Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Jumat, 30 Desember 2022

SELAMAT TAHUN BARU

Ratapan 3:1-26

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, 
tak habis-habisnya rahmat-Nya, 
selalu baru tiap pagi; 
besar kesetiaan-Mu! 
(Ratapan 3:22-23)

Selamat Tahun Baru! Itulah ucapan yang saling diberikan di tahun baru. Kita memberi ucapan itu kepada relasi dan keluarga, atau sebaliknya, menerimanya dari mereka. Ehm, sebenarnya apa sih yang baru? Bukankah semuanya masih akan berjalan seperti biasa; baik itu urusan pekerjaan, pelayanan, kehidupan keluarga, kesehatan, keuangan, bahkan persoalan tahun kemarin? Kecuali penanggalan, semuanya sama saja, bukan? Bahkan mungkin akan ada persoalan baru di depan.

Nabi Yeremia pernah terjebak pada pahitnya hidup, yakni ketika mendampingi bangsanya yang dengan keras hati meninggalkan Tuhan. Setiap hari, ia meratapi hidupnya dan nasib bangsanya yang terbuang sebagai budak (ay. 1-20). Namun, ketika ia berpaling kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan menyentuh hati dan mengubah pikirannya (ay. 21), Yeremia melihat banyak hal baru. Sumbernya, ia menyadari bahwa setiap pagi ada kasih setia Tuhan yang besar dan rahmat yang tak kunjung habis (ay. 22-23).

Izinkan Tuhan melimpahi hati kita dengan kasih-Nya hari ini, agar kita menemukan banyak hal baru. Sebab, dari hati akan terbentuk sikap, pola pikir, pola kerja, pola hubungan yang bakal kita jalani di sepanjang 2023. Kita akan memiliki cara pandang baru dalam menghadapi persoalan; baik persoalan lama maupun persoalan baru. Kita akan memiliki cara bersikap dan berelasi yang baru; baik dengan diri sendiri, keluarga, rekan sekerja/sepelayanan. Dengan hati baru yang selalu sadar pada anugerah Tuhan setiap pagi, kita akan selalu terkejut dan terpesona pada “kasih setia Tuhan”! 

ARAHKAN HATI 
PADA TUHAN YANG PENUH RAHMAT
KITA AKAN MENDAPAT 
PANDANGAN BARU ATAS PERSOALAN LAMA

PENGARUH POSITIF

Kis 18:1-17

Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, 
menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, 
dan banyak dari orang-orang Korintus, 
yang mendengarkan pemberitaan Paulus, 
menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis. 
(Kisah Pr. Rasul 18:8)


Biasanya kita mencintai, menghormati, merindukan, dan mendoakan orang yang berpengaruh positif dan mendatangkan sukacita dalam kehidupan kita. Saat kita bersama-sama dengan orang itu, ia memperlihatkan nilai-nilai kebajikan yang memberkati kehidupan kita. Ia menolong kita berubah menjadi lebih baik, mewujudkan impian, dan menguatkan kita. Sebaliknya, ada pula orang yang kehadirannya justru membuat kita tertekan dan menghambat kemajuan kita. Saat orang-orang seperti ini pergi, hati kita merasa senang.
Saat Paulus, Silas, dan Timotius berada di Korintus, kehadiran mereka memberikan pengaruh yang positif bagi kota itu. Krispus, seorang kepala rumah ibadah, menjadi percaya kepada Yesus. Seisi rumahnya pun ikut percaya kepada Yesus. Banyak orang Korintus yang menjadi percaya kepada Yesus dan memberi diri mereka dibaptis. Satu tahun enam bulan lamanya, Paulus dibantu Silas dan Timotius memberitakan firman Tuhan di Korintus, menolong mereka bertumbuh di dalam iman dan pengenalan akan Tuhan.

Kita tentu rindu berpengaruh positif bagi sesama. Hal tersebut ditentukan oleh apa yang menguasai hati dan pikiran kita. Kalau hati dan pikiran kita dipenuhi berbagai kejahatan, tak heran jika kita memperlakukan orang lain dengan jahat. Kalau hati kita dipenuhi kasih dan damai sejahtera-Nya, kita akan terdorong untuk mengasihi sesama dan bersaksi tentang kebaikan-Nya. Biarlah di mana pun kita berada, kehadiran kita memberkati sesama.

KITA DIPANGGIL 
UNTUK MENJADI BERKAT 
BAGI SESAMA
DAN MEWARTAKAN KABAR 
TENTANG KEBAIKAN TUHAN

BERINTEGRITAS

MAZMUR 15 : 1 - 5

Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? 
Siapa yang boleh diam di gunung- Mu yang kudus? 
Yaitu dia yang berlaku tidak bercela... 
(Mazmur 15:1,2)

Seorang polantas menjalankan tugasnya dengan penuh integritas. Dalam setiap operasi, ia selalu bertindak tegas pada para pelanggar lalu lintas, tanpa pandang bulu. Siapa pun pelanggarnya, akan ia beri surat tilang tanpa rasa takut. Anggota KPK pun pernah ia tilang. Juga, istrinya sendiri! Ya, ia menilang istrinya yang menerabas lampu merah karena terburu-buru. Sampai-sampai, ketika ia pulang istrinya tak mau membukakan pintu untuknya. Itulah Aiptu Jaelani, Polantas Polres Gresik yang antikompromi. Forum Film Jambi telah membuatkan film pendek atas kisah ini, yang kemudian banyak tersebar melalui jejaring sosial.


Sang pemazmur mengungkap gaya hidup berintegritas yang selayaknya menjadi cerminan orang percaya. Orang yang berintegritas akan menjalani hidup yang tidak bercela, selalu jujur dan adil (ay. 2). Terhadap temannya, ia tidak memfitnah, tidak berbuat jahat, atau menimpakan kesalahan (ay. 3). Terhadap janji, ia berjuang memenuhinya (ay. 4). Ia juga tidak mencari untung bagi diri sendiri dan selalu berpihak pada kebenaran (ay. 5). Dapatkah kita hidup seperti ini?

Ronald dan Robert Beers—para penulis dan editor senior dari penerbit Tyndale dan David C. Cook—mengatakan, integritas adalah menyatunya karakter kita dengan karakter Kristus. Artinya, bukan hati, pikiran, dan tindakan kita sendiri yang mengemuka. Sebab, tentu itu tak cukup. 

Hidup berintegritas tak akan tercapai, tanpa kita bersekutu dengan-Nya, menjalin hubungan yang erat dengan-Nya dan bertumbuh menjadi seperti-Nya. Mari menyatu dengan Kristus, mari berintegritas!


HIDUP BERINTEGRITAS 
TAKKAN TAMPAK MUSTAHIL
BILA KITA IZINKAN 
KRISTUS MEMBUNGKUS 
KITA YANG KERDIL

Sabtu, 24 Desember 2022

FLEKSIBEL

Matius 2:13-18

Yusuf pun bangun, 
diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, 
lalu menyingkir ke Mesir. 
(Matius 2:14)


Sembilan anak dengan kekurangan fisik atau mental bersiap untuk pertandingan lari cepat 100 meter dalam Seattle Special Olympics. Begitu tanda mulai berbunyi, mereka berlari dengan penuh semangat. 

Tiba-tiba, seorang kontestan–anak laki-laki usia 8 tahun–tersandung, terjungkal, dan menangis. Tangisannya begitu keras hingga delapan kontestan yang lain berhenti berlari dan menoleh. Tanpa ragu mereka berbalik, mendekati anak yang jatuh, dan menolongnya berdiri. 


Lalu, kesembilan anak itu berangkulan dan berjalan menuju garis finis bersamasama. Sembilan anak ini memberi pelajaran penting: Jika sesuatu yang buruk terjadi, bersikap fleksibel–memperlambat langkah pribadi dan mengubah rencana–bisa membuahkan hasil terbaik.

Sesaat setelah orang Majus beranjak pulang, Yusuf mendapat-kan mimpi dari malaikat. Ia diminta untuk tidak terus tinggal di tempat, dan membawa Maria serta bayinya ke Mesir. 

Sesegera mungkin. Yusuf pun dengan sigap mengubah rencananya sendiri dan menaati Tuhan. Dan benar, tak lama kemudian Herodes memerintahkan pembunuhan anak bayi di bawah usia 2 tahun di Betlehem dan sekitarnya. 

Adapun di Mesir, karena ada banyak orang Yahudi, kehadiran satu keluarga kecil ini tidak begitu menarik perhatian.

Mungkin ada hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana kita. Namun, bisa saja terjadi hal yang lebih baik saat kita fleksibel untuk berubah. 

Mintalah pertolongan Tuhan agar kita menguasai diri dan bersabar, dan menemukan yang terbaik dalam perubahan itu.

BILA TUHAN SAMPAI MEMBELOKKAN KEADAAN,
DIA PASTI TAHU 
ADA HAL YANG LEBIH BAIK DI DEPAN SANA

TELADAN ORANG TUA

Yesaya 49:14-21


Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, 
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? 
Sekalipun dia melupakannya, 
Aku tidak akan melupakan engkau. 
(Yesaya 49:15)

Sebagai orangtua, kadang saya terintimidasi dengan nasihat bahwa orangtua harus mendidik anaknya bukan hanya dengan perkataan, namun juga dengan teladan. 

Tentu saya ingin menjadi teladan, namun tidak sedikit cara hidup saya yang tidak patut diteladani. Bagaimana menyikapinya?

Untuk menggambarkan kesetiaan Allah, Yesaya antara lain membandingkan kasih Allah dengan kasih ibu. 

Ibu atau orangtua berpotensi melukai dan bahkan meninggalkan anak kandungnya, tetapi Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. 

Mengapa kita tidak menggarisbawahi fakta ini dalam pengasuhan anak?

Matthew Sims, dalam blog Grace for Sinners, bercerita bagaimana ia berjanji kepada anaknya. Anaknya berulang-ulang menagih janji itu. Karena belum dapat menepatinya, ia berkata, “Ayah mengasihimu dan, saat ayah berjanji, ayah akan berusaha keras untuk menepatinya. 

Namun, siapa coba yang tidak pernah melanggar janji? Tuhan. 

Sekalipun ayah sudah berusaha sebaik mungkin, bisa saja terjadi hal-hal yang tak terduga. Namun, tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan. Dia merancangkan segala sesuatu dan memegang kendali atas segala situasi.”

Cara yang inspiratif! 

Dengan itu, anak diarahkan untuk memandang bukan kepada manusia, melainkan kepada Tuhan, dan mengandalkan kedaulatan-Nya. 

Anak juga melihat bahwa orangtuanya cukup rendah hati untuk mengakui kelemahannya dan bersedia berpaling kepada anugerah Tuhan untuk mengatasi kelemahan itu. 

Ini teladan yang bakal sulit dilupakan anak, bukan?

TELADAN TERBAIK 
YANG DAPAT DIBERIKAN ORANGTUA:
MENGARAHKAN ANAK 
UNTUK BERPEGANG TEGUH 
PADA KESETIAAN TUHAN

MENEPATI JANJI

Kejadian 50:1-14


Ayahku telah menyuruh aku bersumpah... 
izinkanlah aku pergi ke sana, 
supaya aku menguburkan ayahku; 
kemudian aku akan kembali. 
(Kejadian 50:5)

Film The Terminal mengisahkan seorang pria yang terpaksa tinggal di terminal bandar udara New York karena situasi negara asalnya. Yang membuat saya tersentuh adalah alasan pria itu pergi ke Amerika dan rela bersusah payah menjalani hari-hari di terminal tersebut. Ternyata ia hendak memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya, yaitu janji untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi jazz idola ayahnya.

Yusuf juga pernah melakukan hal yang serupa, yaitu menepati janji kepada almarhum ayahnya. Janjinya adalah janji untuk menguburkan jenazah Yakub, ayahnya, di tanah Kanaan. Sebetulnya dengan statusnya sebagai seorang petinggi di Mesir, tindakan ini bisa menimbulkan berbagai tanda tanya di kalangan penduduk. Bukankah di Mesir juga banyak tempat pekuburan? Mengapakah ayah seorang pejabat Mesir tidak mau dikuburkan di sana? Selain itu, tidak sedikit usaha yang harus dikeluarkan untuk memindahkan jenazah Yakub ke Kanaan. Tambahan lagi, kalaupun Yusuf memilih untuk tidak menepati janjinya, Yakub pun pasti tidak akan protes karena ia sudah mati. Tetapi, Yusuf memilih untuk menepati janjinya.

Sebuah janji baik itu kepada pasangan, teman, anak, orangtua, Tuhan, maupun seseorang yang sekarang sudah meninggal, dibuat untuk ditepati. Memang kadang tidak mudah sebab banyak tantangan yang bisa menghadang. Tetapi, segala tantangan tersebut sebetulnya adalah ujian terhadap karakter kita. Adakah janji yang masih belum Anda tepati hingga saat ini? 

Tepatilah segera!

JANJI 
DIBUAT UNTUK DITEPATI,
BUKAN 
UNTUK DIINGKARI

CIRI KHAS



Efesus 4:17-32

Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus. 
(Efesus 4:20)

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri ini mencakup hal-hal yang nampak oleh mata maupun yang bersifat kebiasaan atau kepribadian. Ciri khas ini juga menunjukkan identitas seseorang. Sebagai contoh, seseorang yang memakai seragam polisi akan dikira sebagai seorang polisi. Seseorang yang berbicara dengan logat Jawa akan diduga sebagai orang Jawa.


Sebagai pengikut Kristus, kita pun memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas kita dan membuat kita berbeda dari orang lain. Ciri ini tentu bukan bersifat fisik atau penampilan, seperti memakai benda yang bersimbol Kristiani. Sebab orang yang tidak beragama Kristen pun bisa memakai simbol tersebut. Sebaliknya, ciri ini seharusnya mengacu pada sikap hidup yang menampakkan identitas kita sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Kristus dan telah menjadikan Dia sebagai Tuhan kita.

Kesadaran akan keselamatan yang telah kita terima tersebut akan menghadirkan sukacita dan pengharapan yang tiada henti di dalam hati kita. Kita tahu bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, dan pada akhirnya Tuhan akan memulihkan segalanya di surga kelak. Sementara itu, kesadaran akan siapa Tuhan kita memotivasi kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Identitas ini harus terus kita ingat dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita perbuat sehingga hidup kita mencirikan hidup orang percaya. Kemudian, melalui kesaksian itu, kiranya orang lain akan mengenal Tuhan dan hidup kita menjadi berkat bagi mereka.

CIRI KHAS ORANG KRISTEN 
ADALAH 
SIKAP HIDUP SEBAGAI ORANG
YANG TELAH DISELAMATKAN 
DAN 
MENJADIKAN YESUS KRISTUS SEBAGAI TUHAN

Kamis, 01 Desember 2022

KEBABLASAN

Maleakhi 1:1-7; 2:17

... di manakah Allah yang menghukum?
(Maleakhi 2:17)

Cara seorang anak merespons kasih sayang orangtuanya bisa beragam. 

Bisa dengan penghormatan dan kepatuhan, bisa juga sebaliknya. 

Seorang anak dapat terus berbuat sesuka hati, melanggar semua aturan yang diberikan, bahkan secara sadar mengulang-ulang hal tersebut. Anak itu bertingkah ”kebablasan” atau kelewatan. Ia berpikir: “Orangtuaku sangat sayang padaku. Mereka tidak akan marah pada apa pun yang kulakukan karena aku ini kesayangan mereka”.


Kalimat pernyataan Tuhan yang pertama dalam kitab Maleakhi adalah: “Aku mengasihi kamu” (1:2). 

Namun, setelah itu terungkap keluhan atas berbagai tingkah umat yang kebablasan. Kasih sayang Tuhan disalahartikan, bahkan dijadikan pembenaran atas berbagai perbuatan yang sesungguhnya mengecewakan hati Tuhan. Umat Israel tidak menyadari betapa mereka menyusahkan hati Tuhan dengan semua perilaku itu.

Kita pun sebagai orang-orang yang dikasihi Tuhan, sering kebablasan. 

Mengetahui bahwa Tuhan mengasihi kita, tidak membuat kita bersyukur dan berusaha hidup benar meneladani kasih-Nya. 

Kita terus melakukan kesalahan dan menganggapnya biasa karena berpikir hal itu tidak mengurangi kasih Tuhan kepada kita. 

Kitab ini mengingatkan bahwa kita keliru menganggap Tuhan berkenan pada perbuatan yang tidak baik. Kalaupun Dia tidak menjatuhkan hukuman, bukan berarti kejahatan kita dibenarkan oleh-Nya. Seperti orangtua yang bisa menegur dan menghukum anaknya agar tidak kebablasan, Tuhan pun dapat mengajar kita walau untuk itu Dia sangat bersusah hati. 

Karenanya, maukah kita tidak lagi kebablasan dan menyalahartikan kasih sayang Tuhan?

KASIH TUHAN ITU MEMBEBASKAN
TETAPI TIDAK MEMBABLASKAN

KEPUTUSAN

Matius 26:47-56

Atau kausangka 
bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, 
supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? 
(Matius 26:53)

Jika kita mengonsumsi makanan berlemak setiap hari dalam porsi besar, apa yang akan terjadi lima tahun mendatang? Timbunan lemak dan kolesterol. 

Jika kita mengisap dan menghabiskan dua bungkus rokok setiap hari, apa yang akan terjadi dengan tubuh kita di tahun-tahun mendatang? Paru-paru kita akan rusak. 

Demikianlah, setiap hari kita membuat keputusan penting. Sebagian dari kita mungkin akan memilih kesenangan bagi diri sendiri saat ini, walau di masa depan ada akibat yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, ada juga keputusan yang kini terasa tidak nyaman, tetapi hasilnya baik di masa mendatang.

Malam itu, setelah perjamuan terakhir dengan para murid, merupakan waktu yang berat bagi Yesus. Sebenarnya Dia bisa membiarkan murid-murid melakukan perlawanan guna mencegah penangkapan-Nya (ayat 51). Dia juga bisa memerintahkan pasukan malaikat untuk melindungi dan melepaskan-Nya dari perjalanan menuju salib yang mengerikan. Akan tetapi, Dia memilih untuk taat kepada perintah Bapa-Nya—melangkah menuju salib. Sebab, Dia sangat tahu keputusan-Nya ini akan berdampak bagi kehidupan manusia di masa mendatang.


Mungkin hari ini Tuhan membawa kita memasuki masa-masa yang paling sulit di hidup kita. 

Dan, kita mesti mengambil keputusan penting. Pertimbangkanlah dengan saksama. Keputusan yang membuat kita nyaman belum tentu berakhir indah dan memuliakan Allah. 

Pertimbangkanlah masak-masak, termasuk dampaknya di masa depan bagi kita maupun bagi orang-orang di sekeliling kita. Dan, apakah Allah dimuliakan melalui keputusan tersebut 

KEPUTUSAN KITA HARI INI
BISA MENENTUKAN HIDUP KITA DI HARI ESOK

TETAP DAN TOTAL

Keluaran 13:17-22

TUHAN berjalan di depan mereka, 
pada siang hari dalam tiang awan ... 
dan pada waktu malam dalam tiang api 
untuk menerangi mereka 
(Keluaran 13:21)


Di jalanku, ku diiring oleh Yesus Tuhanku / Apakah yang kurang lagi jika Dia panduku?


Selepas dari negeri Mesir, umat Israel dibimbing sendiri oleh Allah, walau Tuhan tidak menuntun umat Israel melalui jalur terdekat ke Kanaan, yakni melewati negeri orang Filistin. Sebab, Tuhan mempertanyakan kesiapan mental Israel jika harus menghadapi peperangan dengan bangsa Filistin (ayat 17). 

Maka, Tuhan menuntun mereka melalui rute yang jauh lebih panjang, yakni memutar melalui padang gurun menuju Laut Teberau (ayat 18). 

Pilihan rute yang lebih jauh ini mungkin terasa aneh bagi umat Israel. Namun, ada rencana yang luar biasa di balik perjalanan panjang ini, yakni pendampingan total yang Tuhan nyatakan dan berikan bagi mereka. ”TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka ... Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu.”

Kini, kita bisa makin mengerti kedalaman ungkapan di atas: Apakah yang kurang lagi, jika Dia panduku? 


Kalau Tuhan yang menjadi pandu bagi hidup kita, berarti Dialah yang akan berjalan di depan setiap langkah kita. Maka, tentu Dia akan menunjukkan kepada kita jalan mana yang benar dan paling membawa damai sejahtera. 

Sudahkah Anda mempercayakan jalan hidup Anda hari ini kepada-Nya? 
Pastikan Tuhan ada di setiap keputusan yang Anda ambil. 
Dia berjanji untuk membimbing Anda secara total dan tetap 

ALLAH MAU TOTAL MEMBIMBING
ORANG YANG MAU TOTAL DIBIMBING

SADAR DIRI

1 Timotius 1:12-17

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya, 
”Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” 
dan di antara mereka akulah yang paling berdosa 
(1 Timotius 1:15)


Bila sangat terpukul ketika mengetahui bahwa dirinya ternyata adalah anak angkat dari orangtua yang mengasuhnya selama ini. 

Namun sejak itu, Mila lebih rajin membantu menjaga toko kedua orangtuanya. Apalagi ketika Mila menikah dan memiliki anak. Ia makin menyadari betapa besarnya kasih orangtua angkatnya. Mereka telah membesarkannya dengan susah payah, dengan kasih yang sesungguhnya tidak layak ia terima. Demikianlah Mila makin lama makin mengasihi kedua orangtua angkatnya.

Kitab 1 Timotius ditulis oleh Paulus pada akhir hidupnya. 

Sejak pertobatannya, Paulus telah melakukan begitu banyak pelayanan—mendirikan jemaat di berbagai daerah. Paulus telah menempuh begitu banyak bahaya dan penderitaan karena Injil. 

Dari semua pengalaman itu, Paulus menyatakan bahwa kerinduan terbesarnya adalah makin mengenal Tuhan yang ia layani. 

Maka, di akhir hidupnya Paulus tidak menjadi sombong, tetapi malah makin menyadari anugerah Tuhan yang begitu besar kepadanya. Bahkan, Paulus mengatakan, bahwa dialah orang yang paling berdosa. Mengapa? Karena makin orang mengenal Kristus, ia makin mengenal siapa dirinya, makin mengerti besarnya anugerah yang ia terima, dan makin memberi diri untuk kemuliaan Tuhan.

Ketika kita makin mendalami firman Tuhan, adakah kita makin mengenal siapa Allah yang kita sembah dan siapa kita sesungguhnya? Atau, jangan-jangan semua itu hanya menjadi pengetahuan yang mengisi otak, yang justru membuat kita tinggi hati? 

Bagaimanakah pengenalan akan Tuhan ini mempengaruhi sikap hati kita ketika melayani Tuhan?

PENGENALAN AKAN TUHAN 
MEMAMPUKAN KITA BERCERMIN DIRI
DAN MENYADARI BESARNYA 
ANUGERAH TUHAN YANG DIBERI

MANIPULASI

Kisah Para Rasul 5:1-11

”Katakanlah kepadaku, 
dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?” 
Jawab perempuan itu, ”Betul sekian” 
(Kisah Para Rasul 5:8)

Apabila menilik perbuatan Ananias dan Safira, seberat apakah kesalahan mereka sehingga tak ada kesempatan kedua? 


Mari cermati hal ini agar kita tak mengulang tindakan mereka: Suasana jemaat mula-mula diliputi kegembiraan karena karya Allah begitu nyata dalam persekutuan orang percaya. Sebagian jemaat menjual harta miliknya; bahkan menjual tanahnya untuk kepentingan kelompok. Ananias dan Safira juga. 

Akan tetapi, setelah menjualnya, dengan sengaja mereka menahan hasil penjualannya. Sebetulnya, Petrus serta jemaat mula-mula tidak menuntut Ananias dan Safira menyerahkan keseluruhan hasil penjualan. Sayangnya, Ananias dan Safira mengaku memberikan seluruhnya, padahal mereka menahan sebagian. Itu sebabnya Petrus bertanya, “Dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?” (ayat 8).

Mereka dihukum bukan karena tidak mempersembahkan semua hasil tanahnya, melainkan karena dengan sengaja mereka memanipulasi hasil penjualan tanah dan berlaku tidak jujur. 

Barangkali mereka mengharapkan decak kagum dari komunitas jemaat mula-mula, supaya jemaat mengira mereka memberi banyak. 

Bagi Petrus, ini adalah penipuan terhadap Roh Kudus. Tentu umat dan Roh Kudus tidak sama. Akan tetapi, Roh Kudus memperhatikan bagaimana orang bersikap terhadap umat Tuhan.

Bagaimanakah sikap kita terhadap gereja atau sesama? 

Apakah kita kerap terjebak dalam manipulasi, yaitu mengambil untung dari persekutuan atau gereja? Ataukah kita tulus melayani dan memberi diri di situ? 

Tuhan melihat hati kita. Jadilah saluran berkat yang menyenangkan hati-Nya 

KITA TAK PERLU MENCARI PUJIAN SESAMA
TUHAN TAHU 
MENGGANJAR KITA YANG MENYENANGKAN HATI-NYA

HANYA FIRMAN TUHAN

Matius 11:2-19

Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes 
apa yang kamu dengar dan kamu lihat ... 
(Matius 11:4)

Ketika pekerjaan, pelayanan, dan kehidupan berjalan dengan baik, kita mudah mengatakan bahwa Tuhan menyertai kita. Namun, apa perasaan kita jika musibah tiba-tiba datang sehingga hidup menjadi sulit, tertekan, terancam? 

Apalagi jika kita merasa harus menanggung semua itu sendiri. Bagaimana jika iman kita yang tadinya kita anggap teguh, tiba-tiba goyah?

Yohanes Pembaptis adalah orang yang memecah kebisuan setelah lebih dari 3 abad tidak ada nabi Allah yang berbicara. 

Ia tampil sebagai nabi yang kuat, yang berani menegur dosa banyak orang, termasuk Herodes—raja yang sedang berkuasa—sehingga ia harus masuk penjara. Dialah yang memperkenalkan Yesus sebagai Mesias dan meyakini dirinya hanya pembuka jalan (bandingkan dengan Yohanes 1:19-37). 

Namun, ketika ia menderita di penjara, dan merasa harus menanggungnya sendiri, keyakinan Yohanes goyah. Ia pun mengutus muridnya untuk bertanya kepada Yesus: ”Engkaukah yang akan datang itu, atau haruskah kami menanti yang lain?” 


Bagaimana reaksi Yesus? Dia menyuruh murid itu kembali dan menceritakan apa yang mereka dengar dan saksikan tentang segala yang diperbuat Yesus: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta ditahirkan, orang tuli mendengar, orang mati bangkit, dan orang miskin mendengar kabar baik. 

Yesus ingin Yohanes mengingat nubuat Yesaya, yang sedang digenapi dalam hidup dan pelayanan Yesus (Yesaya 29:18, 35:5-6). Maka, kebenaran firman itulah yang meneguhkan lagi iman Yohanes.

Jika iman kita goyah, 
izinkan Roh Kudus berbicara melalui firman yang kita renungkan setiap hari. 

Firman yang hidup itu berkuasa meneguhkan kembali langkah kita dalam mengikut Dia 

APABILA KESUKARAN 
MENGGOYAHKAN KEYAKINAN
CARILAH SANDARAN 
PADA FIRMAN TUHAN 
YANG MENEGUHKAN

PENGHARAPAN

Roma 15:1-13

Semoga Allah, sumber pengharapan, 
memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera 
(Roma 15:13)

Pada 5 Agustus 2010, tambang emas dan tembaga di Copiapo, Cile, runtuh. Sebanyak 33 penambang terperangkap. 


Regu penyelamat yang mencari mereka, nyaris putus asa. Namun, 17 hari kemudian, diketahui bahwa mereka masih hidup walau terperangkap di dalam tambang sedalam 700 meter. 

Dan, mereka harus sabar menanti hingga 7 minggu, sebelum mesin bor berhasil menembus lubang tempat mereka berlindung.

Ya, manusia bisa bertahan hidup selama 40 hari tanpa makan, 4 hari tanpa minum, 4 menit tanpa bernapas. 

Namun, manusia tak mampu hidup bahkan selama 4 detik saja, jika ia tak punya semangat dan harapan. Itu sebabnya di tengah impitan dan tahap awal aniaya terhadap jemaat Roma, Paulus menasihati agar setiap orang percaya bergantung kepada Allah—sumber pengharapan, sukacita, damai sejahtera. 

Di tengah tekanan sekalipun, Dia sanggup memberi kekuatan dan pengharapan (ayat 13). Maka, yang kuat dapat menolong yang lemah dan lelah. Dengan kerukunan yang demikian, orang-orang beriman itu memuliakan Allah (ayat 1-6).

Ketika dunia menganggap 33 penambang Cile itu pahlawan, dengan keras Henriques—salah satu dari mereka—menolaknya. 

Katanya,”Kita bukan pahlawan, dan jika ada pahlawan, itu adalah semangat yang diberikan Tuhan, yang membuat kami bertahan”. 

Ternyata, semasa di dalam tambang ia membacakan sejumlah ayat Alkitab kepada teman-temannya, untuk menjaga semangat mereka.

Mari jalani hidup ini dengan penuh semangat. Apalagi untuk melakukan tugas sebagai saksi Kristus: memberkati dan menolong banyak orang di sekitar kita yang hidup dalam keputusasaan.

HIDUP DIBERI 
AGAR DIJALANI DENGAN PENUH ARTI
MAKA TUHAN MENYALAKAN SEMANGAT
AGAR KITA MENJADI BERKAT

KEPO

Yohanes 21:20-25

Jawab Yesus, 
”Jikalau Aku menghendaki, 
supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. 
Tetapi engkau: Ikutlah Aku”
(Yohanes 21:22)

Anak-anak muda di Jakarta akan menjuluki temannya kepo apabila temannya itu ”selalu ingin tahu urusan orang lain”. 

Rasa ingin tahu sebetulnya sangat positif, karena akan menolong seseorang untuk mencari lebih banyak pengetahuan. 

Akan tetapi, kalau rasa ingin tahu itu berlebihan maka dampaknya bisa negatif, karena mengganggu privasi orang lain.

Penyakit kepo ini ternyata juga pernah menyerang Petrus. Ia ingin tahu mengenai kehidupan Yohanes di masa depan. 

Maka, Yesus menegur Petrus, sebab apa yang akan terjadi pada Yohanes sama sekali bukan urusan Petrus. Urusan Petrus adalah mengikut Yesus. 

Tuhan pasti peduli kepada Yohanes dan tahu apa yang terbaik baginya. Di sisi lain, Dia juga peduli terhadap Petrus, tetapi cara Yesus memperlakukan mereka masing-masing bisa berbeda, karena setiap pribadi punya keunikannya sendiri.

Atas adanya perbedaan-perbedaan itu, Allah punya rencana dan kehendak sendiri bagi setiap orang yang percaya kepada Dia. 

Allah tidak berkewajiban memperlakukan kita sama seperti Dia memperlakukan orang lain. 


Dia tidak berkewajiban untuk memberkati kita dengan cara yang sama seperti Dia memberkati orang lain. Kita tak perlu meributkan atau merepotkan diri dengan hal itu. 

Itu sepenuhnya adalah kedaulatan dan wewenang Allah. 

Tugas kita hanya memastikan bahwa kita sendiri sudah atau sedang mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh. Apabila kita mengikut Dia dengan serius, kita tidak akan punya waktu untuk memikirkan bagaimana Dia memperlakukan orang-orang di sekitar kita. Itu bukanlah urusan kita. 

Mari pikirkan saja bagaimana kita dapat mengiring Dia makin dekat


MASING-MASING PRIBADI KITA UNIK ADANYA
DENGAN SEGALA KURANG DAN LEBIHNYA

Minggu, 30 Oktober 2022

Khawatir

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Flp 4:6)

Yes 5:1-7; Mzm 80:9.12-16.19-20; Flp 4:6-9; Mat 21:33-43

Khawatir seringkali merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup manusia. Seringkali ketika kekuatiran itu datang apa pun yang kita usahakan, hati kita tetap tidak bisa tenang, pikiran gelisah dan bagaimanapun yang kita usahakan semua-nya hanya membuat kita gelisah.

Tuhan mengingatkan ketika kekuatiran itu mulai timbul dalam hidup kita, kita harus membawanya kepada Allah dalam doa dan permohonan yang diikuti dengan ucapan syukur. 

Ternyata inilah kuncinya. 
Ucapan syukur akan membuat hati kita menjadi tenang. Syukur berarti ucapan terimakasih karena kita percaya bahwa ada pertolongan dalam hidup kita. Syukur mendatangkan damai sejahtera. Dan damai itu menghalau semua kekuatiran dan ketakutan serta kegelisahan kita. Allah sumber damai sejahtera menyertai kita karena itu apalagi yang perlu kita takuti.

Ya Tuhan, aku bersyukur karena melalui peristiwa yang saat ini kualami aku boleh menyaksikan betapa besar dan ajaibnya rancangan-Mu dalam hidupku. 

Terimakasih Tuhan atas damai sejahtera yang Kau limpahkan dalam hatiku saat ini. Dan aku percaya akan penyertaan-Mu di dalam hidupku.

Mukjizat

Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau (Ayb 43:5)

Ayb 42:1-3.5-6.12-17; Mzm 119:66.71.75.91.125.130 Luk 10:17-24

Zaman sekarang ini semakin banyak orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan, mereka lebih memilih untuk percaya pada kekuatan diri sendiri dan kuasa lain yang memberikan banyak hal secara instan. 

Orang tidak percaya akan adanya mukjizat, namun tanpa disadari mereka percaya bahwa ada kuasa yang lebih besar dari dirinya dan itulah yang mereka cari. 

Kuasa Yesus memang tidak serta merta tampak seperti kuasa lain yang dapat langsung kita lihat hasilnya.

Saya begitu terkagum ketika kami melakukan adorasi secara live streaming pada masa pandemi Covid-19 sedang merebak. 

Dari setiap adorasi yang dilakukan, Tuhan selalu membuat mukjizat bagi mereka yang mengikuti dengan iman. Ada begitu banyak mukjizat yang terjadi, dan itu membuat saya semakin percaya bahwa kuasa Tuhan tak terbatas ruang dan waktu. 

Mungkin ini sesuatu yang sulit dipahami oleh mereka yang mengandalkan pikiran mereka, tetapi bagi mereka yang mengalami pemulihan dan pembebasan, mereka dibawa untuk semakin mengenal Tuhan dengan lebih lagi.

Tuhan tidak memaksa kita untuk selalu percaya kepada-Nya tetapi mukjizatnya selalu ada di sekitar kita. 

Mari kita buka mata hati kita agar kita dapat terus mensyukuri mukjizat-Nya yang nyata.

Menjadi Anak Kecil

`Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga` (Mat 18:3)

Ayb 1:6-22; Mzm 17:1-3.6-7 Luk 9:46-50 atau Yes 66:10-14 atau 1Kor 12:31 - 13:13; Mat 18:1-4
Yes 66:10-14 atau 1Kor 12:31 - 13:13; Mzm 131:1-3 Mat 18:1-4

Apakah Anda ingin masuk surga? 

Semua orang pasti mau masuk surga, karena pada dasarnya manusia menginginkan kebahagiaan. Tetapi persoalannya tidak setiap orang mau menempuh jalan hidup yang benar, yang dapat membawa ke surga. 

Terlebih lagi Yesus mengatakan bahwa `sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya` (Mat 7:14).

Supaya kita dapat masuk surga, kita harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini. Itu tidak lain adalah merendahkan diri, menjadi rendah hati, tetap menjadi kecil di hadapan Tuhan sebagaimana dihayati oleh St. Theresia Lisieux. 

Dan lagi untuk memasuki kerajaan surga, kita harus menyadari ketidakmampuan diri kita dan ketergantungan kita yang mutlak kepada Tuhan.

Santa Theresia Lisieux mengatakan `Yesus, tolong aku menyederhanakan hidupku dengan belajar apa yang Kau inginkan dariku.` 

Mari kita mau belajar untuk menjadi kecil dan sederhana.

Mengenal Kehendak Allah

`Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara` (Luk 10:41)

Gal 1:13-24; Mzm 139:1-3.13-15; Luk 10:38-42

Seorang ibu sangat merindukan anaknya yang tinggal di luar kota. Ia memutuskan untuk mengunjungi anaknya. 

Betapa bahagianya hati Ibu ketika bertemu dengan anaknya yang sangat dicintai dan dirindukannya ini. Kejutan yang membahagiakan bagi si anak. Ia menyiapkan makanan yang lezat, kamar tidur yang nyaman, dan sebagainya bagi ibu tercinta. Semuanya dilakukannya untuk menyenangkan hati ibu. 

Pada hari pertama kedatangannya ini, ibu hanya melihat kesibukkan anaknya saja. Akhirnya ia berkata dengan sedih, Anakku, makan tahu dan tempe saja ibu mau, bahkan tidur di sofa pun ibu mau, asalkan bersamamu. Ibu hanya membutuhkanmu, nak.`

Demikian juga Yesus sangat merindukan kita, namun tidak jarang kita mengabaikan kehadiran-Nya karena kesibukkan kita. 

Kita lihat Marta yang sibuk bekerja dan Maria setia mendengarkan Yesus. 

Hanya satu yang dirindukan Yesus yaitu agar kita dapat bersatu dengan-Nya. Semakin bersatu denganNya, kita pun akan lebih mudah mengenal kehendakNya dalam hidup kita. 

Sediakanlah waktu hening bersama Yesus. 

Semoga kita selalu setia mendampingi dan menyenangkan hati Yesus.

Belajar Rendah Hati

Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu (Ef 4:2)

Ef 4:1-6; Mzm 24:1-6; Luk 12:54-59

Tuhan kita, Yesus Kristus adalah Pribadi yang sangat rendah hati. 

Meskipun Allah, Ia rela menjadi manusia dan taat sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. 

Tuhan Yesus juga penuh kelemah-lembutan dan kesabaran. Ia mengampuni dosa-dosa kita setiap kali kita datang kepada-Nya dengan hati penuh penyesalan seperti yang dilakukan-Nya terhadap perempuan yang berzinah, 

Ia tidak menghakimi maupun menghukumnya, Yesus justru menyelamatkannya dan berkata, `Akupun tidak akan menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi` (Yoh 8:1).

Sebagai pengikut Kristus, nilai kerendahan hati, kasih, kelemah lembutan, kesabaran, seharusnya juga terpancar dari sikap hidup kita sehari-hari. 

Hal ini tentu tidak mudah dan butuh perjuangan, apalagi di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kesombongan, keegoisan, iri hati dan amarah. 

Untuk menjadi rendah hati kita dapat berdoa dan memohon rahmat kerendahan hati. 

Kita juga perlu meninggalkan sikap menghakimi, saat kita sadar telah menghakimi orang lain, kita dapat langsung memohon ampun kepada Tuhan.

Kasih itu sabar, kasih itu murah hati (1Kor13:4), maka dengan bersabar, kita dapat lebih mengasihi.

Sabtu, 29 Oktober 2022

Bijaksana

Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka. Maka Ia lalu berkata, `Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?` (Mat 22:18)

Yes 45:1.4-6; Mzm 96:1.3-5.7-10; 1Tes 1:1-5; Mat 22:15-21

Orang-orang Farisi mengetahui kalau Yesus adalah orang yang jujur dan tidak mencari muka. 

Mereka bersekongkol ingin menjebak Yesus. Pikiran mereka dipenuhi iri hati dan kebencian kepada Yesus. Pikiran negatif telah memenuhi diri mereka, bahkan telah mengambil suara hati mereka untuk memiliki niat jahat. 

Sebaliknya, Yesus menguasai hati-Nya dengan tenang dan damai, sehingga bertanya menyelidik, `Mengapa kamu mencobai Aku?` Keadaan ini tampak bahwa seringkali manusia ingin menjatuhkan sesamanya dengan segala cara, asalkan orang lain dapat dicelakakan demi tujuan tertentu.

Yesus ingin mengajarkan kepada kita bahwa sikap batin adalah sesuatu yang sangat penting. 

Ketika menghadapi serangan berupa jebakan pertanyaan dari orang-orang Farisi, Yesus dapat berpikir dan bertindak dengan cermat. 

Dia tidak ingin menyakiti hati kedua pihak yang sedang berseteru, sehingga tidak sampai menimbulkan perseteruan yang hebat. Teladan Yesus ini mengajak kita untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang bijaksana.

Setiap prilaku dan ungkapan kita jangan sampai merugikan orang lain maupun diri kita sendiri. 

Bila kita dapat berpikir dengan bijaksana, maka jebakan dari orang yang berniat jahat pada diri kita pun dapat terhindarkan.

YESUS BERDOA


[...] pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul (Luk 6:12-13)
Ef 2:19-22; Mzm 19:2-5; Luk 6:12-19
---o---

Memilih dua belas rasul yang akan menjadi tonggak-tonggak utama bangunan Gereja-Nya adalah salah satu momen penting Yesus. Apa yang Dia lakukan sebelum itu? Pergi ke bukit dan berdoa semalam-malaman kepada Allah! Yesus, Putra Allah sendiri, masih merasa sangat perlu berdoa! Ia berdoa senantiasa, dan secara khusus sebelum saat-saat penting hidup-Nya.

Salah satu buah doa adalah kejernihan hati dan pikiran untuk mengenali kehendak Allah, termasuk dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan lain-lain. Sayang, banyak orang yang dengan berbagai dalih merasa tidak perlu berdoa. Semua keputusan diambil mengandalkan otaknya semata-mata.

Lalu, mengapa di antara dua belas rasul ada Yudas yang kemudian mengkhianati Yesus? Bukankah Yesus sudah berdoa sebelum memilih mereka? Kita salah kalau mengira bahwa setelah berdoa maka semuanya pasti tanpa hambatan. Salah satu sebabnya adalah jika sesuatu adalah kehendak dan karya Tuhan, apalagi karya yang besar, maka Si Jahat tidak tinggal diam. Oleh karena itu, kita perlu berdoa setiap saat, karena doa memberi kita kekuatan untuk menjalankan kehendak Tuhan dan menghadapi setiap hambatan.

Kekuatan DOA

`Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu` (Luk 11:9)

Gal 3:1-5; MT Luk 1:69-75; Luk 11:5-13


Tuhan Yesus memberi teladan dan mengajarkan kita bagaimana cara berdoa. Dia juga menunjukan kepada kita `kekuatan doa`.

Menarik untuk direnungkan bahwa Tuhan Yesus menerangkan, bagaimana seharusnya kita berdoa, dengan memberi perbandingan hubungan persahabatan. 

Tuhan selalu ada untuk kita, Dia dapat didekati kapan saja dan dimana saja.

Dewasa ini konsep tentang doa telah menjadi sesuatu yang bersifat monolog, dalam arti manusia menyampaikan permohonannya lalu meminta kepada Tuhan agar memberikan apa yang dibutuhkan. 

Manusia yang berbicara, sementara Tuhan yang mendengarkan. 

Dalam arti yang sebenarnya, doa tak lain adalah komunikasi antara manusia dengan Allah, dan sebaliknya. 

Maka, dalam doa kita perlu ada waktu untuk mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita. Doa harus menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Dalam doa dibutuhkan sikap keterbukaan, ketekunan, tanpa kenal lelah atau putus asa dan berharap pada belaskasih Allah. 

St. Teresa dari Avila menggambarkan bahwa doa tak lain daripada percakapan penuh iman dan berulang-ulang dengan seorang Sahabat yang kita tahu mencintai kita.

Sabtu, 03 September 2022

GAGAL DAN MARAH

Yohanes 18:1-11

Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, 
menghunus pedang itu, menetakkannya 
kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. 
Nama hamba itu Malkhus. 
(Yohanes 18:10)

Seandainya ada pelatihan motivasi berjudul “Siap Menghadapi Kegagalan”, apakah Anda tertarik mengikutinya? Beberapa waktu lalu, di sebuah acara audisi pemilihan idola di televisi, sang pembawa acara masuk ke ruang juri dan melapor. 

Ada seorang ibu yang tidak puas dan ingin menghadap para juri, menanyakan penyebab anaknya tidak lolos audisi. Si ibu dipersilakan masuk dan tampak marah. Namun, para juri dengan elegan berhasil menjawab keraguan si ibu, bahwa anaknya memang belum layak untuk lolos.

Saat itu, Simon Petrus merasa semua harapannya tentang Yesus runtuh. Yesus akan ditangkap. Ini berbeda dengan bayangannya akan seorang raja. Simon Petrus menganggap peristiwa ini sebagai kegagalannya dan kegagalan Yesus. Ia mempertahankan diri. Ia marah dan bertindak. 

Namun, sangat berbeda, Yesus menyadari hal itu sebagai bagian dari misi hidup-Nya. Peristiwa yang tampak sebagai kegagalan ternyata menjadi kemenangan besar di akhir cerita.

Kegagalan dan kemarahan bagaikan saudara kembar. Banyak orang tidak siap untuk gagal. Padahal hampir dalam setiap situasi, selalu ada kemungkinan untuk tidak berhasil. 

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah hidup kita selalu mulus? Kegagalan kadang diperlukan. Dengan gagal, kita belajar rendah hati, memiliki penilaian obyektif terhadap diri sendiri, lebih mengenal kehendak-Nya, dan bergantung pada-Nya. 

Efek kegagalan seharusnya membuat kita belajar dan bertumbuh. 
Apakah kita bisa belajar dari kegagalan kita?

SERING KALI KEGAGALAN IDENTIK DENGAN KEMARAHAN.
SEHARUSNYA KEGAGALAN IDENTIK 
DENGAN 
BELAJAR DAN BERTUMBUH.

KEDEWASAAN KARAKTER

Efesus 4:17-32

Supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu. 
(Efesus 4:23)

Anthony de Mello menuturkan kisah sebuah biara yang semula penuh, namun kini penghuninya tinggal enam biarawan tua. Mereka prihatin dan merasa tidak berdaya mengembalikan kejayaan biara itu. Mereka memutuskan meminta nasihat pada orang bijak. Betapa kecewanya mereka ketika orang bijak itu hanya mengatakan, “Seorang di antara kalian adalah Mesias.” 


Mereka putus asa, namun mulai bertanya-tanya, “Apa maksudnya seorang di antara kita adalah Mesias? Bila memang ada Mesias, siapakah dia?” Keenam biarawan ini mulai berhati-hati dalam bersikap, berperilaku, dan berbicara satu sama lain. Pelan-pelan perubahan ini memikat banyak orang sehingga kemudian seorang pemabuk bergabung dengan mereka. Demikian seterusnya hingga biara itu kembali penuh.

Karakter yang bertumbuh menuju kedewasaan! Itulah yang seharusnya terjadi dalam hidup orang percaya. Kitab Efesus menjelaskan kepada kita bahwa hidup dan karakter kita sama sekali berbeda sejak kita mengenal Kristus. Orang yang mengenal Kristus tidak lagi mengerjakan hal-hal yang sia-sia dan bahkan meninggalkannya (ay. 17-19).

Kehidupan sebagai manusia baru yang diciptakan menurut kehendak Allah ini akan tampak nyata dalam diri orang percaya. Berkaca dari ayat 25-32, periksalah dengan saksama hidup kita: Sebagai seorang yang mengenal Kristus, apakah karakter kita bertumbuh selaras dengan nasihat firman Tuhan dan karakter itu menjadi ciri khas hidup kita? Kiranya karakter kita menjadi kesaksian yang baik bagi sesama.

KARAKTER ILAHI 
SEMAKIN BERTUMBUH
SEIRING DENGAN PENGENALAN KITA AKAN FIRMAN-NYA

KUALITAS YANG TERUJI

1 Korintus 4:6-21

Sebab itu aku menasihatkan kamu: Turutilah teladanku! 
(1 Korintus 4:16)

Kualitas sebuah barang tidak ditentukan oleh kemasannya. Kita justru sering menjumpai penampilan yang menipu. Kemasan luar tampak baik dan indah, tetapi mutu barang di dalamnya buruk. 

Kualitas sejati sebuah barang diukur melalui berbagai langkah pengujian dalam berbagai kondisi. Barang itu mampu berfungsi dengan baik, tahan uji, dan tentu saja awet. Sebatang kayu yang baik, misalnya, ukurannya relatif tidak berubah baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.

Bagaimana pula dengan kekristenan yang berkualitas baik? Kita, para pengikut Kristus, dapat dikatakan berkualitas baik jika kita dapat bertahan dalam segala kondisi. Sifat, karakter, kualitas iman kita akan tetap terjaga dengan baik dan tidak berubah-ubah sekali pun menghadapi situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Pada waktu dipuji dan dihormati tidak menjadi besar kepala, tetapi tetap rendah hati; tidak mengeraskan hati dan tetap lembut hati ketika menerima teguran; dan tidak menjadi patah hati dan sakit hati saat dihina atau difitnah.

Rasul Paulus mengalami begitu banyak penderitaan dan penganiayaan dalam mengikuti jalan Tuhan, namun ia tetap berbahagia karenanya. Ia menyadari bahwa penderitaan dan penganiayaan itu menjadikan kualitas imannya teruji. 

Ia pun dengan berani menantang jemaat Korintus untuk mengikuti teladannya. Tuhan mengizinkan penderitaan untuk menguji kualitas iman kita. Dan ketika kita hidup dalam kasih karunia-Nya, kita sedang menjadikan hidup kita teladan bagi semua orang.

KITA MEMULIAKAN TUHAN 
KETIKA IMAN KITA TERUJI 
DALAM BERBAGAI SITUASI

TIDAK AKAN DIPADAMKAN

Matius 12:15b-21

Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. (Matius 12:20)

Oscar Cervantes dipenjara 17 kali karena melakukan berbagai kekerasan dan kejahatan. Para psikiater yang melayani para tawanan menyatakan bahwa kondisi Oscar sudah tidak tertolong lagi. Ternyata, mereka keliru. Ketika terbebas dari penjara ia bertemu dengan orang tua yang bersaksi tentang Yesus Kristus. Oscar memutuskan untuk beriman kepada Kristus, dan ia berubah menjadi orang yang lemah lembut. Ia mendalami firman Tuhan sampai bisa mengajarkannya kepada orang lain. Akhirnya ia merintis pelayanan penjara di Soledad, California, AS.

Pada mulanya, kala melihat Oscar Cervantes, kebanyakan orang berkata, “Dia tidak mungkin bertobat. Tidak ada harapan baginya untuk mengalami perubahan. Tidak usah didoakan, percuma saja.” Barangkali ketika jemaat mula-mula melihat kebengisan Saulus, mereka pun berpikir serupa. “Orang brutal macam itu tak akan mungkin mengenal Tuhan. Pribadi yang haus darah seperti dia, mana bisa dipulihkan lagi.” Nyatanya, Tuhan tidak berpikir seperti itu. Dia malah melihat Saulus sebagai rasul yang penuh dengan kasih karunia. Pada akhirnya, Tuhan mengubah Saulus secara radikal.

Setiap kali kita melihat seseorang yang sudah layaknya buluh yang patah terkulai, mari jangan menyerah. Sumbu yang pudar nyalanya bukan berarti pasti mati. 

Orang yang penuh dengan kelemahan dan dosa, tidak menandakan bahwa ia tak mungkin berbalik arah. Teruslah berdoa bagi mereka, bahkan beri kesempatan pada mereka. Nantikan Tuhan mengubah hidupnya.

ALLAH TAK PERNAH MENYERAH 
TERHADAP KITA,
KARENA DIA TAHU KESEMPATAN 
UNTUK BERUBAH 
SELALU ADA

PERTOBATAN NASIONAL

Yeremia 36:1-10

Mungkin apabila kaum Yehuda mendengar 
tentang segala malapetaka yang Aku rancangkan hendak mendatangkannya 
kepada mereka, maka mereka masing-masing akan bertobat 
dari tingkah langkahnya yang jahat itu, 
sehingga Aku mengampuni kesalahan dan dosa mereka. 
(Yeremia 36:3)

Sungguh miris menyaksikan kondisi bangsa ini. Pejabat dari kalangan eksekutif, bahkan yudikatif, seakan berlomba-lomba memperkaya diri dengan korupsi. Pengusaha berkolusi dengan pejabat guna mengemplang pajak. Pelajar dan mahasiswa tawuran. Masyarakat bentrok antarkampung. Mau dibawa ke mana bangsa Indonesia ini?


Bangsa Israel pernah mengalami krisis moral. Oleh karena itu, Tuhan mengutus Yeremia untuk menyampaikan berita penghukuman-Nya atas Israel dengan maksud agar mereka bertobat. Betapa Tuhan menyayangi umat-Nya. 

Kali ini Tuhan menitahkan Yeremia untuk menulis firman yang telah Tuhan sampaikan untuk kemudian dapat dibacakan secara langsung kepada umat Tuhan. Tuhan berharap bahwa mereka akan bertobat setelah mendengar tentang semua malapetaka yang telah Dia rancangkan bagi mereka. 

Apabila itu terjadi, Tuhan berjanji akan mengampuni kesalahan dan dosa mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun keempat pemerintahan Raja Yoyakim (605 SM), tidak lama setelah Nebukadnezar mengalahkan Mesir di Karkhemish.

Tuhan pun sayang kepada Indonesia. Dia mengharapkan bangsa ini bertobat—bukan hanya satu-dua orang, melainkan pertobatan nasional. 

Teladan Yeremia dan Barukh mesti kita ikuti: tekun membacakan (mewartakan) firman Tuhan kepada umat-Nya. Orang harus dijadikan sadar bahwa dirinya berdosa dan memerlukan pembaruan Tuhan. 

Setelah mengalami pembaruan, kita akan bersama-sama bersepakat untuk membangun bangsa ini.

SEBELUM TUHAN MEMBARUI KEHIDUPAN SEBUAH BANGSA,
DIA MENGINGINKAN HIDUP ANAK-ANAK-NYA 
DIBARUI DARI DOSA

TERMOTIVASI KARENA KESUKARAN

2 Korintus 6:1-10

Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, 
bahwa kami adalah pelayan Allah, 
yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran 
dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran. 
(2 Korintus 6:4)

Ia sangat pandai membuat kue. Terbukti kue-kue buatannya lezat dan banyak disukai orang. 

Suatu hari saya menanyainya, mengapa ia lebih suka membuat kue daripada memasak biasa. Ia menjawab, membuat kue itu lebih sukar dan lebih rumit. 


Contohnya, kalau kue sudah dipanggang dan lupa diberi gula, maka tak bisa diperbaiki; sedangkan dalam memasak, orang bisa menambahkan gula kapan pun ia mau. 

Selain itu, resep yang tepat dapat menghasilkan masakan yang lezat. Tetapi, untuk menghasilkan cake yang lezat tak cukup mengandalkan resep. Kue yang bagus ditentukan oleh bahan, pengocokan, pemanggangan, dan pengaturan panasnya.

Pembuat kue ini termasuk orang yang termotivasi oleh kesukaran. 

Pelayanan Paulus dan timnya juga termotivasi oleh penderitaan atau kesukaran. Kesukaran tak jadi alasan bagi Paulus untuk bersikap buruk atau menjadi batu sandungan. Sebaliknya, ia membuktikan kredibilitasnya sebagai pelayan Tuhan. 

Melalui penderitaan dan kesukaran yang ia hadapi, ia justru menjadi semakin murni dan semakin dewasa kerohaniannya, serta semakin banyak memberkati orang lain.

Sering kali orang termotivasi oleh uang, hadiah, atau pujian, tetapi patah arang bila menemui kesukaran, lalu menggerutu, mencela Tuhan, atau bersikap buruk yang lain. 

Padahal, kesukaran itu alat Tuhan untuk memperbaiki cara hidup kita (Ams. 3:12), untuk menguji dan memurnikan kita (Rm. 5:3), dan untuk mendekatkan kita kepada Tuhan (Mzm. 119:67). 

Bersukacitalah dalam kesukaran sebab kesukaran bisa mendatangkan kebaikan.

KITA BISA TERMOTIVASI OLEH KESUKARAN
ATAU MALAH DIPATAHKAN OLEHNYA, 
ITU PILIHAN KITA

SEPERTI POHON

Yesaya 6:1-13

Keadaannya akan seperti pohon beringin dan pohon jawi-jawi 
yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. 
Dan dari tunggul itulah 
akan keluar tunas yang kudus! 
(Yesaya 6:13)

Waktu saya remaja, ayah menebang pohon jambu air di halaman depan rumah kami. Dan, tidak lama kemudian tumbuh tunas baru dari tunggul pohon itu, makin hari makin tumbuh tinggi, dan akhirnya berbuah kembali.

Seperti pohon yang ditebang dan masih menyisakan tunggul agar tunas baru bisa tumbuh, begitulah gambaran hukuman terhadap rakyat Yehuda sampai mereka bertobat dan bertumbuh kembali menjadi umat yang kudus. 

Semula mereka mengeraskan hati dan tidak mau melakukan Firman Tuhan dengan setia meskipun nabi-nabi selalu memperingatkan mereka. Mereka mendengar peringatan Tuhan, tetapi mereka menganggapnya remeh. 

Maka, Tuhan mengutus nabi Yesaya menubuatkan hukuman yang akan mereka terima, yaitu dibuang ke Babel. Nubuat ini digenapi tahun 587 SM. Dalam murka-Nya, Tuhan masih memberikan pengharapan pengampunan. 

Mereka yang bertobat, dipulihkan, dan akan kembali menjadi umat kesayangan-Nya dan dikembalikan ke tanah Yehuda. Demikianlah Tuhan menghukum untuk mendidik manusia.

Hari-hari ini, Tuhan menegur kita dengan lemah lembut melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam kita, melalui nasihat pembina rohani kita, bahkan dapat juga kita diingatkan melalui bacaan rohani. 

Akan tetapi, terkadang kita tidak menanggapinya secara serius sehingga kerap kali perlu ditegur dengan keras seperti melalui penyakit, persoalan hidup, dan sebagainya agar kita rela berubah. 

Mari kita tetap memercayai Tuhan, sebab Dia paling tahu bagaimana mendidik kita.

TUHAN TAK MEMPERLAKUKAN KITA 
DENGAN SEWENANG-WENANG
SEBAB DALAM MURKA-NYA 
ADA KASIH SAYANG

INTEGRITAS

Daniel 1:1-21

Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya 
dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; 
dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, 
supaya ia tak usah menajiskan dirinya. 
(Daniel 1:8)

Basuki Tjahaja Purnama atau lebih dikenal sebagai Ahok, pernah menceritakan pengalaman kala dirinya diminta mengubah keyakinan demi mendapat dukungan publik dan bisa memenangkan pemilihan kepala daerah. 


Ia menolak dengan mengutarakan jawaban telak yang mengagumkan. "Andaikata Tuhan saja bisa saya khianati, apalagi rakyat; apakah kalian mau punya pemimpin yang siap berkhianat pada saatnya nanti?" katanya.

Daniel terbilang imigran yang dipaksa pindah akibat gejolak politik di negerinya. Lingkungan barunya amat menantang. Bukan hanya cuaca, penguasa, tempat tinggal, dan budaya sekitar yang berubah. Identitasnya pun terancam untuk diubah. Namanya diganti dari Daniel menjadi Beltsazar (ay. 7). 

Sampai akhirnya keyakinannya ditantang, imannya diguncang, demi memperoleh posisi aman dan terhormat. Kendati demikian Daniel bertahan. Ia berani berketapan hati untuk berkata "tidak" (ay. 8). Ia tidak menjual keyakinannya.


Demi mengikuti arus dunia global yang terus berubah setiap kita bisa tertantang untuk berpindah. Mulai dari pekerjaan sampai dengan tempat tinggal. Termasuk berpindah ke luar kota, ke luar pulau, bahkan ke negeri seberang. 

Disertai banyak perubahan yang harus terjadi pada diri kita demi bertahan dan menyesuaikan diri. Memang, demi berjuang hidup ada banyak hal yang harus kita lepaskan dan kita pertaruhkan. 

Hanya satu yang jangan pernah kita pindahkan dan kita jual: keyakinan kita akan Yesus!

BARANGSIAPA MENJUAL KEYAKINANNYA
SAMA DENGAN MENJUAL SELURUH DIRINYA

GPS

Mazmur 119:25-40, 105-112

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. 
(Mazmur 119:105)

Di Korea Selatan, hampir setiap kendaraan bermotor menggunakan alat navigasi Global Positioning System (GPS). Alat ini mampu menolong pengendara mengetahui arah yang tepat untuk sampai ke tujuan. Alat canggih ini mengandalkan satelit untuk menentukan koordinat posisi. Tetapi, secanggih-canggihnya alat ini, NAMUN hampir pasti sempat tersesat saat mengikuti petunjuknya.


Pemazmur dengan lugas menyatakan bahwa ia memilih untuk melakukan jalan kebenaran dan hukum-hukum Tuhan. Hidupnya tidak akan pernah terlepas dari segala perintah Tuhan yang diikutinya dengan setia (ay. 30-32). 

Ia memohon agar Tuhan selalu menunjukkan segala ketetapan-Nya, dan ia berjanji akan terus memegangnya sampai akhir hidupnya (ay. 33). 

Pemazmur sadar akan kelemahannya untuk dapat mengerti segala firman Tuhan dengan akal budinya sendiri. Oleh sebab itu, ia memohon agar Tuhan sendiri yang menuntun dan menolongnya (ay. 34), bukan saja untuk mengerti, tetapi untuk hidup dari setiap firman-Nya (ay. 35). 

Firman Tuhan adalah pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya (ay. 105).

Seperti pemazmur, kita perlu tuntunan dan panduan di dalam hidup ini. 

Firman Tuhanlah yang kiranya kita jadikan tuntunan dan panduan itu. Firman Tuhan tidak akan pernah menyesatkan kita, tetapi menunjukkan arah yang benar dan tepat untuk sampai ke tujuan akhir. 

Firman Tuhan penting untuk pertumbuhan iman kita. 

Mari kita terus mencintai dan menggemari Firman Tuhan, bukan saja untuk didengar dan direnungkan, tetapi juga dilakukan dengan setia.

FIRMAN TUHAN MEMBIMBING KITA 
UNTUK BERTOBAT
DAN MENJADI ALAT PENTING 
BAGI PERTUMBUHAN KITA.