormat akan kekudusan Allah dengan mengupayakan hidup yang murni dan bersih dari hari ke hari.

MARI HORMATI KEKUDUSAN TUHAN
DENGAN HIDUP SEBAGAIMANA YESUS HIDUP

BERPUASA YANG KUHENDAKI

Yesaya 58:1-12

Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, 
ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, 
dan melepaskan tali-tali kuk, 
supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya 
dan mematahkan setiap kuk ... 
(Yesaya 58:6)

Apa yang Anda pikirkan saat mendengar kata “puasa”? 
Saya langsung membayangkan tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu, disertai doa-doa yang kata orang lebih “ampuh” daripada biasanya. 
Bagaimana seharusnya kita berpuasa?

KITAB SUCI mencatat apa yang Tuhan kehendaki ketika umat-Nya berpuasa. 

Menegakkan kebenaran, berbelas kasih kepada sesama (ayat 6-7). Tidak melakukan yang memberatkan sesama, apalagi mencelakakan (ayat 9). Menahan diri tidak menikmati apa yang diinginkan diri sendiri, tetapi memberikannya untuk memenuhi kebutuhan orang yang tak berdaya (ayat 10). 

Betapa Tuhan berang ketika umat-Nya menjalankan puasa hanya sebagai ritual belaka, dan menuntut Tuhan menjawab doa karena mereka merasa sudah melakukan kewajiban yang diminta (ayat 1-3). Kelihatannya saja mereka mencari dan merendahkan diri di hadapan Tuhan, tetapi sehari-harinya, mereka tidak takut melakukan apa yang jahat, seolah-olah Tuhan tidak ada (ayat 4-5).

Tuhan berjanji menyertai, bahkan memuaskan kebutuhan kita, ketika dalam puasa kita merelakan bagian kita untuk memenuhi kebutuhan orang lain (ayat 11). Sikap itu dikatakan akan “membangun reruntuhan” yang sudah lama tak bisa dihuni (ayat 12). Belas kasihan dapat menembus hati yang keras hingga mereka juga dapat mengenal hidup yang berkenan kepada Tuhan. 

Betapa baiknya jika kita mengambil waktu untuk berdoa puasa dan menjalankannya seperti yang Tuhan kehendaki. Kita ditolong makin bertumbuh mengasihi dan makin mengandalkan-Nya; sesama pun dibawa makin mengenal-Nya melalui kasih kita kepada mereka.

PUASA, 
PERTAMA-TAMA MENGUBAH MANUSIA,
BUKAN MENGUBAH ALLAH.

TERSUNGKUR UNTUK BERSYUKUR

Lukas 17:11-19

Salah seorang dari mereka, 
ketika melihat bahwa ia telah sembuh, 
kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, 
lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. 
Orang itu orang Samaria. 
(Lukas 17:15-16)


Pengemis buta duduk di emper toko. Di sebelahnya ada papan bertuliskan, “Saya buta, kasihanilah saya”. 

Pria tua menghampirinya dan mengganti tulisan di papan, “Hari ini indah, sayangnya saya tak bisa melihatnya”. 

Tulisan di papan itu mengungkapkan hal yang sama, tetapi dengan cara berbeda. Yang pertama mengatakan bahwa pengemis itu buta; yang kedua mengatakan bahwa orang yang lalu-lalang sangat beruntung bisa melihat. 
Akhirnya, banyak orang memberi koin kepada pengemis itu setelah tulisannya diganti. Orang-orang itu bersyukur.

Bersyukur dan memuliakan Allah, itulah yang sedang diajarkan Yesus. Sepuluh orang sakit kusta memohon kesembuhan (ayat 13). Namun, Tuhan Yesus malah meminta mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam (ayat 14). Dan, semua sembuh di tengah perjalanan. Adakah yang kembali kepada Dia? Ada! Namun, cuma satu orang Samaria yang kembali sambil memuliakan Allah dengan nyaring (ayat 15). Ia sujud; mengucap syukur di kaki Yesus, sebab ia bisa kembali menjalani kehidupan normal. Bagaimana dengan kesembilan orang lainnya? Datang kepada imam dan menunjukkan diri bahwa mereka tahir lebih penting daripada kembali dan bersyukur kepada Yesus.

Anugerah Allah yang “menyembuhkan” kita dari “penyakit” dosa dan maut semestinya mewujud dalam ucapan syukur. 

Mari melihat kembali isi doa kita. Dari sekian banyak doa permohonan, adakah ucapan syukur mengalir? 

Allah layak menerima syukur kita. Dia layak dimuliakan karena Pribadi-Nya dan karena apa yang telah Dia perbuat bagi kita. 
Selamat bersyukur!

SYUKUR 
MERUPAKAN PENGAKUAN 
BAHWA SEGALA YANG ADA
DAN TERJADI PADA KITA 
ADALAH BERKAT TUHAN

SOLUSI RASA TAKUT

Amsal 14:26-35

Dalam takut akan Tuhan ada ketenteraman yang besar, 
bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya 
(Amsal 14:26)


Jika merasa takut, kepada siapa Anda akan pergi? 

Kemenakan saya tanpa ragu akan menjawab: “Papa!” Kenapa? Karena Papa tidak takut! Mau ada hujan badai di luar, mati listrik semalaman, asal bersama papanya, ia bisa tidur tenang. 

Ya, jika merasa takut, baik anak-anak maupun orang dewasa akan mencari perlindungan kepada orang yang tidak takut, bisa menenteramkan hati kita yang kalut. Namun, bukankah tak ada manusia yang seratus persen bebas dari rasa takut? Yang berani dengan hujan badai mungkin ciut dengan krisis ekonomi. Yang tak takut dengan harimau bisa jadi kalut saat menghadapi sakit keras. Lalu dari mana kita bisa memperoleh ketenteraman sejati di kala takut?

Salah satu ayat Sabda Allah yang kita baca ini menjawab: “dalam takut akan Tuhan” (ayat 26). Sebuah nasihat yang kalau dipikir-pikir lagi agak janggal. Bagaimana bisa rasa takut diobati dengan “rasa takut” lainnya? 

Seorang pengkhotbah mendefinisikan takut akan Tuhan sebagai: “takut” untuk tidak menghormati atau memercayai Tuhan. Artinya, kita menghormati Tuhan dengan percaya ketika Dia berfirman: “Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau,” (Yesaya 41:10). Kita tidak meragukan Tuhan yang berjanji: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau” (Ibrani 13:5).

Ketakutan apa yang Anda miliki saat ini? 

Solusi rasa takut dalam hal apa pun adalah takut akan Tuhan. Memercayakan diri kepada manusia yang terbatas dan bisa berubah, cepat atau lambat kita akan kecewa. 
Sebaliknya, Tuhan, Pencipta semesta, kuasa-Nya tidak terbatas dan tidak berubah. Takutlah untuk tidak memercayai-Nya, bukan yang lain.

DALAM TAKUT AKAN TUHAN, 
SEGALA KETAKUTAN DIKALAHKAN.

TERSALIB OLEH KITA

1 Petrus 2:18-25

Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, 
supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. 
Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh 
(1 Petrus 2:24)

Dalam lukisannya yang berjudul “The Raising of the Cross”, Rembrandt melakukan sesuatu yang tidak lazim dalam dunia lukis di Eropa saat itu. 

Ia melukis dirinya sendiri sebagai salah satu orang yang menyalibkan Kristus. Kesedihan menggelantung di raut wajahnya. Namun, kedua tangannya terlihat bersemangat memegang kayu salib. Melalui lukisan ini, ia menyampaikan sebuah paradoks. Ia tidak suka Kristus disalibkan, tetapi dosanyalah yang membuat Kristus naik ke atas kayu salib.

Jauh sebelum Rembrandt lahir, Rasul Petrus telah memahami kebenaran ini. Walau Kristus mati dengan cara disalibkan sebuah eksekusi yang ditujukan hanya bagi para kriminal kelas kakap, hukuman mati-Nya bukanlah karena Dia adalah seorang penjahat. 

Dengan tegas Petrus menyatakan bahwa Kristus tidak berbuat dosa (ayat 22). Bahkan, selama Yesus menjalani hukuman, Dia tidak mengeluarkan caci maki dan serangan kemarahan sebagaimana yang sering dilakukan oleh para terpidana mati zaman itu (ayat 23). Mengapa Dia harus mati disalibkan? Karena Dia hendak memikul dosa-dosa kita (ayat 24). 

Dia menggantikan kita untuk menanggung hukuman dosa kita supaya kita “sembuh”; supaya kita keluar dari ketersesatan kita dan kembali kepada Bapa surgawi (ayat 24-25).

Ketika kita memandang salib, apakah kita hanya melihat Kristus dan kerumunan orang-orang yang membenci-Nya? Adakah, seperti Rembrandt, kita melihat diri kita pun hadir di situ dan turut menyalibkan Dia? 

Berlututlah di bawah salib itu dan katakanlah dari hatimu, “Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau rela mati bagiku!”

KASIH YANG AGUNG! 
BAGAIMANA BISA ENGKAU,
TUHANKU, 
HARUS MATI BAGIKU?

MENYALIBKAN DOSA

Lukas 23:26-32

Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: 
“Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, 
melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” 
(Lukas 23:28)


Menjelang Paskah, biasanya saya sibuk dengan berbagai persiapan perayaan, termasuk latihan drama tentang penyaliban Yesus yang catatannya kita baca hari ini. Sambil berlatih saya membayangkan kondisi Yesus saat itu. Setelah pergumulan rohani yang berat di Getsemani tanpa tidur sedikit pun, setelah semua penderitaan fisik dan mental di depan pengadilan, tentulah tubuh yang penuh luka-luka itu sangat lelah dan lemah. Mungkin karena itu Dia tidak kuat memikul salib-Nya, dan Simon dari Kirene ditarik untuk membantu.

Isak tangis para pengikut Yesus mengiringi perjalanan-Nya menuju Bukit Tengkorak. Yang mengejutkan, Yesus menegur mereka agar tidak menangisi diri-Nya, tetapi diri sendiri (ayat 28), karena Yerusalem akan ditimpa kehancuran dahsyat sebagai akibat penolakan Israel terhadap Yesus. Begitu parahnya keadaan saat itu hingga seorang ibu mandul, yang oleh bangsa Israel dianggap kena kutuk, akan mensyukuri keadaannya sebab ia tidak perlu melihat penderitaan anaknya dalam masa sulit itu (ayat 29).

Teguran ini mengingatkan bahwa tak cukup kita sekadar bersimpati pada kedahsyatan penderitaan yang ditanggung Yesus. Penderitaan-Nya seharusnya membangkitkan kearifan tentang betapa lebih mengerikan penderitaan orang yang tidak hidup serasi dengan salib Yesus. Mereka tidak mungkin luput dari murka Allah. Siapakah orang-orang itu? Mungkin diri kita sendiri. Mungkin kerabat atau sahabat kita. Menyalibkan dosa berarti memilih untuk diperdamaikan dengan Tuhan. Sudahkah kita melakukannya, atau mendorong orang lain mengambil langkah yang sama? Selamat menyalibkan dosa!

SALIB YESUS 
MENDAMAIKAN ALLAH DENGAN MANUSIA.
TIDAK ADA JALAN DAMAI LAINNYA.

SAYA BERIMAN ....

Kejadian 6:9-22

Lalu Nuh melakukan semuanya itu; 
tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, 
demikianlah dilakukannya 
(Kejadian 6:22)

Kata “iman” sangat kerap disebut dalam percakapan sesehari tanpa lagi dipikirkan kebenarannya. Pasti kita pernah mendengar kalimat seperti: “Mari kita beriman bahwa hari ini tidak akan hujan” atau “Kita beriman bahwa Tuhan akan mencukupi pendanaan retret ini,” dan sebagainya. Namun, inikah yang dimaksud dengan iman?

Ketika Allah meminta Nuh untuk membuat bahtera karena Allah akan menghukum manusia dengan air bah, dengan segera ia melakukannya (ayat 22). Secara manusiawi ia sebenarnya tidak memiliki cukup dasar untuk memercayai perintah dan janji semacam itu. Namun, ia tidak menuntut Allah untuk memberikan gerimis sepanjang tahun atau banjir selutut terlebih dahulu untuk sekadar menopang keyakinannya. Baginya, Allah sendirilah jaminan dari penggenapan janji tersebut. Kepercayaannya bertumpu kepada Pribadi Allah dan Firman-Nya. Ia percaya bahwa apa yang dikatakan Allah senantiasa benar dan bahwa Dia sanggup menepati perkataan-Nya. Itulah respons dari hidup yang bergaul dengan Allah (ayat 9). Itulah iman! Iman adalah wujud penghormatan kepada Allah yang kita percayai kesempurnaan-Nya. Iman yang semacam ini akan ditindaklanjuti dalam ketaatan yang tanpa syarat.

Bagaimana selama ini kita melatih iman kita? Apakah kita berupaya memahami setiap perintah dan janji Allah dengan benar? Apakah kita gemar menaati apa yang jelas-jelas Allah nyatakan atau kita lebih suka mengklaim apa yang belum tentu Allah maksudkan? Hati-hati kalau ternyata selama ini kita justru banyak meyakini hal-hal yang tidak pernah Allah perintahkan atau janjikan.

IMAN YANG BENAR PASTI MEMILIKI DASAR.
IMAN YANG KUAT PASTI BERBUAH TAAT.


BLIND SPOT

Lukas 15:11-32

Kata ayahnya kepadanya:
Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, 
dan segala milikku adalah milikmu 
(Lukas 15:31)

Kaca spion menolong kita melihat kendaraan lain di belakang tanpa perlu menoleh. Namun, ada area dalam jarak tertentu yang tak bisa dilihat lewat kaca spion disebut “titik-buta” (blindspot). Satu-satunya cara untuk melihatnya hanyalah dengan menoleh. Sesuatu di area “titik-buta” harus selalu kita tengok dengan sadar, bersengaja, dan waspada. Baru kita bisa melihatnya ada.

Jarak yang dekat seyogianya membuat sesuatu lebih mudah dilihat. Namun, nyatanya tak selalu demikian. Sesuatu yang dekat kadang kala justru menjadi “titik buta”  yang kerap luput dari pengamatan. Hal itu pula yang dialami oleh si anak sulung dalam perumpamaan Tuhan Yesus. Kedekatan si sulung dengan sang ayah tak lantas membuatnya sanggup “melihat” kasih dan kebaikan hati sang bapa (ayat 29-30). Ia adalah anak yang juga memiliki apa yang dimiliki sang bapa (ayat 31), tetapi ia punya “titik buta” akan kebaikan bapanya. Ia pun terkejut saat kebaikan itu dilimpahkan kepada si adik yang pulang dari ketersesatannya (ayat 30). Padahal kebaikan yang sama telah tersedia baginya tiap hari begitu dekat.

Apakah tanpa sadar kita menjadi seperti si sulung mengalami anugerah dan berkat dalam keseharian: udara sejuk, panca indera yang berfungsi normal, orangtua, saudara, anak, tempat tinggal, tenaga dan kendaraan untuk bekerja, kesempatan bersekolah, rasa kantuk dan tempat tidur, tetapi lupa melihat dan mensyukuri Sang Pemberi. Mungkin saja Dia yang begitu dekat tak lagi kita rasakan kehadiran-Nya. Lalu penyertaan-Nya kita anggap bukan lagi hal yang istimewa. Sadari dan nikmatilah waktu-waktu Anda di dekat-Nya dan bersyukurlah.

TUHAN HADIR BEGITU DEKAT;
LIHAT DAN NIKMATILAH KESEMPATAN BERSAMA-NYA 
TANPA TERLEWAT.

REFORMASI KEDUA

1 Petrus 4:7-11

Layanilah seorang akan yang lain, 
sesuai dengan karunia yang telah diperoleh 
tiap-tiap orang sebagai pengelola yang baik 
dari anugerah Allah 
(1 Petrus 4:10)

Berapa banyak orang-orang percaya yang “menganggur” di kerajaan Allah? Hasil survei nasional yang dilakukan Gallup di A.S. mendapati bahwa 10% anggota gereja yang aktif melayani secara pribadi, 50% tidak tertarik untuk melayani, dan 40% tertarik untuk melayani, tetapi tidak pernah diminta atau tidak tahu bagaimana. Kira-kira bagaimana hasilnya jika penelitian yang sama juga dilakukan di gereja atau persekutuan kita?

Pesan Alkitab sangat jelas. Alkitab memerintahkan setiap orang untuk melayani (ayat 10). Itu berarti 100% orang percaya, tanpa kecuali. Penggeraknya? Kasih yang sungguh-sungguh (ayat 8). Perlengkapannya? karunia yang sudah diberikan pada setiap orang percaya (ayat 10). Tanggung jawabnya? Memakai dan mengelola karunia yang sudah dianugerahkan Tuhan, baik itu karunia dalam perkataan maupun tindakan praktis (ayat 10-11). Tujuannya akhirnya? Supaya Allah dimuliakan (ayat 11).

Tuhan dimuliakan melalui komunitas orang percaya ketika anggota-anggotanya saling melayani satu sama lain dengan kasih. Namun, dalam praktiknya bukankah di berbagai tempat kita mendapati hanya segelintir orang tertentu yang sibuk melayani dan kebanyakan jemaat sibuk mengkritik sebagai penonton? Elton Trueblood berkata: “Jika reformasi yang pertama telah mengembalikan Firman Allah kepada umat Allah, kita sekarang memerlukan reformasi kedua untuk mengembalikan pekerjaan Allah kepada umat Allah.” Elton benar. Pekerjaan Allah adalah pelayanan dari seluruh orang percaya, bukan hanya orang-orang tertentu. Mari memulai reformasi kedua ini. Dari diri sendiri. Dari komunitas terdekat kita.

RANCANGAN ALLAH: 
PEKERJAAN ALLAH DIKERJAKAN 
BAGI KEMULIAAN ALLAH
OLEH SELURUH UMAT ALLAH.

CERMIN ALLAH

2 Korintus 3

Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan 
dengan muka yang tidak berselubung. 
Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, 
maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, 
dalam kemuliaan yang semakin besar 
(2 Korintus 3:18)


Mendengar “Just Do It” kita teringat pada sepatu olah raga Nike. Mendengar “Enak Dibaca dan Perlu” kita teringat pada majalah berita mingguan Tempo. Mendengar “Life Is Good” kita teringat pada produk eletronik LG. Kita mengenal produk-produk yang diiklankan, tetapi biasanya tidak tahu orang atau agen periklanan yang mencetuskan kalimat pengingat yang mewakili produk tersebut.

Seperti peran agen periklanan bagi produk iklannya, demikianlah kira-kira peran kita bagi Allah. Paulus menggambarkannya sebagai “mencerminkan kemuliaan Tuhan”. Dalam terjemahan lain, misalnya versi King James, dikatakan “memandang kemuliaan Tuhan seperti di dalam cermin”. Manakah yang betul? Paulus memakai istilah bahasa Yunani katoptrizomai yang dapat diartikan keduanya. Ia mengacu pada pengalaman Musa di Gunung Sinai. Di atas gunung, Musa memandang sekilas kemuliaan Allah. Ketika ia turun dari gunung, “cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya” (ayat 7). Dengan memandang kemuliaan Tuhan, Musa memancarkan kemuliaan-Nya. Dengan memandang kemuliaan Tuhan, kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.

Paulus hendak mendorong kita untuk hidup berpusat pada Tuhan. Kita memandang Tuhan antara lain dengan meluangkan waktu untuk bersekutu secara pribadi dengan Dia. Selanjutnya, dalam interaksi keseharian dengan sesama, kita mesti mencerminkan kemuliaan Tuhan melalui sikap, pikiran, ucapan, dan tindakan kita.

MEMANDANG KEMULIAAN ALLAH 
DAN MEMANCARKANNYA 
ADALAH KEBAHAGIAAN TERTINGGI 
BAGI MANUSIA.