Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Minggu, 14 Mei 2023

Laporan Bulanan Penyuluh melalui Aplikasi

 BULAN MARET 2023


Silakan KLIK

Disini disajian beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan melalui media yang dapat diunggah.

BULAN APRIL 2023


BULAN MEI 2023



Kamis, 04 Mei 2023

NERAKA

2 Tesalonika 1:1-12

Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, 
dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya 
(2 Tesalonika 1:9)

Salah satu topik gurauan yang cukup sering dibuat oleh orang Kristiani adalah tentang neraka. Banyak cerita lucu atau tidak serius mengenainya sehingga bisa sampai kepada kesimpulan: “tidak ada yang perlu ditakuti dengan neraka.” Ini ibarat seorang penjinak bom yang sedang menjinakkan bom berbahaya sambil bergurau dengan temannya. Ia sedang menyepelekan sesuatu yang bisa merenggut nyawanya.

Sebagaimana surga, Alkitab juga menandaskan kepastian adanya neraka. Alkitab di beberapa tempat menggambarkan sekilas mengenai tempat ini dan mereka yang akan menghuninya. Neraka dalam banyak hal dikontraskan dengan surga. Ia adalah tempat di mana tidak akan pernah dirasakan kehadiran Allah. Mereka yang dihukum di sana akan mengalami penderitaan fisik dan tentu juga batin. Dan, penghukuman tersebut akan tidak berkesudahan. Di tempat ini, pertobatan dan penyelesalan sudah tidak ada gunanya. Ini bukanlah bentuk kekejaman Allah, melainkan lebih merupakan konsekuensi bagi mereka yang menolak dan memberontak terhadap Dia. Neraka adalah tempat terjadinya keterpisahan dan keterasingan antara manusia dan Allah selama-lamanya (ayat 9).

Neraka sungguh ada karena Allah mengatakannya. Tentu kita tidak akan pernah berharap untuk berada di sana. Namun, mungkin saja kita akan terkejut karena menjumpai sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Kemudian kalau kita juga peduli supaya tidak banyak orang yang menghuninya, jangan bergurau tentangnya. Ceritakan fakta sebenarnya tentang neraka agar semua orang mencari tahu jalan untuk menghindarinya. Sudahkah Anda melakukannya?

NERAKA ADALAH TEMPAT MENGERIKAN
YANG TIDAK PANTAS DIJADIKAN GURAUAN

KESEMPATAN BERSAKSI

Lukas 21:7-19

Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. 
(Lukas 21:13)


Menurut Anda, kapan saja waktu yang baik bagi kita untuk bersaksi? Apakah saat ada program penginjilan dari gereja? Apakah saat ada pembicara besar datang untuk mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani? Apakah saat Anda sudah cukup membangun persahabatan yang erat dengan orang-orang di lingkungan Anda?

Perkataan Yesus yang kita baca cukup mengejutkan: Kesempatan bersaksi akan melimpah saat hal-hal buruk terjadi! Pernyataan ini diberikan Yesus dalam rangka menjawab pertanyaan para murid tentang tanda-tanda menjelang akhir zaman (ayat 7). Dia tidak memberikan gambaran yang cukup menyenangkan bagi para pengikut-Nya. Mereka tidak akan luput dari dampak perang, bencana, sakit penyakit, juga pengaruh ajaran sesat (ayat 8-12). Mereka bahkan akan mengalami permusuhan dan kebencian serta aniaya dan penjara dari orang luar dan orang-orang terdekat (ayat 12, 16-17). Yesus mendorong para murid untuk bertahan dan bersaksi. Dia berjanji akan memberi hikmat ketika saat itu tiba (ayat 13-15, 19).

Penderitaan jelas bukan momen yang menyenangkan. Mungkin itu berarti kita terbaring tak berdaya selama berbulan-bulan, kehilangan rumah dan pekerjaan, atau bahkan dipenjara. Apakah kita memandang penderitaan seperti Yesus? Bukan sebagai penghambat hidup atau nasib buruk yang membuat harapan pudar dan hati bersungut. Namun, sebagai kesempatan-kesempatan mempermuliakan Tuhan dan menyatakan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali. Jika penderitaan mulai menyapa, mari mohon penyertaan yang dijanjikan Tuhan: hikmat dalam memakai momen-momen sulit itu untuk bersaksi bagi-Nya (ayat 13-15).

JANGAN SIA-SIAKAN PENDERITAAN.
JADIKAN ITU KESEMPATAN UNTUK MENYAKSIKAN TUHAN.

PENGHALANG CINTA

Kisah Para Rasul 10:1-48

Lalu mulailah Petrus berbicara, 
“Sesungguhnya aku telah mengerti, 
bahwa Allah tidak membedakan orang.” 
(Kisah Pr. Rasul 10:34)

Konflik horizontal, baik yang berlatar belakang agama atau suku di berbagai tempat, menyisakan banyak cerita pilu dan menyedihkan. Luka-luka batin menggores hati dan perasaan pihak-pihak yang berseteru. Dan, luka yang muncul tidak mudah untuk dipulihkan. Tidak jarang kemudian muncul kebencian yang mendalam terhadap kelompok lain. Kalaupun tidak ingin membalas dendam, paling tidak mereka tidak akan lagi mau bersentuhan dengan kelompok yang mereka anggap sebagai musuh.


Allah bermaksud mengutus Petrus untuk menyampaikan Injil kepada Kornelius, seorang non-Yahudi yang takut akan Allah. Petrus pernah menerima pesan Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Namun, ketika kesempatan untuk menjangkau bangsa lain itu ada di depan mata, Petrus memiliki keberatan pribadi. Darah Yahudi dan rasa bangga yang salah membuat ia sulit untuk mengasihi orang-orang non-Yahudi. Kendati Petrus tahu Kornelius sangat membutuhkan Injil, hatinya belum mampu menuruti keyakinannya itu. Maka melalui penglihatan, Allah membenahi konsep Petrus. Allah ingin menggarisbawahi Amanat Agung-Nya dengan memperlihatkan kasih dan kepedulian-Nya kepada segala bangsa.

Apakah kendala kita memberitakan Injil? Apakah kita punya daftar orang-orang yang tidak kita sukai dan karenanya kita anggap “tidak layak” mendengar Injil? Ataukah kita merasa ada sekelompok orang yang “lebih pantas” didahulukan untuk diselamatkan? 

Kalau kita percaya bahwa Injil diperuntukkan bagi semua orang, mari buktikan dengan memberikan cinta yang sama kepada setiap manusia, siapa pun mereka.

BUKALAH MATA, 
SADARILAH 
BAHWA SETIAP JIWA 
DI SEKELILING KITA,
SIAPA PUN MEREKA, 
AMATLAH BERHARGA.

PERTEMUAN ILAHI

Kisah Para Rasul 8:26-40

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, 
“Bangkitlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, 
menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” 
Jalan itu jalan yang sunyi.
 Lalu Filipus bangkit dan berangkat. 
(Kisah Para Rasul 8:26-27a)

Saya sering kagum dengan para penjaja makanan atau barang dagangan. Mereka tahu bahwa tidak semua orang yang mereka tawari akan membeli. Akan tetapi, toh mereka terus tanpa jemu menjajakannya karena yakin bahwa sekali waktu akan ada yang tertarik dan membeli. 

Hal ini berbeda dengan salah satu alasan yang dimiliki oleh orang kristiani dalam menolak membagikan Kabar Baik. Mereka takut menghadapi penolakan dan karena itu mereka memilih untuk tidak berangkat dan memberitakannya.

Kita mungkin tidak pernah menduga akan ada orang seperti sida-sida dari Etiopia ini. Ia sedang dalam perjalanan sembari membaca gulungan kitab Yesaya. Firman Allah dan Roh Kudus melakukan pekerjaan ajaib di dalam kesenyapan. Ia sangat mengharapkan ada seseorang yang menerangkan arti Firman tersebut. Ya, ia seperti ikan yang mencari nelayan! 

Ketika Filipus berangkat menjumpainya, ia berhadapan dengan sebuah tugas yang relatif mudah. Filipus seperti memasukkan kail ke mulut ikan yang menganga. Sebuah kesempatan yang tidak selalu didapatkan, tetapi kalau ia enggan untuk berangkat maka kesempatan ini pun akan lewat.

Sangat mungkin ada orang-orang yang sedang menunggu pertemuan ilahi dengan kita. 
Ada orang-orang yang sudah sangat siap untuk mendengarkan Injil dan memberikan respons yang tepat. Mungkin itu adalah salah satu kesempatan yang hanya bisa kita dapatkan ketika kita mau berangkat. Maka, taat dan berangkatlah! 

Berdoalah agar kita menjumpai pertemuan-pertemuan ilahi yang telah Dia persiapkan.

PERTEMUAN ILAHI TAK AKAN KITA JUMPAI
KALAU KITA TIDAK PERNAH MAU MEMULAI BERSAKSI

MEMPERSEMBAHAN HIDUP

Lukas 21:1-4

“Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, 
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, 
bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.” 
(Lukas 21:4)

Kita terkadang bingung jika ditanya tentang persembahan. Sepersepuluh dari penghasilankah? Atau, berapa nominal persembahan yang menyukakan-Nya? Sebuah pelajaran penting bisa kita dapat dari kisah janda miskin yang menghaturkan persembahan.

Jika saat itu kita ada di Bait Allah, kita akan melihat pemandangan yang kontras: di antara orang-orang kaya yang memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan, ada janda miskin yang memasukkan “hanya” dua uang tembaga—pecahan uang paling kecil (ayat 2)! 
Manakah dari kedua persembahan itu yang Tuhan apresiasi? 
Tak disangka, persembahan si janda miskin menyukakan hati-Nya. Meski jumlahnya sangat tak bernilai untuk dipuji, tetapi di mata Tuhan Yesus, persembahannya lebih bernilai dibandingkan persembahan orang-orang kaya (ayat 3). 
Tuhan melihat arti uang sejumlah itu bagi si janda miskin. Itu jumlah uang yang ia miliki untuk melanjutkan hidupnya—nafkahnya (ayat 4). 
Dalam soal memberi kepada Allah, janda miskin tak perhitungan. Ia memberikan seluruh miliknya. 
Kemiskinan bukan alasan baginya untuk tak memberi persembahan kepada Allah! Ia percaya Allah memelihara hidupnya. Ia meletakkan kepercayaannya kepada Allah, bukan pada uang yang ia miliki! 
Inilah persembahan yang menyukakan Tuhan!

Randy Alcorn, dalam Prinsip Harta, menulis: “Selama saya memiliki sesuatu, saya meyakini bahwa sayalah pemiliknya. Namun, saat saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kekuasaan, dan harga diri yang mengiringi kekayaan ... saya menyadari bahwa Allah-lah Sang Pemilik.” 
Sudahkah kita menghaturkan persembahan dengan diiringi keyakinan bahwa Dialah pemilik harta kita? Selamat mempersembahkan yang terbaik.

PERSEMBAHKAN HIDUP ANDA KEPADA TUHAN, 
ITULAH IBADAH YANG SEJATI

SEHATI SEPIKIR

1 Korintus 1:10-17

Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, 
demi nama Tuhan kita Yesus Kristus,
 supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, 
tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. 
(1 Korintus 1:10)

Perselisihan di dalam komunitas orang percaya? “Ah, sudah biasa,” kata seorang teman. Jemaat Tuhan kan tidak terdiri dari para malaikat, tetapi orang-orang berdosa yang sudah diampuni? Ya, benar. Namun, kalau perselisihan tidak diselesaikan, apalagi perpecahan dihasilkan, bukankah hal itu menyedihkan?

Komunitas orang percaya di Korintus juga mengalami perselisihan (ayat 11-12). Kepada mereka Paulus menasihatkan: Bersatulah! Kesatuan seperti apa yang Paulus maksudkan? Dalam bahasa aslinya kata “sehati sepikir” adalah satu di dalam nous [akal budi] dan gnome [rasio]. Jadi, Paulus tidak sedang mengatakan: “Oke, tidak apa-apa kalian berbeda pendapat, yang penting kalian rukun satu sama lain.” Sebaliknya, Paulus mendesak mereka menggunakan akal budi dan rasio untuk memahami kebenaran. Selera dan kepentingan pribadi atau kelompok semestinya ditundukkan di bawah kebenaran itu. Ini selaras dengan nasihat-nasihat Paulus dalam suratnya yang lain (lihat Roma 15:5-6; Efesus 4:1-6, 13). 

Kesatuan jemaat harus dilandaskan pada apa yang benar agar dengan satu suara jemaat dapat memuliakan Tuhan.

Apakah ada perbedaan pendapat di dalam komunitas Anda? 
Mari duduk bersama dan mencari tuntunan Tuhan.
Mohon Roh Kudus memberi kejelasan melalui Firman Tuhan, apa yang benar dan berkenan pada-Nya. Jika pendapat kita keliru, dengan rendah hati kita mengaku dan menyelaraskan diri dengan Firman Tuhan. 
Jika pendapat kita benar, tetaplah rendah hati dan dengan kasih merangkul rekan yang tadi keliru, lain waktu mungkin kitalah yang perlu diluruskan.

KETIKA JEMAAT TUHAN SEHATI SEPIKIR 
DI DALAM KEBENARAN,
FIRMAN DITERAPKAN, TUHAN DIMULIAKAN.