2 Korintus 6:1-10
Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan,
bahwa kami adalah pelayan Allah,
yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran
dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran.
(2 Korintus 6:4)
Ia sangat pandai membuat kue. Terbukti kue-kue buatannya lezat dan banyak disukai orang.
Suatu hari saya menanyainya, mengapa ia lebih suka membuat kue daripada memasak biasa. Ia menjawab, membuat kue itu lebih sukar dan lebih rumit.
Contohnya, kalau kue sudah dipanggang dan lupa diberi gula, maka tak bisa diperbaiki; sedangkan dalam memasak, orang bisa menambahkan gula kapan pun ia mau.
Selain itu, resep yang tepat dapat menghasilkan masakan yang lezat. Tetapi, untuk menghasilkan cake yang lezat tak cukup mengandalkan resep. Kue yang bagus ditentukan oleh bahan, pengocokan, pemanggangan, dan pengaturan panasnya.
Pembuat kue ini termasuk orang yang termotivasi oleh kesukaran.
Pelayanan Paulus dan timnya juga termotivasi oleh penderitaan atau kesukaran. Kesukaran tak jadi alasan bagi Paulus untuk bersikap buruk atau menjadi batu sandungan. Sebaliknya, ia membuktikan kredibilitasnya sebagai pelayan Tuhan.
Melalui penderitaan dan kesukaran yang ia hadapi, ia justru menjadi semakin murni dan semakin dewasa kerohaniannya, serta semakin banyak memberkati orang lain.
Sering kali orang termotivasi oleh uang, hadiah, atau pujian, tetapi patah arang bila menemui kesukaran, lalu menggerutu, mencela Tuhan, atau bersikap buruk yang lain.
Padahal, kesukaran itu alat Tuhan untuk memperbaiki cara hidup kita (Ams. 3:12), untuk menguji dan memurnikan kita (Rm. 5:3), dan untuk mendekatkan kita kepada Tuhan (Mzm. 119:67).
Bersukacitalah dalam kesukaran sebab kesukaran bisa mendatangkan kebaikan.
KITA BISA TERMOTIVASI OLEH KESUKARAN
ATAU MALAH DIPATAHKAN OLEHNYA,
ITU PILIHAN KITA