Maleakhi 1:1-7; 2:17
... di manakah Allah yang menghukum?
(Maleakhi 2:17)
Cara seorang anak merespons kasih sayang orangtuanya bisa beragam.
Bisa dengan penghormatan dan kepatuhan, bisa juga sebaliknya.
Seorang anak dapat terus berbuat sesuka hati, melanggar semua aturan yang diberikan, bahkan secara sadar mengulang-ulang hal tersebut. Anak itu bertingkah ”kebablasan” atau kelewatan. Ia berpikir: “Orangtuaku sangat sayang padaku. Mereka tidak akan marah pada apa pun yang kulakukan karena aku ini kesayangan mereka”.
Kalimat pernyataan Tuhan yang pertama dalam kitab Maleakhi adalah: “Aku mengasihi kamu” (1:2).
Namun, setelah itu terungkap keluhan atas berbagai tingkah umat yang kebablasan. Kasih sayang Tuhan disalahartikan, bahkan dijadikan pembenaran atas berbagai perbuatan yang sesungguhnya mengecewakan hati Tuhan. Umat Israel tidak menyadari betapa mereka menyusahkan hati Tuhan dengan semua perilaku itu.
Mengetahui bahwa Tuhan mengasihi kita, tidak membuat kita bersyukur dan berusaha hidup benar meneladani kasih-Nya.
Kita terus melakukan kesalahan dan menganggapnya biasa karena berpikir hal itu tidak mengurangi kasih Tuhan kepada kita.
Kitab ini mengingatkan bahwa kita keliru menganggap Tuhan berkenan pada perbuatan yang tidak baik. Kalaupun Dia tidak menjatuhkan hukuman, bukan berarti kejahatan kita dibenarkan oleh-Nya. Seperti orangtua yang bisa menegur dan menghukum anaknya agar tidak kebablasan, Tuhan pun dapat mengajar kita walau untuk itu Dia sangat bersusah hati.
Karenanya, maukah kita tidak lagi kebablasan dan menyalahartikan kasih sayang Tuhan?
KASIH TUHAN ITU MEMBEBASKAN
TETAPI TIDAK MEMBABLASKAN