Berkah Dalem Gusti

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono,SS ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Sabtu, 29 Oktober 2022

YESUS BERDOA


[...] pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul (Luk 6:12-13)
Ef 2:19-22; Mzm 19:2-5; Luk 6:12-19
---o---

Memilih dua belas rasul yang akan menjadi tonggak-tonggak utama bangunan Gereja-Nya adalah salah satu momen penting Yesus. Apa yang Dia lakukan sebelum itu? Pergi ke bukit dan berdoa semalam-malaman kepada Allah! Yesus, Putra Allah sendiri, masih merasa sangat perlu berdoa! Ia berdoa senantiasa, dan secara khusus sebelum saat-saat penting hidup-Nya.

Salah satu buah doa adalah kejernihan hati dan pikiran untuk mengenali kehendak Allah, termasuk dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan lain-lain. Sayang, banyak orang yang dengan berbagai dalih merasa tidak perlu berdoa. Semua keputusan diambil mengandalkan otaknya semata-mata.

Lalu, mengapa di antara dua belas rasul ada Yudas yang kemudian mengkhianati Yesus? Bukankah Yesus sudah berdoa sebelum memilih mereka? Kita salah kalau mengira bahwa setelah berdoa maka semuanya pasti tanpa hambatan. Salah satu sebabnya adalah jika sesuatu adalah kehendak dan karya Tuhan, apalagi karya yang besar, maka Si Jahat tidak tinggal diam. Oleh karena itu, kita perlu berdoa setiap saat, karena doa memberi kita kekuatan untuk menjalankan kehendak Tuhan dan menghadapi setiap hambatan.

Kekuatan DOA

`Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu` (Luk 11:9)

Gal 3:1-5; MT Luk 1:69-75; Luk 11:5-13


Tuhan Yesus memberi teladan dan mengajarkan kita bagaimana cara berdoa. Dia juga menunjukan kepada kita `kekuatan doa`.

Menarik untuk direnungkan bahwa Tuhan Yesus menerangkan, bagaimana seharusnya kita berdoa, dengan memberi perbandingan hubungan persahabatan. 

Tuhan selalu ada untuk kita, Dia dapat didekati kapan saja dan dimana saja.

Dewasa ini konsep tentang doa telah menjadi sesuatu yang bersifat monolog, dalam arti manusia menyampaikan permohonannya lalu meminta kepada Tuhan agar memberikan apa yang dibutuhkan. 

Manusia yang berbicara, sementara Tuhan yang mendengarkan. 

Dalam arti yang sebenarnya, doa tak lain adalah komunikasi antara manusia dengan Allah, dan sebaliknya. 

Maka, dalam doa kita perlu ada waktu untuk mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada kita. Doa harus menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Dalam doa dibutuhkan sikap keterbukaan, ketekunan, tanpa kenal lelah atau putus asa dan berharap pada belaskasih Allah. 

St. Teresa dari Avila menggambarkan bahwa doa tak lain daripada percakapan penuh iman dan berulang-ulang dengan seorang Sahabat yang kita tahu mencintai kita.

Sabtu, 03 September 2022

GAGAL DAN MARAH

Yohanes 18:1-11

Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, 
menghunus pedang itu, menetakkannya 
kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. 
Nama hamba itu Malkhus. 
(Yohanes 18:10)

Seandainya ada pelatihan motivasi berjudul “Siap Menghadapi Kegagalan”, apakah Anda tertarik mengikutinya? Beberapa waktu lalu, di sebuah acara audisi pemilihan idola di televisi, sang pembawa acara masuk ke ruang juri dan melapor. 

Ada seorang ibu yang tidak puas dan ingin menghadap para juri, menanyakan penyebab anaknya tidak lolos audisi. Si ibu dipersilakan masuk dan tampak marah. Namun, para juri dengan elegan berhasil menjawab keraguan si ibu, bahwa anaknya memang belum layak untuk lolos.

Saat itu, Simon Petrus merasa semua harapannya tentang Yesus runtuh. Yesus akan ditangkap. Ini berbeda dengan bayangannya akan seorang raja. Simon Petrus menganggap peristiwa ini sebagai kegagalannya dan kegagalan Yesus. Ia mempertahankan diri. Ia marah dan bertindak. 

Namun, sangat berbeda, Yesus menyadari hal itu sebagai bagian dari misi hidup-Nya. Peristiwa yang tampak sebagai kegagalan ternyata menjadi kemenangan besar di akhir cerita.

Kegagalan dan kemarahan bagaikan saudara kembar. Banyak orang tidak siap untuk gagal. Padahal hampir dalam setiap situasi, selalu ada kemungkinan untuk tidak berhasil. 

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah hidup kita selalu mulus? Kegagalan kadang diperlukan. Dengan gagal, kita belajar rendah hati, memiliki penilaian obyektif terhadap diri sendiri, lebih mengenal kehendak-Nya, dan bergantung pada-Nya. 

Efek kegagalan seharusnya membuat kita belajar dan bertumbuh. 
Apakah kita bisa belajar dari kegagalan kita?

SERING KALI KEGAGALAN IDENTIK DENGAN KEMARAHAN.
SEHARUSNYA KEGAGALAN IDENTIK 
DENGAN 
BELAJAR DAN BERTUMBUH.

KEDEWASAAN KARAKTER

Efesus 4:17-32

Supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu. 
(Efesus 4:23)

Anthony de Mello menuturkan kisah sebuah biara yang semula penuh, namun kini penghuninya tinggal enam biarawan tua. Mereka prihatin dan merasa tidak berdaya mengembalikan kejayaan biara itu. Mereka memutuskan meminta nasihat pada orang bijak. Betapa kecewanya mereka ketika orang bijak itu hanya mengatakan, “Seorang di antara kalian adalah Mesias.” 


Mereka putus asa, namun mulai bertanya-tanya, “Apa maksudnya seorang di antara kita adalah Mesias? Bila memang ada Mesias, siapakah dia?” Keenam biarawan ini mulai berhati-hati dalam bersikap, berperilaku, dan berbicara satu sama lain. Pelan-pelan perubahan ini memikat banyak orang sehingga kemudian seorang pemabuk bergabung dengan mereka. Demikian seterusnya hingga biara itu kembali penuh.

Karakter yang bertumbuh menuju kedewasaan! Itulah yang seharusnya terjadi dalam hidup orang percaya. Kitab Efesus menjelaskan kepada kita bahwa hidup dan karakter kita sama sekali berbeda sejak kita mengenal Kristus. Orang yang mengenal Kristus tidak lagi mengerjakan hal-hal yang sia-sia dan bahkan meninggalkannya (ay. 17-19).

Kehidupan sebagai manusia baru yang diciptakan menurut kehendak Allah ini akan tampak nyata dalam diri orang percaya. Berkaca dari ayat 25-32, periksalah dengan saksama hidup kita: Sebagai seorang yang mengenal Kristus, apakah karakter kita bertumbuh selaras dengan nasihat firman Tuhan dan karakter itu menjadi ciri khas hidup kita? Kiranya karakter kita menjadi kesaksian yang baik bagi sesama.

KARAKTER ILAHI 
SEMAKIN BERTUMBUH
SEIRING DENGAN PENGENALAN KITA AKAN FIRMAN-NYA

KUALITAS YANG TERUJI

1 Korintus 4:6-21

Sebab itu aku menasihatkan kamu: Turutilah teladanku! 
(1 Korintus 4:16)

Kualitas sebuah barang tidak ditentukan oleh kemasannya. Kita justru sering menjumpai penampilan yang menipu. Kemasan luar tampak baik dan indah, tetapi mutu barang di dalamnya buruk. 

Kualitas sejati sebuah barang diukur melalui berbagai langkah pengujian dalam berbagai kondisi. Barang itu mampu berfungsi dengan baik, tahan uji, dan tentu saja awet. Sebatang kayu yang baik, misalnya, ukurannya relatif tidak berubah baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.

Bagaimana pula dengan kekristenan yang berkualitas baik? Kita, para pengikut Kristus, dapat dikatakan berkualitas baik jika kita dapat bertahan dalam segala kondisi. Sifat, karakter, kualitas iman kita akan tetap terjaga dengan baik dan tidak berubah-ubah sekali pun menghadapi situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Pada waktu dipuji dan dihormati tidak menjadi besar kepala, tetapi tetap rendah hati; tidak mengeraskan hati dan tetap lembut hati ketika menerima teguran; dan tidak menjadi patah hati dan sakit hati saat dihina atau difitnah.

Rasul Paulus mengalami begitu banyak penderitaan dan penganiayaan dalam mengikuti jalan Tuhan, namun ia tetap berbahagia karenanya. Ia menyadari bahwa penderitaan dan penganiayaan itu menjadikan kualitas imannya teruji. 

Ia pun dengan berani menantang jemaat Korintus untuk mengikuti teladannya. Tuhan mengizinkan penderitaan untuk menguji kualitas iman kita. Dan ketika kita hidup dalam kasih karunia-Nya, kita sedang menjadikan hidup kita teladan bagi semua orang.

KITA MEMULIAKAN TUHAN 
KETIKA IMAN KITA TERUJI 
DALAM BERBAGAI SITUASI

TIDAK AKAN DIPADAMKAN

Matius 12:15b-21

Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. (Matius 12:20)

Oscar Cervantes dipenjara 17 kali karena melakukan berbagai kekerasan dan kejahatan. Para psikiater yang melayani para tawanan menyatakan bahwa kondisi Oscar sudah tidak tertolong lagi. Ternyata, mereka keliru. Ketika terbebas dari penjara ia bertemu dengan orang tua yang bersaksi tentang Yesus Kristus. Oscar memutuskan untuk beriman kepada Kristus, dan ia berubah menjadi orang yang lemah lembut. Ia mendalami firman Tuhan sampai bisa mengajarkannya kepada orang lain. Akhirnya ia merintis pelayanan penjara di Soledad, California, AS.

Pada mulanya, kala melihat Oscar Cervantes, kebanyakan orang berkata, “Dia tidak mungkin bertobat. Tidak ada harapan baginya untuk mengalami perubahan. Tidak usah didoakan, percuma saja.” Barangkali ketika jemaat mula-mula melihat kebengisan Saulus, mereka pun berpikir serupa. “Orang brutal macam itu tak akan mungkin mengenal Tuhan. Pribadi yang haus darah seperti dia, mana bisa dipulihkan lagi.” Nyatanya, Tuhan tidak berpikir seperti itu. Dia malah melihat Saulus sebagai rasul yang penuh dengan kasih karunia. Pada akhirnya, Tuhan mengubah Saulus secara radikal.

Setiap kali kita melihat seseorang yang sudah layaknya buluh yang patah terkulai, mari jangan menyerah. Sumbu yang pudar nyalanya bukan berarti pasti mati. 

Orang yang penuh dengan kelemahan dan dosa, tidak menandakan bahwa ia tak mungkin berbalik arah. Teruslah berdoa bagi mereka, bahkan beri kesempatan pada mereka. Nantikan Tuhan mengubah hidupnya.

ALLAH TAK PERNAH MENYERAH 
TERHADAP KITA,
KARENA DIA TAHU KESEMPATAN 
UNTUK BERUBAH 
SELALU ADA

PERTOBATAN NASIONAL

Yeremia 36:1-10

Mungkin apabila kaum Yehuda mendengar 
tentang segala malapetaka yang Aku rancangkan hendak mendatangkannya 
kepada mereka, maka mereka masing-masing akan bertobat 
dari tingkah langkahnya yang jahat itu, 
sehingga Aku mengampuni kesalahan dan dosa mereka. 
(Yeremia 36:3)

Sungguh miris menyaksikan kondisi bangsa ini. Pejabat dari kalangan eksekutif, bahkan yudikatif, seakan berlomba-lomba memperkaya diri dengan korupsi. Pengusaha berkolusi dengan pejabat guna mengemplang pajak. Pelajar dan mahasiswa tawuran. Masyarakat bentrok antarkampung. Mau dibawa ke mana bangsa Indonesia ini?


Bangsa Israel pernah mengalami krisis moral. Oleh karena itu, Tuhan mengutus Yeremia untuk menyampaikan berita penghukuman-Nya atas Israel dengan maksud agar mereka bertobat. Betapa Tuhan menyayangi umat-Nya. 

Kali ini Tuhan menitahkan Yeremia untuk menulis firman yang telah Tuhan sampaikan untuk kemudian dapat dibacakan secara langsung kepada umat Tuhan. Tuhan berharap bahwa mereka akan bertobat setelah mendengar tentang semua malapetaka yang telah Dia rancangkan bagi mereka. 

Apabila itu terjadi, Tuhan berjanji akan mengampuni kesalahan dan dosa mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun keempat pemerintahan Raja Yoyakim (605 SM), tidak lama setelah Nebukadnezar mengalahkan Mesir di Karkhemish.

Tuhan pun sayang kepada Indonesia. Dia mengharapkan bangsa ini bertobat—bukan hanya satu-dua orang, melainkan pertobatan nasional. 

Teladan Yeremia dan Barukh mesti kita ikuti: tekun membacakan (mewartakan) firman Tuhan kepada umat-Nya. Orang harus dijadikan sadar bahwa dirinya berdosa dan memerlukan pembaruan Tuhan. 

Setelah mengalami pembaruan, kita akan bersama-sama bersepakat untuk membangun bangsa ini.

SEBELUM TUHAN MEMBARUI KEHIDUPAN SEBUAH BANGSA,
DIA MENGINGINKAN HIDUP ANAK-ANAK-NYA 
DIBARUI DARI DOSA