Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Kamis, 09 Februari 2023

INDAHNYA TEGURAN

Amsal 13:14-24

... tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati (Amsal 13:18)


Dalam audisi American Idol, tampillah seorang kontestan yang begitu percaya diri. Ia meyakinkan para juri bahwa ia adalah bintang masa depan. Namun, sewaktu ia mulai bernyanyi, suaranya sedemikian buruk sehingga selang beberapa detik para juri terpaksa menghentikannya. Ia berkata dengan marah, “Bagaimana bisa kalian tidak melihat talenta saya? Selama ini tidak pernah ada yang mengkritik suara saya!” Saya membayangkan, seandainya sejak awal ada yang berani memberitahu dengan tegas bahwa ia tidak cocok menjadi penyanyi, ia pasti akan mengenal dirinya dengan lebih tepat dan tidak dipermalukan di ajang ini.

Teguran atau kritik tidak selalu buruk. Bahkan, teguran dapat menjadi sarana Tuhan untuk membentuk kita. Kritik bisa mencegah kita terjerumus ke dalam kesalahan yang memalukan di kemudian hari (ayat 14,17). Menurut penulis Amsal, orang yang terhormat adalah mereka yang tidak pantang terhadap kritik. Mengabaikan kritik sama saja dengan mengabaikan didikan (ayat 18). Bahkan, kritik yang keras bisa jadi adalah bentuk kasih terbaik dari seseorang kepada kita (ayat 24).



Apakah pada waktu-waktu ini Anda sedang mendapat teguran atau kritikan? Bagaimana Anda menanggapinya? Kerap reaksi kita adalah menolak, menjadi tersinggung atau marah, karena yang namanya kritik pasti tidak enak didengar. Mari mengingat keindahan dan keuntungan dari teguran yang baik. Jangan terlalu cepat menutup diri dari teguran. Terimalah dengan rendah hati. Cernalah dengan bijaksana. Bersyukurlah bahwa Tuhan membentuk kita melalui teguran kasih sesama.

KETIKA 
KITA MENOLAK TEGURAN YANG BAIK
KITA JUGA 
MENOLAK PEMBENTUKAN DARI TUHAN

INVESTASI KATA KATA

1 Samuel 25:1-42

Terpujilah Tuhan ... 
engkau pada hari ini menahan aku daripada bertindak sendiri dalam mencari keadilan 
(1 Samuel 25:32-33)


Istilah investasi uang dan investasi waktu mungkin kerap kita dengar. Tujuannya: mendapatkan keuntungan atas investasi atau modal yang ditanam tersebut. 

Namun, pernahkah Anda mendengar istilah investasi kata-kata?

Bacaan ini menggugah saya untuk merenungkan mengenai investasi kata-kata dari Nabal, Abigail, dan pelayan Abigail. 

Kisahnya, Nabal, seorang yang kaya sedang mengadakan perayaan pengguntingan bulu domba. Dengan kekayaannya, Nabal bisa dengan mudah memberi makan Daud dan orang-orangnya. Apalagi, mereka sudah membantu menjaga ternaknya (ayat 7, 15-17). Namun, saat utusan Daud datang, Nabal malah melontarkan hinaan (ayat 10-11). Kata-kata yang tidak tepat dan penuh kesombongan membuat ia pun menuai ajal. Lain halnya dengan pelayan Abigail yang memakai kata-katanya untuk menyampaikan fakta dan memberi saran kepada orang yang tepat (ayat 14-18). 

Sedangkan, Abigail memakai kata-katanya untuk meminta maaf atas kekasaran suaminya, dan mengingatkan Daud agar tidak bertindak sendiri dalam mencari keadilan (ayat 24-31). 
Kata-kata yang tepat bukan saja menyelamatkan nyawa seisi rumahnya, tetapi juga menolong Daud kembali mengutamakan Tuhan, bukan egonya sendiri.

Menurut para ahli, wanita bicara sekitar 20.000 kata/hari; pria 5.000-7.000 kata/hari. 
Itulah investasi kita hari ini. 
Perkataan seperti apa yang kita pilih dalam berbicara dengan pasangan, anak, orangtua, rekan kerja? 
Mari meminta pertolongan Tuhan agar dapat memilih dan menginvestasikan kata-kata yang tepat 
dalam setiap bidang kehidupan kita.

PERKATAAN YANG BENAR 
DAN DISAMPAIKAN DENGAN TEPAT
MERUPAKAN INVESTASI 
YANG BERBUNGA 
BAGI KEMULIAAN TUHAN

LAHIR DARI HATI

Lukas 11:37-44

Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan (Lukas 11:39)


Seorang pemuda yang mengendarai motor diberhentikan oleh polisi karena melanggar lampu merah. Sang polisi bertanya, “Apakah Saudara tidak melihat lampu sudah berganti merah?” Si pemuda dengan santai menjawab, “Saya melihat, Pak.” “Lalu kenapa Anda tetap menerobosnya?” tanya polisi dengan heran. Si pemuda menjawab ringan, “Masalahnya, saya tidak melihat Pak Polisi berdiri di situ.” Alamak! Si pemuda itu taat hanya jika ada petugas.


Kesalehan orang Farisi juga hanya di depan orang. Ibadah mereka lebih mengutamakan hal lahiriah, agar dilihat baik dan terpuji. Bagai membersihkan cawan dari luarnya saja sementara dalamnya tetap kotor (ayat 39). Yesus menegur mereka dengan keras, “Celakalah kamu!” kata-Nya seraya membeberkan kejahatan mereka (ayat 42-44). Bagi orang Farisi, manusia disucikan oleh perbuatannya, sementara bagi Yesus, kesucian lahir dari hati yang diubahkan, dan mewujud di dalam tindakan (ayat 41). Hati yang bersih akan melahirkan perbuatan yang bersih. Sebaliknya, perbuatan yang bersih belum tentu menjamin hati yang bersih.

Bahaya mengutamakan penampakan luar daripada perubahan hati bisa juga terjadi pada kita. Keinginan untuk dipandang baik dapat membuat kita bersikap baik di depan orang. Namun, bagaimana jika tak ada orang lain? Biarlah peringatan Yesus membuat kita tersungkur dalam kegentaran di hadapan Tuhan Yang Mahatahu. Ya, Dia mengenal isi hati tiap orang. Perilaku manis kita tak dapat mengelabuinya. Hanya dari hati yang murni dapat lahir perbuatan-perbuatan yang memperkenankan Tuhan. Selamat menjaga hati!

BERAWAL DARI HATI YANG BERSIH
LAHIR 
TINDAKAN-TINDAKAN YANG MEMULIAKAN TUHAN

INTEGRITAS SEORANG PELAYAN

2 Korintus 6:1-10

Dalam hal apa pun, kami tidak menyebabkan orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela. Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan bahwa kami adalah pelayan Allah ... (2 Korintus 6:3-4)


Integritas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran”. Apabila disederhanakan, kurang lebih demikian artinya: apa yang kita pikirkan harus sama dengan kita katakan dan apa yang kita katakan harus sama dengan tindakan yang kita lakukan; di mana pun; kapan pun. Ini terlebih lagi berlaku di dalam pelayanan kita kepada Allah.

Paulus dan rekan-rekannya telah membuktikan integritas mereka sebagai pelayan Allah. Perhatikan frasa “dalam segala hal” dalam ayat 4. Mereka menjaga integritas dalam setiap bagian kehidupan. Mudah untuk mempraktikkan kasih, kesabaran, kemurnian, dan ketaatan pada Roh Kudus ketika situasi baik dan orang-orang menghormati kita. Akan tetapi, dapatkah sikap yang sama dipertahankan ketika kesusahan melanda, orang-orang mengumpat dan memfitnah kita, keuangan tidak lancar, dan maut mengancam? Itulah yang diteladankan Paulus dan rekan-rekannya (ayat 4-10). Dengan menjaga integritas sebagai pelayan Allah, mereka dapat mendorong jemaat untuk melakukan hal yang sama (ayat 1).



Mari memeriksa diri, apakah kita sudah menyatakan sikap sebagai pelayan Allah dalam seluruh bagian kehidupan, baik itu di rumah, gereja, lingkungan kerja, sekolah, dan masyarakat? Atau jangan-jangan, orang lain melihat kita sebagai batu sandungan? Mari belajar menjadi pelayan Allah yang berintegritas. Tidak menjadi batu sandungan, tetapi menjadi berkat bagi orang lain.

STATUS “PELAYAN ALLAH” 
BUKAN HANYA DI DALAM TEMBOK GEREJA
STATUS ITU 
BERLAKU DI SETIAP WAKTU DAN SEGALA TEMPAT

Face THE BOOK

Mazmur 119:1-24

Hancur jiwaku karena rindu kepada hukum-hukum-Mu setiap waktu (Mazmur 119:20)


Jonathan Edwards mencatat bagaimana ia face the Book, memandang Alkitab: “Di dalam diri saya tumbuh kesukaan yang sangat besar akan Alkitab, lebih dari buku apa pun. Seringkali ketika membacanya, setiap kata terasa menyentuh hati saya. Saya merasakan harmoni antara sesuatu di hati saya dengan kata-kata yang indah dan kuat dari Alkitab. Saya sering seperti melihat begitu banyak terang yang dipancarkan oleh setiap kalimat, seperti menikmati makanan lezat yang disajikan, sehingga saya terhenti melanjutkan pembacaan saya. Sering saya sampai lama merenungkan satu kalimat Alkitab, untuk melihat keajaiban di dalamnya; namun hampir semua kalimat tampaknya penuh dengan keajaiban.”

Mazmur 119 juga dipenuhi gairah kecintaan yang besar dari penulisnya dalam face the Book. Perhatikan pilihan kata-katanya: “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta ... firman-Mu tidak akan kulupakan ... Hancur jiwaku karena rindu kepada hukum-hukum-Mu setiap waktu ... aku merenungkannya sepanjang hari ... semuanya itu kegirangan hatiku ... perintah-perintah-Mu lebih daripada emas, bahkan daripada emas tua ... Aku berpegang pada peringatan-peringatan-Mu, dan aku amat mencintainya. (ayat 14,16,20,97,111,127,167).



Becermin pada pemazmur dan Edwards, kita mendapati kerohanian kita yang pucat, disiplin rohani yang tertatih, dan kerinduan yang kerontang. Mari meminta Tuhan memenuhi kita dengan cinta pada penyataan-penyataan Diri-Nya, kerinduan dan sukacita untuk face the Book setiap hari.

HATI YANG MENCINTAI TUHAN 
MELUAP
MERINDUKAN 
PENYATAAN-PENYATAAN-NYA

KESADARAN BARU

Filipi 3:1-16

Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya (Filipi 3:7-8)


Setiap orang pasti punya sesuatu yang dibanggakan: kekayaan, pendidikan, pengalaman, koneksi, status, dan sebagainya. Hal-hal yang semestinya menjadi sampiran itu sedikit banyak seperti memberikan identitas pada diri kita. Jika tak hati-hati, siapa diri kita akan ditentukan oleh apa yang ada dan melekat dalam diri kita. Ini berbahaya.

Paulus, dalam perjalanan hidupnya, mengalami pengalaman yang sedemikian mengubahkan sehingga segala macam sampiran hebat pada masa lalu, kini baginya adalah sampah. Bahasa asli yang dipakai Paulus ialah: “kotoran”. Penyebab perubahan itu ialah: pengenalan akan Kristus (ayat 8). Namun demikian, Paulus tetap sadar bahwa pengalaman itu adalah pengalaman anugerah, bukan pengalaman untuk mengendalikan Tuhan. Ia tetap sadar akan ketidaksempurnaannya: ”Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna ... aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya ...” (ayat 12). Pengalamannya dengan Tuhan tidak membuatnya sombong pun takabur. Bukan karena ia telah menangkap Kristus, melainkan justru ia telah ditangkap Kristus. Paulus juga tak ingin dipenjara oleh pengalaman rohani hebat masa lalu.

Baginya hidup rohani berarti berjalan maju menapaki masa kini menuju masa depan.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya larut dalam kebanggaan kita—pada masa lalu? Ataukah kita sadar penuh bahwa kita mesti selalu berjuang, dalam anugerah Allah, untuk makin lama makin mengenal-Nya? Kiranya teladan rasul Paulus meletakkan kehausan dan kerinduan dalam hati kita untuk hidup makin mengasihi Tuhan.

APAKAH YANG LEBIH BERNILAI 

DALAM HIDUP INI
SELAIN KESEMPATAN 
UNTUK MAKIN MENGENAL-NYA 
HARI LEPAS HARI?

Dipenuhi. ROH KUDUS

Efesus 5:15-21

Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh ... (Efesus 5:18)


Perkelahian dan keributan di pertunjukan musik menjadi berita yang sangat sering diliput media massa. Penyebabnya biasanya sangat sepele, yaitu saling senggol atau saling ejek. Namun, pemicu utamanya adalah karena mereka disinyalir berada di bawah pengaruh minuman keras. Minuman itu membuat mereka tidak mampu menguasai diri dan mudah melakukan tindakan di luar kendali.

Memang terasa agak aneh ketika perintah jangan mabuk oleh anggur dikontraskan dengan dipenuhi Roh Kudus (ayat 18). Namun, keduanya memang memiliki pokok pikiran yang mirip, yaitu: sama-sama dikuasai oleh sesuatu. Orang yang berada dibawah kuasa atau pengaruh anggur biasanya tidak dapat menguasai dirinya. Perkataan dan tindakannya akan kacau dan menimbulkan kekacauan. Sedangkan orang yang dikuasai atau dipenuhi Roh Kudus akan makin dapat menguasai diri. Ia akan mampu mengelola hidupnya dengan baik; perkataan maupun perbuatannya akan makin selaras dengan kepribadian Allah. Ungkapan: “Hendaklah kamu penuh dengan Roh Kudus” dalam tatabahasa aslinya menggunakan kata kerja berbentuk imperatif plural pasif. Artinya, kita tak bisa menghindar, berlaku untuk semua orang, dan tak perlu mantra atau rumus khusus untuk mengalaminya. Ini adalah suatu kesediaan untuk tunduk pada pimpinan Roh Kudus.



Pikiran, perkataan, dan perbuatan seperti apa yang kita tampakkan dari hidup kita selama ini? Apakah hal-hal tersebut mencerminkan kepemilikan dan kepemimpinan Allah dalam hidup kita? Dia ingin mengarahkan hidup kita untuk mengenali rencana-Nya. Izinkan Dia memimpin hidup kita dengan leluasa.

DARI BUAH HIDUP KITA, 
DAPAT DITEBAK 
SIAPA PENGUASANYA