Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Senin, 27 Juni 2022

KEISTIMEWAAN KELUARGA

Kejadian 7:1-24

Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu,
sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini. 
(Kejadian 7:1)

Ketika saya berjumpa dengan teman lama, hampir selalu ada pertanyaan mengenai keluarga. 
Pertanyaan yang biasanya diajukan, 
  • "Berapa anakmu? 
  • Umur berapa saja? 
  • Apakah mereka masih bersekolah atau sudah bekerja?" 

Bila kita memiliki keluarga yang baik, tentu kita akan dapat bercerita dengan bangga. Namun, pernahkah Anda membayangkan bahwa Allah bisa bangga terhadap Anda dan keluarga Anda? 

Andaikan hal itu terjadi, Anda dan keluarga Anda pastilah istimewa.

Hanya Nuh dan keluarganya yang diselamatkan dari bencana air bah yang maha dahsyat. Kita mungkin bertanya, 
apakah istimewanya keluarga ini? 

Nuh menonjol dan berbeda dari orang sezamannya karena ia benar dan tidak bercela. Nuh juga bergaul dengan Allah (6:9; 7:1). Hal ini berbeda sekali dengan keadaan dunia saat itu yang penuh dengan kejahatan dan kekerasan (6:5, 11). Saya membayangkan bagaimana Nuh dan keluarganya menghadapi tekanan yang berat dan cemoohan karena tidak turut serta dalam kejahatan orang-orang pada zaman itu. Mungkin saja ia harus menanggung cercaan dan pengucilan. Ia mampu menghadapinya karena Allah memberinya kasih karunia (6:8).

Dunia yang penuh dengan kejahatan dan kekerasan mengingatkan saya akan perkataan Yesus tentang akhir zaman. Yesus menyamakannya dengan zaman Nuh, masa ketika banyak orang terlena dalam kejahatan (Matius 24:37-39). 

Kita diminta waspada dan menjaga kesalehan hidup kita. Kita dapat belajar dari kisah Nuh. Oleh kasih karunia-Nya, biarlah keluarga kita hidup secara berbeda, menjadi terang bagi keluarga lain.

KASIH KARUNIA TUHAN MEMAMPUKAN KITA HIDUP SECARA BERBEDA,
TIDAK TERLENA OLEH ARUS KEJAHATAN DUNIA

Minggu, 26 Juni 2022

KEPEKAAN AKAN DOSA

Efesus 4:17-32

Perasaan mereka telah tumpul, 
sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan 
dengan serakah mengerjakan segala macam perbuatan cemar. 
(Efesus 4:19)

Gabby Gingras dilahirkan dengan kelainan syaraf yang langka, yaitu Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis (CIPA). Semua saraf pendeteksi rasa sakit di tubuhnya tidak berfungsi sama sekali. Ia pernah menggigit benda keras sampai giginya copot tanpa meringis. Bahkan, sewaktu masih bayi, ia mencolok mata kiri dengan jarinya sampai buta, juga tanpa merasa kesakitan. 
Ketidakmampuannya mengalami rasa sakit jelas-jelas mengancam keselamatan nyawanya.

Paulus menggambarkan kondisi orang yang tidak mengenal Allah. Perasaan mereka tumpul, tidak memahami betapa seriusnya dosa dan betapa menyakitkannya konsekuensi dosa. Tanpa kepekaan terhadap dosa, seseorang akan senang melakukan dosa (ay. 19). 

Langkah demi langkah ia terus menjauhkan diri dari Allah. Jika tidak berbalik, perjalanannya berujung pada maut. Paulus memperingatkan orang percaya, yang telah dipanggil ke dalam kehidupan yang baru, agar tidak menempuh jalan kegelapan ini.

Hari ini adalah permulaan masa persiapan Paskah. Selama masa ini, umat Tuhan diajak mempertajam kepekaan akan dosa. 

Bagaimana caranya? 
  1. Pertama, akrabilah firman (ay. 21). Pemazmur berkata bahwa kita menjaga kekudusan dengan firman (Mazmur 119:9). 
  2. Kedua, tanggalkan dan tinggalkan kebiasaan dosa (ay. 22). Melakukan dosa akan menumpulkan nurani kita. 
  3. Ketiga, kepekaan terhadap dosa dimulai dari pikiran yang membenci dosa (ay. 23). Mintalah kepada Tuhan untuk menanamkan kebencian yang kudus atas dosa dalam pikiran kita.

KEPEKAAN DAN KEBENCIAN AKAN DOSA 
MERUPAKAN CIRI KEROHANIAN YANG SEHAT

KEBENARAN dan PENGHARGAAN

Lukas 4:16-30

Kemudian berkatalah Ia kepada mereka, “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” (Lukas 4:23)

Mendapat penghargaan memang menyenangkan dan bisa menjadi salah satu pendorong semangat bagi kita untuk berkarya. Namun, penghargaan tak boleh membuat kita mengabaikan kebenaran.

Yesus pun tidak mengabaikan kebenaran hanya demi penghargaan banyak orang. 

Ketika Dia mulai mengajar (ay. 21), banyak orang memberikan penghargaan (ay. 22). Tetapi, penghargaan itu serta-merta berubah ketika ada yang berkata, “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” Di balik pernyataan itu, mereka menghina dan tak lagi menghargai apalagi memercayai kuasa Yesus. Yesus lalu menyingkapkan kebenaran yang terpendam dalam pikiran mereka, “Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" (ay. 23). 

Yesus tak melakukan seperti yang mereka kehendaki, malah menyamakan mereka dengan orang-orang pada zaman Elia dan Elisa yang tak mendapat berkat (ay. 24 - 27). Mereka jadi marah, dan hendak melemparkan Yesus dari tebing. 

Cermati reaksi Yesus: Dia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka lalu pergi (ay. 30). Dia tak tersentuh oleh kemarahan orang-orang yang menolak kebenaran itu.

Yesus datang untuk menggenapi firman dan memberitakan kebenaran. Dia tidak tergantung pada penghargaan, juga bukan bertindak demi menyenangkan kemauan orang. 

Kita pun dipanggil untuk setia menyatakan kebenaran di mana pun dan apa pun pekerjaan kita. Andaikan kita harus pergi karena orang tak senang, kita pergi dengan kebenaran.

ENTAH DIHARGAI ATAU TIDAK DIHARGAI,
KEBENARAN ADALAH KEBENARAN

SMS yang terbatas

Mazmur 90

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, 
hingga kami beroleh hati yang bijaksana. 
(Mazmur 90:12)

Provider telepon seluler saya memiliki program SMS tak terbatas. Saya dapat menggirim SMS kapan pun berkali-kali tanpa cemas kehabisan pulsa. Namun, beberapa bulan kemudian, provider itu menggantinya dengan program baru. 

Jumlah SMS gratis per hari dibatasi. Hasilnya, saya tidak dapat lagi mengirim SMS secara asal-asalan. Saya perlu “lebih bijaksana” dalam melakukannya. Setiap kali mau mengirim SMS, saya menimbang-nimbang apakah pesan itu memang penting untuk disampaikan.

Lalu, bagaimana kita memandang masa hidup, yang sama-sama terbatas, namun jauh lebih penting dari SMS? 

Alkitab menulis bahwa umur manusia itu singkat, antara 60 hingga 70 tahun saja, kalaupun kuat 80 tahun. Tidak sedikit orang yang bahkan tidak mencapai usia sepanjang itu. 

Kita memiliki pilihan untuk mengisi kehidupan: menggunakannya dengan bijaksana atau menyia-nyiakannya. Jika kita menyadari hidup ini singkat, kita perlu menghargai waktu yang kita lewati. 

Banyak orang mengisi kehidupan dengan kesia-siaan dan secara sembrono. Tidak memiliki waktu untuk keluarga, mengembangkan diri, dan beribadah.

Kiranya kita sungguh-sungguh menyadari keterbatasan masa hidup ini sehingga kesadaran itu memengaruhi cara pandang kita terhadap hari-hari yang kita lewati. 
  • Aktivitas apa saja yang akan kita lakukan? 
  • Apakah aktivitas yang berguna? 
  • Atau kita melewati hari begitu saja tanpa melakukan hal yang bermakna? 
  • Apa yang kita lakukan menjadi berkat bagi orang lain? 
  • Menginspirasi? 
  • Membuat diri kita bertumbuh?
KESADARAN AKAN KETERBATASAN MASA HIDUP
MENGGUGAH KITA UNTUK BIJAK 
DALAM MENJALANI HIDUP

HIDUPKU NO MONOPOLI

Efesus 5:15–21

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, 
bagaimana kamu hidup, 
janganlah seperti orang bebal, 
tetapi seperti orang arif. 
(Efesus 5:15)

Seandainya hidup itu sebuah permainan monopoli tentu enak. Dalam waktu singkat, kita dapat memiliki banyak uang, tanah, rumah, dan hotel. 

Nyatanya, hidup tidak bisa seperti itu. Hidup berjalan bukan tergantung pada angka dadu yang muncul. Hidup itu harus direncanakan, dijalani dengan hati-hati, dan dievaluasi dengan tekun.

Alkitab memandang masa hidup sebagai pemberian Tuhan, yang kita terima karena anugerah-Nya. 

Dalam Efesus 5:15-16, Paulus menegaskan, sebagai anak-anak terang (ay. 1-14) semestinya kita tidak menjalani hidup dengan sembrono seperti orang yang tidak bijaksana, melainkan hidup dengan benar dan baik secara konsisten. 

Untuk itu, kita perlu mengevaluasi penggunaan masa hidup yang kita lalui. 

Socrates, seorang filsuf Yunani, berkata, ”Hidup yang tidak pernah dievaluasi adalah hidup yang tidak layak dihidupi.” 

Masalahnya, di dunia yang penuh kesibukan ini, kita kerap merasa tidak punya kesempatan untuk rehat sebentar dan mulai memikirkan dengan sungguh-sungguh: 
  • “Apakah yang menjadi prioritas saya?”; 
  • “Apakah tujuan Tuhan mengaruniakan hidup ini kepada saya?”; 
  • “Sudahkah yang saya kerjakan menyenangkan hati-Nya?”
Sebagai anak terang, kita bukan semata-mata berusaha meraih pencapaian yang dianggap membanggakan, namun rindu untuk semakin mengenal Tuhan dalam setiap bagian dari hidup kita. 

Kita rindu agar hidup yang sedang kita jalani ini bukan kesia-siaan untuk pemuasan nafsu duniawi, melainkan merupakan pelayanan yang memuliakan Tuhan.

MENYIA-NYIAKAN WAKTU 
BERARTI MENDUKAKAN 
SANG PEMBERI WAKTU

SUARA RAKYAT

1 Samuel 8:1-22

Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan 
mereka berkata: “Tidak, harus ada raja atas kami; 
maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; 
raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” 
(1 Samuel 8:19-20)

Vox populi vox Dei. Frasa bahasa Latin ini berarti “suara rakyat adalah suara Tuhan”. 

Sebagian orang memaknainya sebagai kehendak Tuhan itu tercermin dalam kehendak rakyat. Tetapi, sebagian lagi berargumen frasa ini dicetuskan justru untuk membantah pemahaman tersebut. 

Suara rakyat cenderung mudah dipengaruhi oleh emosi dan histeria massa sehingga menjadi tidak rasional dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Hal inilah yang terjadi ketika bangsa Israel meminta raja.

Sejak awalnya bangsa Israel adalah bangsa yang unik. Mereka tidak memiliki raja, melainkan dipimpin langsung oleh Tuhan. 

Selama itu pula, asalkan mereka taat, mereka aman dan sejahtera. 

Suatu hari mereka ingin menjadi sama dengan bangsa lain. Mereka meminta seorang raja. Samuel berusaha mengajak mereka berpikir ulang. Tetapi, karena histeria massa yang terjadi, mereka tidak lagi bisa berpikir jernih sehingga mengambil keputusan yang tidak bijaksana.

Ketika bangsa Indonesia ini melaksanakan pemilihan umum. Berbagai cara akan dipakai untuk membujuk masyarakat memilih seorang calon, termasuk dengan memanipulasi emosi masyarakat. 

Hendaklah kita tidak ikut terjebak dan memilih berdasarkan emosi, melainkan meneliti calon yang ada dengan saksama dan memastikan bahwa kita memilih orang yang tepat. 

Kita juga dapat mengajak orang-orang di sekitar kita berbuat demikian. Kiranya pemimpin yang terpilih nanti memang orang yang tepat, dan suara rakyat sungguh-sungguh cerminan kehendak Tuhan.

MEMILIH SECARA BIJAKSANA 
BERARTI MEMILIH DENGAN PERTIMBANGAN YANG MATANG,
BUKAN HANYA MENURUTI GEJOLAK EMOSI

CAPEK HATIKAH KAMU?

Yunus 2:1-10

Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, 
teringatlah aku kepada TUHAN, dan 
sampailah doaku kepada-Mu, 
ke dalam bait-Mu yang kudus. 
(Yunus 2:7)

“Aduh, Pak, sudah capek hati saya mengurusnya.” 

Beberapa kali saya mendengar para ibu mengeluh seperti itu. Ternyata dalam melakukan sesuatu, kita tidak hanya mengeluarkan energi jasmani yang mendatangkan kelelahan secara fisik, tetapi juga menguras energi jiwa yang membuat kita jadi “capek hati”.

Bisa jadi perasaan semacam itu yang dialami Yunus ketika berada di perut ikan. 

Ia menggambarkan dirinya di lemparkan ke dalam pusat lautan dan terangkum arus air (ay. 3), seperti tenggelam ke dasar bumi yang pintunya tertutup rapat (ay. 6). Kepalanya seperti dililit lumut laut (ay. 5), perumpamaan tentang pikiran yang kalut. 

Seperti orang yang hatinya sudah capek, Yunus tercekam oleh keputusasaan. Ia sampai merasa dirinya telah terusir dari hadapan mata Tuhan (ay. 4).

Mungkin kita pernah mengalami hal yang sama. 

Kita mengalami kesesakan dan Tuhan seakan tidak peduli. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, namun kita kerap lalai dan tidak peka akan penyertaan-Nya tersebut.

Dari kisah Yunus, kita dapat memetik pelajaran. Ia tidak berhenti berharap untuk bisa kembali menyaksikan bait Tuhan, lambang hadirat-Nya (ay. 4). 

Ia berseru kepada Tuhan (ay. 2), bukan berpaling kepada berhala kesia-siaan karena ia yakin akan kasih setia Tuhan (ay. 8). Tuhan mengabulkan doa Yunus dan melepaskannya dari kesesakan (ay. 10). 

Saat hati terasa capek, kepada siapa lagi kita akan berpaling kalau bukan kepada Tuhan, sumber kelegaan dan pemulihan?

Minggu, 05 Juni 2022

Ulurkan Tanganmu

Kisah Rasul 25:13-21
Yohanes 21:15-19

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" 
Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" 
Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" 

Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." 

Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."

Sabda ini berkisah tentang Yesus yang memberi tugas perutusan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. 

Kisah ini terjadi setelah Yesus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya di pantai danau Tiberias dalam Yohanes 21:1-14. Yang aneh adalah sebelum Yesus memberi tugas Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, Ia bertanya kepada Petrus sampai tiga kali, dengan pertanyaan yang sama, "Apakah engkau mengasihi Aku?" 

Pertanyaan itu membuat Petrus menjadi sedih, karena Tuhan bertanya hingga tiga kali. Mengapa Yesus bertanya dan memberi tugas perutusan hingga tiga kali? Ini untuk menegaskan komitmen dan kesanggupan Petrus. Maklumlah ia dulu pernah menyangkal Yesus hingga tiga kali.

Di samping Yesus menanyakan kesanggupan dan komitmen Petrus, Tuhan juga memberikan sabda yang teramat penting: "Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." (ay.18). 

Sabda ini sejatinya mengandung makna tentang arti kedewasaan, baik kedewasaan diri maupun kedewasaan iman yang menuntut tanggung jawab. 

Ketika masih muda, remaja apalagi anak-anak kita sejatinya mengalami kebebasan yang sebebas-bebasnya dan miskin tanggungjawab. Artinya tindakan kita tak terikat oleh tanggungjawab atau pihak lain. 

 Namun ketika kita sudah dewasa (apalagi berkeluarga) kita tak mungkin lagi hidup dalam kebebasan yang sebebas-bebasnya karena kita harus terikat dengan pasangan hidup, anak dan sederet tanggungjawab baik dalam keluarga, di tempat kerja maupun dalam hidup bermasyarakat dan bersosialitas. 

Kita harus rela diikat dan diatur oleh beragam hal dan berbagai pihak. Itulah berarti kita harus rela mengulurkan tangan. Karenanya semakin dewasa, justru terbatasi kebebasan kita. 

Semoga di mana pun dan kapan pun serta apa pun panggilannya, kita dapat mempersembahkan hidup yang terbaik bagi Tuhan dan sesama. 

Kita harus siap mengulurkan tangan dan siap diikat demi tugas dan tanggung jawab itu..
 
Tujuh belas Agustus tahun empat lima,
itulah hari kemerdekaan kita.
Ulurkan tangan pada sesama,
layani dengan penuh cinta.

Sabtu, 04 Juni 2022

Datanglah ROH KUDUS

Kis 2:1-11
Mzm 104:1,24,29-31,34
Rm 8:8-17
Yoh 14:15-16,23b-26

Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, 
yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, 
Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu 
dan akan mengingatkan kamu 
akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.
Yoh.14:26

Ketika mendengar cerita tentang Roh Kudus, dulu saya merasa aneh dan bingung. 

Apa itu Roh Kudus dan bagaimana pengaruhnya dalam hidup kita, masih belum saya pahami betul. 

Namun sesudah saya mengalami hidup baru, akhirnya saya bisa melihat begitu berbedanya cara hidup lama saya tanpa Roh Kudus dan hidup baru saya yang sudah dijiwai oleh Roh Kudus. 

Hidup saya berbalik 180 derajat. Kalau dahulu saya orangnya cuek dan selalu bersikap masa bodoh dengan orang-orang di sekitar saya, sekarang saya boleh berubah menjadi orang yang penuh kasih serta perhatian pada sesama, tidak lagi bersikap masa bodoh melainkan penuh kepedulian terhadap mereka 

Roh Kudus adalah penggerak yang menjadikan kita mengambil langkah 100% ikut Tuhan, apapun yang terjadi dalam hidup ini. 

Kita selalu ingin membawa Roh kebenaran Allah. Bukan lagi diri kita sendiri, tetapi ada Roh Allah yang menyala-nyala dalam hati kita untuk hidup penuh pelayanan, menolong sesama, membawa kasih Tuhan pada dunia, dan yang pasti membuat orang lain melihat bahwa ada Roh Allah yang membuat sikap kita berubah menjadi baik. 

Betapa dahsyatnya Tuhan! 

Hari Pentakosta HARI YANG LUAR BIASA.

Marilah kita rayakan dengan sukacita dan bersoraklah bagi Allah, sebab Tuhan sangat baik. 

Sudahkah saya menerima Roh Kudus dan membiarkan-Nya berkarya dalam hidup saya?

Misa Lansia



 

Terlibat Berliturgi



 

Baptis Bayi



 

Aklamasi Anamnese




Jumat, 03 Juni 2022

Sebuah DOA

Yohanes 17: 11b-19
MARI kita mencoba meneliti isi doa-doa kita. Lebih sering manakah isi doa kita kepada Tuhan; permohonan atau syukur?
Kalau isinya banyak permohonan, permohonan untuk siapakah yang kita haturkan? Untuk diri sendiri atau orang lain?
Jawabnya yang sering adalah untuk diri sendiri.

Fokus doa kita sering bersifat egosentris. Hanya memikirkan untuk kepentingan diri sendiri. Pusat doa adalah AKU.
Yesus banyak menunjukkan contoh-contoh bagaimana orang berdoa.
Misalnya, ada dua orang yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Orang Farisi dan pemungut cukai. Orang Farisi menyombongkan dirinya, selalu menyebut aku-aku-aku.
Ia membandingkan dengan orang lain yang tidak sesaleh dirinya. Fokusnya adalah aku.
Sedang pemungut cukai berdiri di kejauhan dan menepuk dadanya sambil berkata, “Kasihanilah ya Tuhan karena aku orang berdosa.”
Menurut Yesus, orang kedua ini dibenarkan oleh Allah.

Contoh lain, Yesus amat menghargai seorang perwira Romawi yang meminta kesembuhan untuk hambanya yang sedang sakit parah.
Perwira itu berkata, “Ya Tuhan, aku tidak layak menerima Tuhan di rumahku, bersabdalah saja maka hambaku akan sembuh.”

Yesus memuji perwira itu, yang meminta bukan dirinya, tetapi demi hambanya.
Dalam perikope ini, Yesus memberi teladan bagaimana berdoa yang benar.
Yesus mendoakan murid-murid-Nya. “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka, supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran.”

Isi doa-Nya bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk para murid-Nya yang masih harus berjuang di dunia yang jahat.
Kepedulian kepada para murid ditunjukkan Yesus dalam doa-Nya. Hal ini menggambarkan relasi Yesus dengan murid-murid-Nya.
Kita ada di dalam hati-Nya. Nama kita disebut dalam doa-Nya. Sampai sekarang pun Yesus terus mendoakan kita. Ia tiada henti memohon kepada Bapa agar menjaga dan melindungi kita.
Ia meminta kepada Bapa-Nya agar menguduskan kita dalam kebenaran.
Dari sini kita belajar bahwa doa itu tidak egois, melulu hanya memikirkan diri sendiri. Doa harus keluar dari sifat egois dan menjangkau sebanyak mungkin orang.
Doa yang berfokus pada diri sendiri hanyalah bentuk kesombongan rohani.
Kita bisa merefleksi diri; apakah isi doa saya selama ini? apakah kita juga mendoakan orang-orang yang dipercayakan kepada kita? apakah kita rajin berdoa baik pribadi maupun bersama-sama di lingkungan?

Indahnya sunset di Kuta Bali, Memandang ombak silih berganti.
Doa yang tulus ikhlas dari hati, Melambung untuk makin mengasihi.