Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Sabtu, 24 Desember 2022

TELADAN ORANG TUA

Yesaya 49:14-21


Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, 
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? 
Sekalipun dia melupakannya, 
Aku tidak akan melupakan engkau. 
(Yesaya 49:15)

Sebagai orangtua, kadang saya terintimidasi dengan nasihat bahwa orangtua harus mendidik anaknya bukan hanya dengan perkataan, namun juga dengan teladan. 

Tentu saya ingin menjadi teladan, namun tidak sedikit cara hidup saya yang tidak patut diteladani. Bagaimana menyikapinya?

Untuk menggambarkan kesetiaan Allah, Yesaya antara lain membandingkan kasih Allah dengan kasih ibu. 

Ibu atau orangtua berpotensi melukai dan bahkan meninggalkan anak kandungnya, tetapi Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya. 

Mengapa kita tidak menggarisbawahi fakta ini dalam pengasuhan anak?

Matthew Sims, dalam blog Grace for Sinners, bercerita bagaimana ia berjanji kepada anaknya. Anaknya berulang-ulang menagih janji itu. Karena belum dapat menepatinya, ia berkata, “Ayah mengasihimu dan, saat ayah berjanji, ayah akan berusaha keras untuk menepatinya. 

Namun, siapa coba yang tidak pernah melanggar janji? Tuhan. 

Sekalipun ayah sudah berusaha sebaik mungkin, bisa saja terjadi hal-hal yang tak terduga. Namun, tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan. Dia merancangkan segala sesuatu dan memegang kendali atas segala situasi.”

Cara yang inspiratif! 

Dengan itu, anak diarahkan untuk memandang bukan kepada manusia, melainkan kepada Tuhan, dan mengandalkan kedaulatan-Nya. 

Anak juga melihat bahwa orangtuanya cukup rendah hati untuk mengakui kelemahannya dan bersedia berpaling kepada anugerah Tuhan untuk mengatasi kelemahan itu. 

Ini teladan yang bakal sulit dilupakan anak, bukan?

TELADAN TERBAIK 
YANG DAPAT DIBERIKAN ORANGTUA:
MENGARAHKAN ANAK 
UNTUK BERPEGANG TEGUH 
PADA KESETIAAN TUHAN

MENEPATI JANJI

Kejadian 50:1-14


Ayahku telah menyuruh aku bersumpah... 
izinkanlah aku pergi ke sana, 
supaya aku menguburkan ayahku; 
kemudian aku akan kembali. 
(Kejadian 50:5)

Film The Terminal mengisahkan seorang pria yang terpaksa tinggal di terminal bandar udara New York karena situasi negara asalnya. Yang membuat saya tersentuh adalah alasan pria itu pergi ke Amerika dan rela bersusah payah menjalani hari-hari di terminal tersebut. Ternyata ia hendak memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya, yaitu janji untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi jazz idola ayahnya.

Yusuf juga pernah melakukan hal yang serupa, yaitu menepati janji kepada almarhum ayahnya. Janjinya adalah janji untuk menguburkan jenazah Yakub, ayahnya, di tanah Kanaan. Sebetulnya dengan statusnya sebagai seorang petinggi di Mesir, tindakan ini bisa menimbulkan berbagai tanda tanya di kalangan penduduk. Bukankah di Mesir juga banyak tempat pekuburan? Mengapakah ayah seorang pejabat Mesir tidak mau dikuburkan di sana? Selain itu, tidak sedikit usaha yang harus dikeluarkan untuk memindahkan jenazah Yakub ke Kanaan. Tambahan lagi, kalaupun Yusuf memilih untuk tidak menepati janjinya, Yakub pun pasti tidak akan protes karena ia sudah mati. Tetapi, Yusuf memilih untuk menepati janjinya.

Sebuah janji baik itu kepada pasangan, teman, anak, orangtua, Tuhan, maupun seseorang yang sekarang sudah meninggal, dibuat untuk ditepati. Memang kadang tidak mudah sebab banyak tantangan yang bisa menghadang. Tetapi, segala tantangan tersebut sebetulnya adalah ujian terhadap karakter kita. Adakah janji yang masih belum Anda tepati hingga saat ini? 

Tepatilah segera!

JANJI 
DIBUAT UNTUK DITEPATI,
BUKAN 
UNTUK DIINGKARI

CIRI KHAS



Efesus 4:17-32

Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus. 
(Efesus 4:20)

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri ini mencakup hal-hal yang nampak oleh mata maupun yang bersifat kebiasaan atau kepribadian. Ciri khas ini juga menunjukkan identitas seseorang. Sebagai contoh, seseorang yang memakai seragam polisi akan dikira sebagai seorang polisi. Seseorang yang berbicara dengan logat Jawa akan diduga sebagai orang Jawa.


Sebagai pengikut Kristus, kita pun memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas kita dan membuat kita berbeda dari orang lain. Ciri ini tentu bukan bersifat fisik atau penampilan, seperti memakai benda yang bersimbol Kristiani. Sebab orang yang tidak beragama Kristen pun bisa memakai simbol tersebut. Sebaliknya, ciri ini seharusnya mengacu pada sikap hidup yang menampakkan identitas kita sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Kristus dan telah menjadikan Dia sebagai Tuhan kita.

Kesadaran akan keselamatan yang telah kita terima tersebut akan menghadirkan sukacita dan pengharapan yang tiada henti di dalam hati kita. Kita tahu bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, dan pada akhirnya Tuhan akan memulihkan segalanya di surga kelak. Sementara itu, kesadaran akan siapa Tuhan kita memotivasi kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Identitas ini harus terus kita ingat dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita perbuat sehingga hidup kita mencirikan hidup orang percaya. Kemudian, melalui kesaksian itu, kiranya orang lain akan mengenal Tuhan dan hidup kita menjadi berkat bagi mereka.

CIRI KHAS ORANG KRISTEN 
ADALAH 
SIKAP HIDUP SEBAGAI ORANG
YANG TELAH DISELAMATKAN 
DAN 
MENJADIKAN YESUS KRISTUS SEBAGAI TUHAN

Kamis, 01 Desember 2022

KEBABLASAN

Maleakhi 1:1-7; 2:17

... di manakah Allah yang menghukum?
(Maleakhi 2:17)

Cara seorang anak merespons kasih sayang orangtuanya bisa beragam. 

Bisa dengan penghormatan dan kepatuhan, bisa juga sebaliknya. 

Seorang anak dapat terus berbuat sesuka hati, melanggar semua aturan yang diberikan, bahkan secara sadar mengulang-ulang hal tersebut. Anak itu bertingkah ”kebablasan” atau kelewatan. Ia berpikir: “Orangtuaku sangat sayang padaku. Mereka tidak akan marah pada apa pun yang kulakukan karena aku ini kesayangan mereka”.


Kalimat pernyataan Tuhan yang pertama dalam kitab Maleakhi adalah: “Aku mengasihi kamu” (1:2). 

Namun, setelah itu terungkap keluhan atas berbagai tingkah umat yang kebablasan. Kasih sayang Tuhan disalahartikan, bahkan dijadikan pembenaran atas berbagai perbuatan yang sesungguhnya mengecewakan hati Tuhan. Umat Israel tidak menyadari betapa mereka menyusahkan hati Tuhan dengan semua perilaku itu.

Kita pun sebagai orang-orang yang dikasihi Tuhan, sering kebablasan. 

Mengetahui bahwa Tuhan mengasihi kita, tidak membuat kita bersyukur dan berusaha hidup benar meneladani kasih-Nya. 

Kita terus melakukan kesalahan dan menganggapnya biasa karena berpikir hal itu tidak mengurangi kasih Tuhan kepada kita. 

Kitab ini mengingatkan bahwa kita keliru menganggap Tuhan berkenan pada perbuatan yang tidak baik. Kalaupun Dia tidak menjatuhkan hukuman, bukan berarti kejahatan kita dibenarkan oleh-Nya. Seperti orangtua yang bisa menegur dan menghukum anaknya agar tidak kebablasan, Tuhan pun dapat mengajar kita walau untuk itu Dia sangat bersusah hati. 

Karenanya, maukah kita tidak lagi kebablasan dan menyalahartikan kasih sayang Tuhan?

KASIH TUHAN ITU MEMBEBASKAN
TETAPI TIDAK MEMBABLASKAN

KEPUTUSAN

Matius 26:47-56

Atau kausangka 
bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, 
supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? 
(Matius 26:53)

Jika kita mengonsumsi makanan berlemak setiap hari dalam porsi besar, apa yang akan terjadi lima tahun mendatang? Timbunan lemak dan kolesterol. 

Jika kita mengisap dan menghabiskan dua bungkus rokok setiap hari, apa yang akan terjadi dengan tubuh kita di tahun-tahun mendatang? Paru-paru kita akan rusak. 

Demikianlah, setiap hari kita membuat keputusan penting. Sebagian dari kita mungkin akan memilih kesenangan bagi diri sendiri saat ini, walau di masa depan ada akibat yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, ada juga keputusan yang kini terasa tidak nyaman, tetapi hasilnya baik di masa mendatang.

Malam itu, setelah perjamuan terakhir dengan para murid, merupakan waktu yang berat bagi Yesus. Sebenarnya Dia bisa membiarkan murid-murid melakukan perlawanan guna mencegah penangkapan-Nya (ayat 51). Dia juga bisa memerintahkan pasukan malaikat untuk melindungi dan melepaskan-Nya dari perjalanan menuju salib yang mengerikan. Akan tetapi, Dia memilih untuk taat kepada perintah Bapa-Nya—melangkah menuju salib. Sebab, Dia sangat tahu keputusan-Nya ini akan berdampak bagi kehidupan manusia di masa mendatang.


Mungkin hari ini Tuhan membawa kita memasuki masa-masa yang paling sulit di hidup kita. 

Dan, kita mesti mengambil keputusan penting. Pertimbangkanlah dengan saksama. Keputusan yang membuat kita nyaman belum tentu berakhir indah dan memuliakan Allah. 

Pertimbangkanlah masak-masak, termasuk dampaknya di masa depan bagi kita maupun bagi orang-orang di sekeliling kita. Dan, apakah Allah dimuliakan melalui keputusan tersebut 

KEPUTUSAN KITA HARI INI
BISA MENENTUKAN HIDUP KITA DI HARI ESOK

TETAP DAN TOTAL

Keluaran 13:17-22

TUHAN berjalan di depan mereka, 
pada siang hari dalam tiang awan ... 
dan pada waktu malam dalam tiang api 
untuk menerangi mereka 
(Keluaran 13:21)


Di jalanku, ku diiring oleh Yesus Tuhanku / Apakah yang kurang lagi jika Dia panduku?


Selepas dari negeri Mesir, umat Israel dibimbing sendiri oleh Allah, walau Tuhan tidak menuntun umat Israel melalui jalur terdekat ke Kanaan, yakni melewati negeri orang Filistin. Sebab, Tuhan mempertanyakan kesiapan mental Israel jika harus menghadapi peperangan dengan bangsa Filistin (ayat 17). 

Maka, Tuhan menuntun mereka melalui rute yang jauh lebih panjang, yakni memutar melalui padang gurun menuju Laut Teberau (ayat 18). 

Pilihan rute yang lebih jauh ini mungkin terasa aneh bagi umat Israel. Namun, ada rencana yang luar biasa di balik perjalanan panjang ini, yakni pendampingan total yang Tuhan nyatakan dan berikan bagi mereka. ”TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka ... Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu.”

Kini, kita bisa makin mengerti kedalaman ungkapan di atas: Apakah yang kurang lagi, jika Dia panduku? 


Kalau Tuhan yang menjadi pandu bagi hidup kita, berarti Dialah yang akan berjalan di depan setiap langkah kita. Maka, tentu Dia akan menunjukkan kepada kita jalan mana yang benar dan paling membawa damai sejahtera. 

Sudahkah Anda mempercayakan jalan hidup Anda hari ini kepada-Nya? 
Pastikan Tuhan ada di setiap keputusan yang Anda ambil. 
Dia berjanji untuk membimbing Anda secara total dan tetap 

ALLAH MAU TOTAL MEMBIMBING
ORANG YANG MAU TOTAL DIBIMBING

SADAR DIRI

1 Timotius 1:12-17

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya, 
”Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” 
dan di antara mereka akulah yang paling berdosa 
(1 Timotius 1:15)


Bila sangat terpukul ketika mengetahui bahwa dirinya ternyata adalah anak angkat dari orangtua yang mengasuhnya selama ini. 

Namun sejak itu, Mila lebih rajin membantu menjaga toko kedua orangtuanya. Apalagi ketika Mila menikah dan memiliki anak. Ia makin menyadari betapa besarnya kasih orangtua angkatnya. Mereka telah membesarkannya dengan susah payah, dengan kasih yang sesungguhnya tidak layak ia terima. Demikianlah Mila makin lama makin mengasihi kedua orangtua angkatnya.

Kitab 1 Timotius ditulis oleh Paulus pada akhir hidupnya. 

Sejak pertobatannya, Paulus telah melakukan begitu banyak pelayanan—mendirikan jemaat di berbagai daerah. Paulus telah menempuh begitu banyak bahaya dan penderitaan karena Injil. 

Dari semua pengalaman itu, Paulus menyatakan bahwa kerinduan terbesarnya adalah makin mengenal Tuhan yang ia layani. 

Maka, di akhir hidupnya Paulus tidak menjadi sombong, tetapi malah makin menyadari anugerah Tuhan yang begitu besar kepadanya. Bahkan, Paulus mengatakan, bahwa dialah orang yang paling berdosa. Mengapa? Karena makin orang mengenal Kristus, ia makin mengenal siapa dirinya, makin mengerti besarnya anugerah yang ia terima, dan makin memberi diri untuk kemuliaan Tuhan.

Ketika kita makin mendalami firman Tuhan, adakah kita makin mengenal siapa Allah yang kita sembah dan siapa kita sesungguhnya? Atau, jangan-jangan semua itu hanya menjadi pengetahuan yang mengisi otak, yang justru membuat kita tinggi hati? 

Bagaimanakah pengenalan akan Tuhan ini mempengaruhi sikap hati kita ketika melayani Tuhan?

PENGENALAN AKAN TUHAN 
MEMAMPUKAN KITA BERCERMIN DIRI
DAN MENYADARI BESARNYA 
ANUGERAH TUHAN YANG DIBERI