Ayub 2:1-10
Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila!
Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah,
tetapi tidak mau menerima yang buruk?”...
(Ayub 2:10)
Timbul sebuah pertanyaan dalam pikiran saya ketika merenungkan jawaban Ayub atas pernyataan istrinya.
Saya membayangkan betapa jengkel dan marahnya istri Ayub saat melihat kondisi suaminya yang begitu menyedihkan. Ia bahkan memaksa Ayub untuk mengutuki Allah, yang ia anggap bertanggung jawab atas semua tragedi yang menimpa mereka. Tetapi, Ayub dengan bijaksana menjawab bahwa ia tidak hanya mau menerima hal yang baik dari Allah, tetapi juga hal yang “buruk”.
Pertanyaannya, pernahkah Allah memberikan hal yang buruk kepada umat-Nya? Tidak pernah, bukan? Allah selalu memberikan hal yang terbaik untuk umat-Nya!
Tragedi bukanlah pemberian Allah, namun Dia mengizinkan hal itu menimpa kita, agar kita lebih mengenal kuasa-Nya. Iman kita makin teruji ketika menghadapi dan melewati kondisi yang buruk itu. Reaksi dan respon kita terhadap sebuah tragedi memperlihatkan seberapa besar pengenalan kita akan Allah.
Ayub memandang tragedi yang dialaminya dengan cara yang benar.
Ia tidak pernah mempersalahkan Allah sebab ia tahu bahwa Allah tidak pernah salah.
Jujur saja, ketika mengalami sebuah tragedi hidup, kita acapkali dengan mudah merasa bahwa Allah tidak berlaku adil terhadap kita. Kita lupa bahwa semua itu pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan.
Sekalipun saat ini kita tidak tahu kapan dan apa “hal terbaik” yang akan Tuhan nyatakan, kita dapat memilih bagian yang terbaik: percaya.
Ya, percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan.
UNTUK MENYATAKAN KEBAIKAN-NYA DALAM HIDUP KITA