Lukas 17:11-19
Salah seorang dari mereka,
ketika melihat bahwa ia telah sembuh,
kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya.
Orang itu orang Samaria.
(Lukas 17:15-16)
Pengemis buta duduk di emper toko. Di sebelahnya ada papan bertuliskan, “Saya buta, kasihanilah saya”.
Pria tua menghampirinya dan mengganti tulisan di papan, “Hari ini indah, sayangnya saya tak bisa melihatnya”.
Tulisan di papan itu mengungkapkan hal yang sama, tetapi dengan cara berbeda. Yang pertama mengatakan bahwa pengemis itu buta; yang kedua mengatakan bahwa orang yang lalu-lalang sangat beruntung bisa melihat.
Akhirnya, banyak orang memberi koin kepada pengemis itu setelah tulisannya diganti. Orang-orang itu bersyukur.
Bersyukur dan memuliakan Allah, itulah yang sedang diajarkan Yesus. Sepuluh orang sakit kusta memohon kesembuhan (ayat 13). Namun, Tuhan Yesus malah meminta mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam (ayat 14). Dan, semua sembuh di tengah perjalanan. Adakah yang kembali kepada Dia? Ada! Namun, cuma satu orang Samaria yang kembali sambil memuliakan Allah dengan nyaring (ayat 15). Ia sujud; mengucap syukur di kaki Yesus, sebab ia bisa kembali menjalani kehidupan normal. Bagaimana dengan kesembilan orang lainnya? Datang kepada imam dan menunjukkan diri bahwa mereka tahir lebih penting daripada kembali dan bersyukur kepada Yesus.
Anugerah Allah yang “menyembuhkan” kita dari “penyakit” dosa dan maut semestinya mewujud dalam ucapan syukur.
Bersyukur dan memuliakan Allah, itulah yang sedang diajarkan Yesus. Sepuluh orang sakit kusta memohon kesembuhan (ayat 13). Namun, Tuhan Yesus malah meminta mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam (ayat 14). Dan, semua sembuh di tengah perjalanan. Adakah yang kembali kepada Dia? Ada! Namun, cuma satu orang Samaria yang kembali sambil memuliakan Allah dengan nyaring (ayat 15). Ia sujud; mengucap syukur di kaki Yesus, sebab ia bisa kembali menjalani kehidupan normal. Bagaimana dengan kesembilan orang lainnya? Datang kepada imam dan menunjukkan diri bahwa mereka tahir lebih penting daripada kembali dan bersyukur kepada Yesus.
Anugerah Allah yang “menyembuhkan” kita dari “penyakit” dosa dan maut semestinya mewujud dalam ucapan syukur.
Mari melihat kembali isi doa kita. Dari sekian banyak doa permohonan, adakah ucapan syukur mengalir?
Allah layak menerima syukur kita. Dia layak dimuliakan karena Pribadi-Nya dan karena apa yang telah Dia perbuat bagi kita.
Selamat bersyukur!
SYUKUR
MERUPAKAN PENGAKUAN
BAHWA SEGALA YANG ADA
DAN TERJADI PADA KITA
ADALAH BERKAT TUHAN