Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Minggu, 30 Oktober 2022

Menjadi Anak Kecil

`Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga` (Mat 18:3)

Ayb 1:6-22; Mzm 17:1-3.6-7 Luk 9:46-50 atau Yes 66:10-14 atau 1Kor 12:31 - 13:13; Mat 18:1-4
Yes 66:10-14 atau 1Kor 12:31 - 13:13; Mzm 131:1-3 Mat 18:1-4

Apakah Anda ingin masuk surga? 

Semua orang pasti mau masuk surga, karena pada dasarnya manusia menginginkan kebahagiaan. Tetapi persoalannya tidak setiap orang mau menempuh jalan hidup yang benar, yang dapat membawa ke surga. 

Terlebih lagi Yesus mengatakan bahwa `sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya` (Mat 7:14).

Supaya kita dapat masuk surga, kita harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini. Itu tidak lain adalah merendahkan diri, menjadi rendah hati, tetap menjadi kecil di hadapan Tuhan sebagaimana dihayati oleh St. Theresia Lisieux. 

Dan lagi untuk memasuki kerajaan surga, kita harus menyadari ketidakmampuan diri kita dan ketergantungan kita yang mutlak kepada Tuhan.

Santa Theresia Lisieux mengatakan `Yesus, tolong aku menyederhanakan hidupku dengan belajar apa yang Kau inginkan dariku.` 

Mari kita mau belajar untuk menjadi kecil dan sederhana.

Mengenal Kehendak Allah

`Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara` (Luk 10:41)

Gal 1:13-24; Mzm 139:1-3.13-15; Luk 10:38-42

Seorang ibu sangat merindukan anaknya yang tinggal di luar kota. Ia memutuskan untuk mengunjungi anaknya. 

Betapa bahagianya hati Ibu ketika bertemu dengan anaknya yang sangat dicintai dan dirindukannya ini. Kejutan yang membahagiakan bagi si anak. Ia menyiapkan makanan yang lezat, kamar tidur yang nyaman, dan sebagainya bagi ibu tercinta. Semuanya dilakukannya untuk menyenangkan hati ibu. 

Pada hari pertama kedatangannya ini, ibu hanya melihat kesibukkan anaknya saja. Akhirnya ia berkata dengan sedih, Anakku, makan tahu dan tempe saja ibu mau, bahkan tidur di sofa pun ibu mau, asalkan bersamamu. Ibu hanya membutuhkanmu, nak.`

Demikian juga Yesus sangat merindukan kita, namun tidak jarang kita mengabaikan kehadiran-Nya karena kesibukkan kita. 

Kita lihat Marta yang sibuk bekerja dan Maria setia mendengarkan Yesus. 

Hanya satu yang dirindukan Yesus yaitu agar kita dapat bersatu dengan-Nya. Semakin bersatu denganNya, kita pun akan lebih mudah mengenal kehendakNya dalam hidup kita. 

Sediakanlah waktu hening bersama Yesus. 

Semoga kita selalu setia mendampingi dan menyenangkan hati Yesus.

Belajar Rendah Hati

Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu (Ef 4:2)

Ef 4:1-6; Mzm 24:1-6; Luk 12:54-59

Tuhan kita, Yesus Kristus adalah Pribadi yang sangat rendah hati. 

Meskipun Allah, Ia rela menjadi manusia dan taat sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. 

Tuhan Yesus juga penuh kelemah-lembutan dan kesabaran. Ia mengampuni dosa-dosa kita setiap kali kita datang kepada-Nya dengan hati penuh penyesalan seperti yang dilakukan-Nya terhadap perempuan yang berzinah, 

Ia tidak menghakimi maupun menghukumnya, Yesus justru menyelamatkannya dan berkata, `Akupun tidak akan menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi` (Yoh 8:1).

Sebagai pengikut Kristus, nilai kerendahan hati, kasih, kelemah lembutan, kesabaran, seharusnya juga terpancar dari sikap hidup kita sehari-hari. 

Hal ini tentu tidak mudah dan butuh perjuangan, apalagi di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kesombongan, keegoisan, iri hati dan amarah. 

Untuk menjadi rendah hati kita dapat berdoa dan memohon rahmat kerendahan hati. 

Kita juga perlu meninggalkan sikap menghakimi, saat kita sadar telah menghakimi orang lain, kita dapat langsung memohon ampun kepada Tuhan.

Kasih itu sabar, kasih itu murah hati (1Kor13:4), maka dengan bersabar, kita dapat lebih mengasihi.

Sabtu, 29 Oktober 2022

Bijaksana

Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka. Maka Ia lalu berkata, `Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?` (Mat 22:18)

Yes 45:1.4-6; Mzm 96:1.3-5.7-10; 1Tes 1:1-5; Mat 22:15-21

Orang-orang Farisi mengetahui kalau Yesus adalah orang yang jujur dan tidak mencari muka. 

Mereka bersekongkol ingin menjebak Yesus. Pikiran mereka dipenuhi iri hati dan kebencian kepada Yesus. Pikiran negatif telah memenuhi diri mereka, bahkan telah mengambil suara hati mereka untuk memiliki niat jahat. 

Sebaliknya, Yesus menguasai hati-Nya dengan tenang dan damai, sehingga bertanya menyelidik, `Mengapa kamu mencobai Aku?` Keadaan ini tampak bahwa seringkali manusia ingin menjatuhkan sesamanya dengan segala cara, asalkan orang lain dapat dicelakakan demi tujuan tertentu.

Yesus ingin mengajarkan kepada kita bahwa sikap batin adalah sesuatu yang sangat penting. 

Ketika menghadapi serangan berupa jebakan pertanyaan dari orang-orang Farisi, Yesus dapat berpikir dan bertindak dengan cermat. 

Dia tidak ingin menyakiti hati kedua pihak yang sedang berseteru, sehingga tidak sampai menimbulkan perseteruan yang hebat. Teladan Yesus ini mengajak kita untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang bijaksana.

Setiap prilaku dan ungkapan kita jangan sampai merugikan orang lain maupun diri kita sendiri. 

Bila kita dapat berpikir dengan bijaksana, maka jebakan dari orang yang berniat jahat pada diri kita pun dapat terhindarkan.

YESUS BERDOA


[...] pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul (Luk 6:12-13)
Ef 2:19-22; Mzm 19:2-5; Luk 6:12-19
---o---

Memilih dua belas rasul yang akan menjadi tonggak-tonggak utama bangunan Gereja-Nya adalah salah satu momen penting Yesus. Apa yang Dia lakukan sebelum itu? Pergi ke bukit dan berdoa semalam-malaman kepada Allah! Yesus, Putra Allah sendiri, masih merasa sangat perlu berdoa! Ia berdoa senantiasa, dan secara khusus sebelum saat-saat penting hidup-Nya.

Salah satu buah doa adalah kejernihan hati dan pikiran untuk mengenali kehendak Allah, termasuk dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan lain-lain. Sayang, banyak orang yang dengan berbagai dalih merasa tidak perlu berdoa. Semua keputusan diambil mengandalkan otaknya semata-mata.

Lalu, mengapa di antara dua belas rasul ada Yudas yang kemudian mengkhianati Yesus? Bukankah Yesus sudah berdoa sebelum memilih mereka? Kita salah kalau mengira bahwa setelah berdoa maka semuanya pasti tanpa hambatan. Salah satu sebabnya adalah jika sesuatu adalah kehendak dan karya Tuhan, apalagi karya yang besar, maka Si Jahat tidak tinggal diam. Oleh karena itu, kita perlu berdoa setiap saat, karena doa memberi kita kekuatan untuk menjalankan kehendak Tuhan dan menghadapi setiap hambatan.

Kekuatan DOA

`Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu` (Luk 11:9)

Gal 3:1-5; MT Luk 1:69-75; Luk 11:5-13


Tuhan Yesus memberi teladan dan mengajarkan kita bagaimana cara berdoa. Dia juga menunjukan kepada kita `kekuatan doa`.

Menarik untuk direnungkan bahwa Tuhan Yesus menerangkan, bagaimana seharusnya kita berdoa, dengan memberi perbandingan hubungan persahabatan. 

Tuhan selalu ada untuk kita, Dia dapat didekati kapan saja dan dimana saja.

Dewasa ini konsep tentang doa telah menjadi sesuatu yang bersifat monolog, dalam arti manusia menyampaikan permohonannya lalu meminta kepada Tuhan agar memberikan apa yang dibutuhkan. 

Manusia yang berbicara, sementara Tuhan yang mendengarkan. 

Dalam arti yang sebenarnya, doa tak lain adalah komunikasi antara manusia dengan Allah, dan sebaliknya. 

Maka, dalam doa kita perlu ada waktu untuk mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita. Doa harus menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Dalam doa dibutuhkan sikap keterbukaan, ketekunan, tanpa kenal lelah atau putus asa dan berharap pada belaskasih Allah. 

St. Teresa dari Avila menggambarkan bahwa doa tak lain daripada percakapan penuh iman dan berulang-ulang dengan seorang Sahabat yang kita tahu mencintai kita.

Sabtu, 03 September 2022

GAGAL DAN MARAH

Yohanes 18:1-11

Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, 
menghunus pedang itu, menetakkannya 
kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. 
Nama hamba itu Malkhus. 
(Yohanes 18:10)

Seandainya ada pelatihan motivasi berjudul “Siap Menghadapi Kegagalan”, apakah Anda tertarik mengikutinya? Beberapa waktu lalu, di sebuah acara audisi pemilihan idola di televisi, sang pembawa acara masuk ke ruang juri dan melapor. 

Ada seorang ibu yang tidak puas dan ingin menghadap para juri, menanyakan penyebab anaknya tidak lolos audisi. Si ibu dipersilakan masuk dan tampak marah. Namun, para juri dengan elegan berhasil menjawab keraguan si ibu, bahwa anaknya memang belum layak untuk lolos.

Saat itu, Simon Petrus merasa semua harapannya tentang Yesus runtuh. Yesus akan ditangkap. Ini berbeda dengan bayangannya akan seorang raja. Simon Petrus menganggap peristiwa ini sebagai kegagalannya dan kegagalan Yesus. Ia mempertahankan diri. Ia marah dan bertindak. 

Namun, sangat berbeda, Yesus menyadari hal itu sebagai bagian dari misi hidup-Nya. Peristiwa yang tampak sebagai kegagalan ternyata menjadi kemenangan besar di akhir cerita.

Kegagalan dan kemarahan bagaikan saudara kembar. Banyak orang tidak siap untuk gagal. Padahal hampir dalam setiap situasi, selalu ada kemungkinan untuk tidak berhasil. 

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah hidup kita selalu mulus? Kegagalan kadang diperlukan. Dengan gagal, kita belajar rendah hati, memiliki penilaian obyektif terhadap diri sendiri, lebih mengenal kehendak-Nya, dan bergantung pada-Nya. 

Efek kegagalan seharusnya membuat kita belajar dan bertumbuh. 
Apakah kita bisa belajar dari kegagalan kita?

SERING KALI KEGAGALAN IDENTIK DENGAN KEMARAHAN.
SEHARUSNYA KEGAGALAN IDENTIK 
DENGAN 
BELAJAR DAN BERTUMBUH.